Musim Kemarau, Perlindungan Ekosistem Gambut di Sumatera Diperkuat

Sabtu, 07 Agustus 2021 - 15:23 WIB
loading...
Musim Kemarau, Perlindungan Ekosistem Gambut di Sumatera Diperkuat
Petugas memeriksa sekat kanal di salah satu lahan gambut di Sumatera untuk melindungi ekosistem dari ancama kebakaran. Foto/Ist
A A A
PEKANBARU - Perlindungan ekosistem gambut berbagai wilayah di Pulau Sumatera terus diperkuat, terutama pada musim kemarau lantaran rawan terjadi kebakaran.

Baca juga: Cegah Karhutla dan Pencurian Kayu, Perhutani Gencarkan Patroli di Bringin

Sumatera memiliki sebaran lahan gambut yang luas. Dari total 14,9 juta hektare (ha) gambut di Indonesia, 43,2% berada di Pulau Sumatera yang luasnya sekitar 6,4 juta hektare.

Baca juga: Karhutla di Ogan Ilir Meningkat, Pemkab Diminta segera Bentuk Satgas Desa

Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Restorasi Gambut Wilayah Sumatera, Soesilo Indrarto mengatakan pada masa kemarau ini, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) beserta tim di lapangan terus memantau fungsi dari Infrastruktur Pembasahan Gambut (IPG).

Pemantauan IPG berupa sekat kanal dan sumur bor di tiga provinsi yang memiliki lahan target restorasi, yaitu Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Pemantauan juga melibatkan kelompok masyarakat (Pokmas) yang didirikan BRGM.

"Kita lebih banyak menggunakan pokmas, yang nyata-nyata tinggal paling dekat dengan IPG," kata Soesilo saat webinar bertajuk Dialog Bernas Pengelolaan Lahan Gambut Wilayah Sumatera, Jumat (6/8/2021).

Optimalisasi fungsi IPG, lanjut Soesilo, begitu penting. Sebab, IPG bermanfaat untuk Operasi Pembasahan Gambut Rawan Kekeringan (OPGRK) dan Operasi Pembasahan Cepat Lahan Gambut Terbakar (OPCLGT). Operasi pembasahan sudah dilakukan sejak Maret 2021 di mana Riau menjadi lokasi pertama.

"Kita menggerakkan pokmas sebagai kekuatan dan ujung tombak ketika dalam kondisi darurat," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kelompok Kerja Teknik Restorasi, Agus Yasin menambahkan bahwa Pokmas juga diberikan pendampingan dan bantuan alat. "Kita juga adakan pelatihan, kemudian diberikan juga alat berupa pompa untuk pembasahan gambut agar gambut tetap basah dimusim kemarau," ujarnya.

Kegiatan pembasahan gambut kerap kali memanfaatkan sumber air dari sumur bor dan sekat kanal.

Sekat kanal, menurut Agus, tidak hanya berfungsi sebagai sumber air untuk pembasahan gambut, tapi dapat juga meningkatkan produktivitas masyarakat. "Digunakan untuk jalur transportasi dan sarana untuk membawa hasil panen, kelapa contohnya," ucapnya.

Pemanfaatan sekat kanal untuk aktivitas masyarakat ini dapat juga mengurangi risiko terjadinya kebakaran. "Karena berfungsi, warga pasti menjaga gambut," tuturnya.

Upaya pembasahan gambut ini, lanjut Agus, juga termasuk kontribusi BRGM untuk kegiatan antisipasi kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan KLHK, BNPB, Pemda dan TNI/Polri.

Menurut Guru Besar IPB University, Bambang Hero Saharjo, kebakaran hutan dan lahan (karhulta) terutama gambut sangat berbahaya. Dampak kebakaran gambut di Indonesia bisa menjadi perhatian internasional.

Mengingat, kebakaran gambut tidak hanya merusak alam dan kesehatan, melainkan juga meningkatkan emisi karbon dunia. Hakikatnya, perlindungan dan pengelolaan gambut yang berkelanjutan perlu ditingkatkan. "Lebih baik menjaga gambut, mengingat pemulihannya perlu waktu lama," ujarnya.

Untuk itu, Bambang menyarankan perlu dikembangkan early warning system kebakaran lahan dan penegakan hukum yang ketat.

Dia juga mengajak sistem dan infrastruktur yang dibangun juga diikuti kerja cepat di lapangan. "Mulai memasuki kemarau harus ada orang yang menjaga, alat tersedia dan berfungsi, tim siap bekerja," ujarnya.

Tim Daerah Bekerja
Kepala Dinas Kehutanan Riau, M Murad menjelaskan selama bekerja di lapangan ada beberapa kesulitan. Tapi, pihaknya melakukan berbagai upaya penanggulangan kebakaran. Diantaranya dengan melibatkan petugas keamanan di wilayah rawan terbakar.

"Provinsi Riau dekat dengan Sumatera Utara. Tekanan penduduk pendatang di Rokan Hulu, menjadi tantangan," katanya.

Murad menyebut percobaan pembakaran itu sering dilakukan dengan harapan bahwa kebakaran dipandang sebagai kegiatan keterlanjuran. "Kita sedang waspadai dan mengetatkan bahwa pembangunan kebun baru tidak lagi ditolerir," tandasnya. Sementara itu untuk memelihara sekat kanal, pihaknnya melibatkan pokmas dan mahasiswa.

Di Jambi, pemantauan terhadap kondisi gambut juga dilakukan. Kepala Dinas Kehutanan Jambi, Ahmad Bestari menuturkan sistem monitoring (Aplikasi Sistem Analisa Pengendalian Karhutla) ASAP Digital yang ada di wilayahnya.

Dia menyebut, melalui aplikasi itu kebakaran lahan yang terjadi beberapa hari lalu segera bisa ditindaklanjuti. "Dalam hitungan jam saja, sore dipantau malam itu tim pemadaman bergerak, dan kita melalui pokmas memadamkan api menggunakan air yang bersumber dari sumur bor," kata Ahmad.

Tak hanya itu, Ahmad juga menceritakan kisah sukses revitalisasi ekonomi yang diberikan BRGM di Desa Catur Rahayu, Kabupaten Jabung Timur. Warga yang berternak sapi telah menjual sapinya untuk operasional patroli lahan gambut. "Alhamdulillah. Ini inisiatif luar biasa," katanya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1686 seconds (0.1#10.140)