Siasat Gajah Mada dan Persaingan Menumpas Pemberontakan Sadeng dan Keta
loading...
A
A
A
PADA masa awal pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350 M), terjadi pergolakan dan pemberontakan yang dilakukan dua daerah taklukan Majapahit yakni Sadeng dan Keta.
Pemberontakan Sadeng melawan kerajaan Majapahit adalah aksi pembalasan atas kematian Nambi. Ia dan Keta serta orang-orang Sadeng terlibat perang dengan pasukan Majapahit pada 1331 Masehi.
Pemberontakan Sadeng dan Keta pun memunculkan persaingan di antara Gajah Mada dan Ra Kembar. Sementara, Tribhuwana menginginkan agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara baik-baik.
Maka diutuslah Gajah Mada untuk berunding dengan Sadeng dan Keta. Tapi pasukan Majapahit yang dipimpin Ra Kembar terlebih dulu mengepung Sadeng dan Keta sebelum kedatangan Gajah Mada yang membawa misi damai.
Ra Kembar adalah salah satu perwira tinggi Majapahit dan menganggap Gajah Mada sebagai pesaingnya. Jabung Tarewes, Lembu Peteng, dan Ikal-Ikalan Bang yang dulu mengeroyok Nambi hingga tewas adalah bawahan Ra Kembar.
Ra Kembar berpendapat bahwa Sadeng dan Keta harus dihancurkan karena ingin melepaskan diri dari naungan Majapahit. Sadeng dan Keta tidak tinggal diam, mereka pun bersiap melancarkan pemberontakan dengan melakukan perekrutan besar-besaran penduduk sipil untuk dijadikan prajurit.
Sementara Dr Purwadi dalam buku Sejarah Raja-Raja Jawa (Penerbit Media Abadi, 2007) menulis, pada 1331 terdengar kabar akan terjadi pemberontakan Sadeng ke Ibu Kota Majapahit.
Patih Mangkubumi pada waktu itu, Arya Tadah, sedang menderita sakit keras sehingga sukar berjalan. Namun, dia memaksakan diri menghadap Sang Prabu Putri Tribhuwana Tunggadewi.
Maksudnya adalah untuk memohon diri dan menyerahkan kembali jabatan Patih Mangkubumi. Akan tetapi, Sang Prabu Putri belum berkenan. Sepulang dari Istana, Patih Arya Tadah kemudian memanggil Gajah Mada. Arya Tadah meminta agar Gajah Mada memegang jabatan Patih Mangkubumi dan menumpas pemberontakan Sadeng.
Pemberontakan Sadeng melawan kerajaan Majapahit adalah aksi pembalasan atas kematian Nambi. Ia dan Keta serta orang-orang Sadeng terlibat perang dengan pasukan Majapahit pada 1331 Masehi.
Pemberontakan Sadeng dan Keta pun memunculkan persaingan di antara Gajah Mada dan Ra Kembar. Sementara, Tribhuwana menginginkan agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara baik-baik.
Maka diutuslah Gajah Mada untuk berunding dengan Sadeng dan Keta. Tapi pasukan Majapahit yang dipimpin Ra Kembar terlebih dulu mengepung Sadeng dan Keta sebelum kedatangan Gajah Mada yang membawa misi damai.
Ra Kembar adalah salah satu perwira tinggi Majapahit dan menganggap Gajah Mada sebagai pesaingnya. Jabung Tarewes, Lembu Peteng, dan Ikal-Ikalan Bang yang dulu mengeroyok Nambi hingga tewas adalah bawahan Ra Kembar.
Ra Kembar berpendapat bahwa Sadeng dan Keta harus dihancurkan karena ingin melepaskan diri dari naungan Majapahit. Sadeng dan Keta tidak tinggal diam, mereka pun bersiap melancarkan pemberontakan dengan melakukan perekrutan besar-besaran penduduk sipil untuk dijadikan prajurit.
Sementara Dr Purwadi dalam buku Sejarah Raja-Raja Jawa (Penerbit Media Abadi, 2007) menulis, pada 1331 terdengar kabar akan terjadi pemberontakan Sadeng ke Ibu Kota Majapahit.
Patih Mangkubumi pada waktu itu, Arya Tadah, sedang menderita sakit keras sehingga sukar berjalan. Namun, dia memaksakan diri menghadap Sang Prabu Putri Tribhuwana Tunggadewi.
Maksudnya adalah untuk memohon diri dan menyerahkan kembali jabatan Patih Mangkubumi. Akan tetapi, Sang Prabu Putri belum berkenan. Sepulang dari Istana, Patih Arya Tadah kemudian memanggil Gajah Mada. Arya Tadah meminta agar Gajah Mada memegang jabatan Patih Mangkubumi dan menumpas pemberontakan Sadeng.