Surat Terbuka Haji Denny: Alhamdulillah, Perjuangan Tauhid Kita Tidak Terbeli

Senin, 02 Agustus 2021 - 08:24 WIB
loading...
A A A
Refleksi ini sama sekali bukan untuk mengkritik siapa-siapa, tetapi lebih kepada pembelajaran kita bersama dan otokritik kepada diri kita sendiri, utamanya saya pribadi yang pasti tidak sempurna, banyak kesalahan dan kekurangan, serta kekhilafan.

Duitokrasi telah membunuh demokrasi kita. Itu judul presentasi saya di Melbourne Law School, Australia, “Duitokrasi Kills Indonesian democracy”. Itulah tantangan keadaban kita sekarang, dan masih perlu nafas panjang entah sampai kapan. Pemilu bukanlah bagaimana kandidat menyampaikan program yang meyejahterakan, tetapi berganti dengan transaksi jual-beli suara. Akhirnya muncul pernyataan, “Lebih baik menang curang, daripada kalah terhormat”.

Ironis! Menyedihkan! Politik uang dilakukan dengan riang-gembira, tanpa kaku, tanpa malu. Antisuap fasih dilafadzkan dalam majelis pengajian, sekaligus secara suka-cita, dan terang-benderang dipraktikkan dengan berbagai dalih pembenaran. Tanpa takut dosa, seolah tidak beragama. Pemilu sebagai pesta rakyat, berubah menjadi pesta koruptor. Daulat rakyat (demokrasi), dikalahkan oleh daulat uang (duitokrasi).

Namun, alhamdulillah, kita di Banua bisa menunjukkan kepada Indonesia, bahkan dunia, politik Pemilihan Gubernur 2020 bisa dijalankan dengan penuh etika. Tanpa jual-beli suara, kada bedustaan, kada bededuitan. Politik adiluhung itu yang kita gelorakan.

Tidak boleh menang dengan cara-cara curang, apalagi dengan menghamba pada uang. Prestasi itu adalah hasil dukungan pian-pian seberataan yang luar biasa. Capaian kita membanggakan! Di survei awal Desember 2019, yang memilih ulun (elektabilitas) hanya 3%, yang kenal ulun (popularitas) di bawah 10%.

Di penghujung Pilgub Kalsel tahun 2021, kenaikan elektabilitas ulun sekitar 1700% dengan popularitas meningkat lebih 900%. Itu semua kita capai bersama tanpa menjual diri, tanpa menggadaikan integritas. Itu semua bukan karena kita menabur duit, tetapi karena kerja keras penuh keikhlasan, karena gawi sebumi beimbaian. Capaian tersebut sebenarnya juga adalah refleksi aspirasi perubahan yang coba nyaring diteriakkan oleh sebagian besar masyarakat Kalsel. Ada keinginan kuat untuk memperjuangkan Kalsel yang lebih adil dan sejahtera.

Bagi kita semua tidak boleh ada kemenangan yang diperoleh dengan kecurangan. Karena menang memang adalah harapan, tapi itu sama sekali bukan tujuan. Tujuan kita adalah menegakkan prinsip pemilu yang penuh dengan Kejujuran dan Keadilan (honest and fair election).

Mengapa demikian? Karena fakta membuktikan bahwa kecurangan pemilu, termasuk politik uang, akan menghadirkan lingkaran setan kemunkaran. Suap-menyuap dalam pemilu, atau jual beli mahar partai dan suara rakyat akan menjadi korupsi pemilu yang pada akhirnya melahirkan pemerintahan yang tidak amanah.

Singkatnya, korupsi pemilu akan melahirkan korupsi pemerintahan. Begitu terus saling berpilin-berkelindan, dan akhirnya menjadi jebakan kemunkaran yang membawa bencana politik dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Korupsi pemilu karenanya, harus dilawan dan dihilangkan, sebab hanya akan mengundang kemudharatan dan kemelaratan.

Ujung Pilgub Kalsel 2020 memang sudah berakhir, tetapi perjuangan kita akan politik yang lebih bersih dan amanah tidak akan pernah berhenti, bahkan harus makin nyaring kita gelorakan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1332 seconds (0.1#10.140)