Demonstrasi Dukung Floyd Terus Meluas, London dan Berlin Ikut Panas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus George Floyd, warga kulit hitam Amerika Serikat yang ditangkap dan tewas di lokasi kejadian setelah lehernya dijepit lutut polisi Minneapolis, membangkitkan solidaritas masyarakat dunia, tak terkecuali di negara aliansi utama AS, yaitu Inggris.
Time melaporkan pada Minggu (31/1/2020) pagi, ribuan orang berkumpul di pusat kota London mendukung aksi demonstrasi di AS. Sambil membawa poster-poster bernada antirasisme, massa di Trafalgar Square meneriakkan slogan “Tidak ada keadilan! Tidak ada kedamaian!". Belum puas, massa demonstran lalu berjalan dengan tertib ke Kedutaan Besar AS.
Di tempat itu barisan rapat polisi dan petugas keamanan sudah “mengepung” gedung. Namun, massa demonstran tidak gentar. Mereka meneriakkan yel-yel menuntut keadilan untuk warga kulit hitam di AS, sementara sebagian massa duduk-duduk di jalanan.
Massa berjalan dari Trafalgar Square menuju kantor Kedubes AS di London, Minggu (31/5/2020). Foto/tangkapan layar Time
Setelah dari Kedubes AS, menurut BBC, massa aksi masih melanjutkan demonstrasi ke kawasan Nine Elms. BBC juga menulis polisi menangkap tiga orang dengan tuduhan melanggar protokol kesehatan COVID-19 demonstran yang disebut melanggar aturan. Dua demonstran lain ditangkap karena menyerang polisi.
(Baca: Amerika Serikat Rusuh, Demonstran Sasar Kantor Presiden Trump)
Aksi di London ini bersamaan dengan demonstrasi berslogan "Keadilan untuk George Floyd." di depan Kedutaan AS di Berlin, Jerman. Demonstrasi tersebut mewakili pandangan sebagian warga Jerman atas apa yang terjadi di AS.
Menurut laporan Time, sebuah surat kabar Bild terlaris Jerman pada hari Minggu memuat tajuk berjudul "Polisi pembunuh ini membakar Amerika". Judul tersebut diberi panah yang menunjuk foto Derek Chauvin, perwira polisi Minneapolis yang membuat Floyd tewas.
Unjuk rasa kali ini benar-benar membuat posisi AS terjepit. Secara internal, AS masih harus menghadapi masalah pandemi COVID-19 yang belum menunjukkan gejala penurunan. Sementara secara eksternal, demonstrasi yang lalu diikuti kerusuhan dan penjarahan seperti membuka borok Negeri Paman Sam.
Unjuk rasa memprotes meninggalnya Floyd memang terus meluas ke berbagai penjuru negeri. Informasi yang diperoleh dari Konsulat Jenderal RI (KJRI) Chicago, ada 25 kota di 16 negara bagian yang telah memberlakukan jam malam. Sebagian bahkan memperpanjang jam malam hingga Senin (1/6) waktu setempat.
Sopir truk tangki yang menerobos kerumuman demonstran ditarik keluar dan dipukuli massa. Foto/Reuters
Baca: Iran pada AS: Berhenti Gunakan Intimidasi, Dengarkan Rakyat Anda!)
Di kawasan Midwest AS yang menjadi wilayah kerja KJRI Chicago, jam malam diberlakukan di kota-kota seperti Chicago (Illinois); Indianapolis (Indiana); Louisville (Kentucky); Detroit (Michigan); Minneapolis dan St. Paul (Minnesota); Kansas City (Missouri); Cincinnati, Cleveland, Columbus, Dayton, dan Toledo (Ohio); dan Milwaukee dan Madison (Wisconsin).
Adapun, 16 negara bagian juga tercatat telah mengaktifkan tentara cadangan Garda Nasional untuk membantu menjaga keamanan, termasuk 6 dari wilker KJRI Chicago yaitu Illinois, Indiana, Kentucky, Minnesota, Ohio, South Dakota, dan Wisconsin. Sisanya adalah negara bagian Colorado, Georgia, North Carolina, Pennsylvania, South Carolina, Tennessee, Texas, Utah, dan Washington.
Pada Minggu sore, para pengunjuk rasa kembali berkumpul di lokasi tempat George Floyd ditangkap lalu bergerak menuju Minnesota State Capital di kawasan pusat kota Minneapolis. Massa juga sempat memasuki dan memblokir jalan tol I-94 dan I-35 yang menimbulkan kemacetan panjang. Pemerintah setempat menutup seluruh ruas tol menuju Minneapolis dan St. Paul pada pukul 17.00. Hingga pukul 21.00 massa diketahui masih terus berkumpul di kawasan pusat kota Minneapolis.
Situasi ini membuat negara-negara lawan AS dalam percaturan politik global merasa memiliki kesempatan untuk memukul balik AS, khususnya dalam isu hak asasi manusia dan rasialisme.
(Baca: Demo Rusuh 'Saya Tak Bisa Bernapas', Rusia Sebut Masalah HAM di AS Menumpuk)
Corriere della Sera Massimo Gaggi, koresponden senior surat kabar AS di Italia menyebut bahwa reaksi terhadap pembunuhan Floyd "berbeda" dari kasus-kasus kekerasan dan pembunuhan warga kulit hitan oleh polisi AS sebelum-sebelumnya.
"Ada gerakan-gerakan hitam jengkel yang tidak lagi mengkhotbahkan perlawanan tanpa kekerasan," tulis Gaggi, dikutip dari Time. Dia juga mencatat peringatan gubernur Minnesota bahwa kelompok-kelompok supremasi kulit putih dan anarkis berusaha untuk mengobarkan kekacauan.
Time melaporkan pada Minggu (31/1/2020) pagi, ribuan orang berkumpul di pusat kota London mendukung aksi demonstrasi di AS. Sambil membawa poster-poster bernada antirasisme, massa di Trafalgar Square meneriakkan slogan “Tidak ada keadilan! Tidak ada kedamaian!". Belum puas, massa demonstran lalu berjalan dengan tertib ke Kedutaan Besar AS.
Di tempat itu barisan rapat polisi dan petugas keamanan sudah “mengepung” gedung. Namun, massa demonstran tidak gentar. Mereka meneriakkan yel-yel menuntut keadilan untuk warga kulit hitam di AS, sementara sebagian massa duduk-duduk di jalanan.
Massa berjalan dari Trafalgar Square menuju kantor Kedubes AS di London, Minggu (31/5/2020). Foto/tangkapan layar Time
Setelah dari Kedubes AS, menurut BBC, massa aksi masih melanjutkan demonstrasi ke kawasan Nine Elms. BBC juga menulis polisi menangkap tiga orang dengan tuduhan melanggar protokol kesehatan COVID-19 demonstran yang disebut melanggar aturan. Dua demonstran lain ditangkap karena menyerang polisi.
(Baca: Amerika Serikat Rusuh, Demonstran Sasar Kantor Presiden Trump)
Aksi di London ini bersamaan dengan demonstrasi berslogan "Keadilan untuk George Floyd." di depan Kedutaan AS di Berlin, Jerman. Demonstrasi tersebut mewakili pandangan sebagian warga Jerman atas apa yang terjadi di AS.
Menurut laporan Time, sebuah surat kabar Bild terlaris Jerman pada hari Minggu memuat tajuk berjudul "Polisi pembunuh ini membakar Amerika". Judul tersebut diberi panah yang menunjuk foto Derek Chauvin, perwira polisi Minneapolis yang membuat Floyd tewas.
Unjuk rasa kali ini benar-benar membuat posisi AS terjepit. Secara internal, AS masih harus menghadapi masalah pandemi COVID-19 yang belum menunjukkan gejala penurunan. Sementara secara eksternal, demonstrasi yang lalu diikuti kerusuhan dan penjarahan seperti membuka borok Negeri Paman Sam.
Unjuk rasa memprotes meninggalnya Floyd memang terus meluas ke berbagai penjuru negeri. Informasi yang diperoleh dari Konsulat Jenderal RI (KJRI) Chicago, ada 25 kota di 16 negara bagian yang telah memberlakukan jam malam. Sebagian bahkan memperpanjang jam malam hingga Senin (1/6) waktu setempat.
Sopir truk tangki yang menerobos kerumuman demonstran ditarik keluar dan dipukuli massa. Foto/Reuters
Baca: Iran pada AS: Berhenti Gunakan Intimidasi, Dengarkan Rakyat Anda!)
Di kawasan Midwest AS yang menjadi wilayah kerja KJRI Chicago, jam malam diberlakukan di kota-kota seperti Chicago (Illinois); Indianapolis (Indiana); Louisville (Kentucky); Detroit (Michigan); Minneapolis dan St. Paul (Minnesota); Kansas City (Missouri); Cincinnati, Cleveland, Columbus, Dayton, dan Toledo (Ohio); dan Milwaukee dan Madison (Wisconsin).
Adapun, 16 negara bagian juga tercatat telah mengaktifkan tentara cadangan Garda Nasional untuk membantu menjaga keamanan, termasuk 6 dari wilker KJRI Chicago yaitu Illinois, Indiana, Kentucky, Minnesota, Ohio, South Dakota, dan Wisconsin. Sisanya adalah negara bagian Colorado, Georgia, North Carolina, Pennsylvania, South Carolina, Tennessee, Texas, Utah, dan Washington.
Pada Minggu sore, para pengunjuk rasa kembali berkumpul di lokasi tempat George Floyd ditangkap lalu bergerak menuju Minnesota State Capital di kawasan pusat kota Minneapolis. Massa juga sempat memasuki dan memblokir jalan tol I-94 dan I-35 yang menimbulkan kemacetan panjang. Pemerintah setempat menutup seluruh ruas tol menuju Minneapolis dan St. Paul pada pukul 17.00. Hingga pukul 21.00 massa diketahui masih terus berkumpul di kawasan pusat kota Minneapolis.
Situasi ini membuat negara-negara lawan AS dalam percaturan politik global merasa memiliki kesempatan untuk memukul balik AS, khususnya dalam isu hak asasi manusia dan rasialisme.
(Baca: Demo Rusuh 'Saya Tak Bisa Bernapas', Rusia Sebut Masalah HAM di AS Menumpuk)
Corriere della Sera Massimo Gaggi, koresponden senior surat kabar AS di Italia menyebut bahwa reaksi terhadap pembunuhan Floyd "berbeda" dari kasus-kasus kekerasan dan pembunuhan warga kulit hitan oleh polisi AS sebelum-sebelumnya.
"Ada gerakan-gerakan hitam jengkel yang tidak lagi mengkhotbahkan perlawanan tanpa kekerasan," tulis Gaggi, dikutip dari Time. Dia juga mencatat peringatan gubernur Minnesota bahwa kelompok-kelompok supremasi kulit putih dan anarkis berusaha untuk mengobarkan kekacauan.
(muh)