Berburu Air Suci yang Diyakini Bisa Angkat Pagebluk dari Muka Bumi
loading...
A
A
A
GRESIK - Tidak diragukan lagi masuknya Islam di Jawa terdapat banyak kisah tentang Gresik . Masjid Syech Malik Ibrahim menjadi bukti yang tidak terbantahkan.
Masjid berlokasi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur. Bila dari Alun-alun berjarak kisaran 8 kilometer arah Utara. Namun, hanya 5 kilometer utaranya Kantor Bupati, Jalan Wahidin Sudirohusodo, Dusun Singapadu, Desa Dahanrejo, Manyar, Gresik.
Dari gapura masuk Desa Leran lurus kisaran 800 meter. Kanan jalan desa, ditandai dengan gapura. Bertuliskan Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim dengan aksara Arab.
Masjid itu menempati lahan yang cukup luas. Bersebelahan dengan tambak milik warga. Sisa-sisa arsitektur bangunan menunjuk era peradapan Islam masa Kerajaan Majapahit.
“Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim Leran didirirkan Maulana Malik Ibrahim, satu dari sembilan Wali Songo,” ujar Muhammad Mushollin selaku Ketua Takmir Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim.
baca juga: Unggah Gambar Kerumunan di Gantangan, Pemuda Gresik Bonyok Dihajar Pecinta Burung
Maulana Malik Ibrahim masuk ke Desa Leran sekitar 1389 Masehi. Saat itu Leran masih bernama Desa Sembalo. Desa yang ditengarahi menjadi sandar kapal saudagar itu dikuasai Majapahit.
Sebagai ulama selain pedagang, Maulana Malik Ibrahim langsung mendirikan masjid. Dan, masjid itu didirikan di lokasi Dusun Pesucinan. Bahkan, masjid nya juga diberi nama Masjid Peaucinan.
Sebagai wali tertua diantara para Wali Songo, penyebar Islam di Pulau Jawa, akhirnya memunculkan spekukasi umur masjid tersebut. Masyarakat Leran mebyebut sebagai masjid tertua di Pulau Jawa.
“Belum ada literatur resmi. Tetapi kami menilai sebagai masjid tertua. Sebab, Siti Fatimah Binti Maimun yang ada makamnya di Leran, tidak ditemukan simbul peribadatan, masjid,” ungkap Muhammad Mushollin.
Dijalaskan, bila masuknya Maulana Malik Ibrahim ke Leran merupakan masuknya peradapan Islam pertama di Pulau Jawa atau Pantai Utara. Dan peradapan Islam itu juga ditunjukkan dalam arsitektur Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim.
Simbol Islam yang saat ini masih terawat di Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim, diantaranya; pucuk kubah masjid dan mimbar penceramah. Hanya saja diantaranya ada yang keropos.
“Konstruksi mimbar penceramah yang ada, bagi kami merasa seperti mimpi. Hanya, emang ada bagian tertentu yang ditambal karena keropos,” ujar Abdul Rouf, Takmir Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim yang lain.
Sela itu, pucuk kubah peninggalan wali yang kerap dipanggil Sunan Gresik itu masih terpasang di atas masjid. Beberapa ornamen modern tampak dalam ukiran Arab di gapura masjid.
“Secara keseluruhan bangunan masjid telah mengalami perubahan. Renovasi terakhir kami lakukan 2005. Kini, Masjid Pesucinan tampak seperti masjid baru pada umumnya,” beber Abdul Rouf.
Sebab, lanjut dia, dulu lantai masjid terbuat dari kayu. Kini sudah berubah menjadi keramik dengan penutup karpet. Hanya saja, beberapa peninggalan sudah menjadi koleksi museum. Misalnya kayu-kayu yang dulu digunakan sebagai lantai masjid, kini berada di Museum Gresik.
Tim Arkeologi dan Purbakala dari Trowulan merupakan salah satu barang peninggalan masjid untuk kepentingan penelitian. Salah satunya barang yang dibawa dan dimuseumkan adalah Bedug Masjid.
Tim Arkeologi dan Purbakala dari Trowulan itu juga memberikan sertifikat tanah masjid sebagai peninggalan sejarah. Lokasi masjid diakui sebagai tempat bersejarah, meskipun bangunan masjid sebagian besar sudah dipugar.
Meski begitu, baik Mushollin maupun Abdul Rouf air telaga di dalam masjid yang tetep dan bisa dinikmati kasiatnya sampai kini.
Mushollin menjelaskan, bila Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim dulunya bernama Pesucinan. Nama itu dipilih karena pendirian masjid bertujuan untuk menyucikan masyarakat yang hendak masuk Islam.
“Masyarakat setempat awalnya beragama Hindu atau Budha. Berkat pendirian masjid tersebut, daerah itu kemudian diberi nama Dusun Pesucinan,” katanya.
Nama pesucian itu, lanjut Mushollin, salah satu cara untuk menyucikan calon muslim. Yaitu; membasuh wajah dengan air kolam di samping masjid.
Kolam berukuran 3 x 3 meter itu berada di samping masjid, konon dibuat sendiri oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim. Sampai sekarang kolam bersejarah itu masih bisa dijumpai.
Bahkan, penduduk setempat percaya bahwa kolam itu memiliki khasiat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Banyak warga yang menyakini, kalau warga yang sakit tidak sembuh-sebuh, dengan mandi di kolam maka sembuh.
Kolam itu memiliki rasa air yang berbeda dengan beberapa kolam lain di kiri maupun sisi kanan masjid. Bahkan, dengan sumur baru yang dibuat warga desa.
Air di kolam peninggalan dan buatan Maulana Malik Ibrahim itu memiliki rasa tawar. Sementara kolam-kolam lain memiliki rasa air asin.
“Ini yang sampai saat ini kami yakini masih kuat kasitanya untuk menyembuhkan berbagai penyakit,” pungkas Mushollin.
Masjid berlokasi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur. Bila dari Alun-alun berjarak kisaran 8 kilometer arah Utara. Namun, hanya 5 kilometer utaranya Kantor Bupati, Jalan Wahidin Sudirohusodo, Dusun Singapadu, Desa Dahanrejo, Manyar, Gresik.
Dari gapura masuk Desa Leran lurus kisaran 800 meter. Kanan jalan desa, ditandai dengan gapura. Bertuliskan Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim dengan aksara Arab.
Masjid itu menempati lahan yang cukup luas. Bersebelahan dengan tambak milik warga. Sisa-sisa arsitektur bangunan menunjuk era peradapan Islam masa Kerajaan Majapahit.
“Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim Leran didirirkan Maulana Malik Ibrahim, satu dari sembilan Wali Songo,” ujar Muhammad Mushollin selaku Ketua Takmir Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim.
baca juga: Unggah Gambar Kerumunan di Gantangan, Pemuda Gresik Bonyok Dihajar Pecinta Burung
Maulana Malik Ibrahim masuk ke Desa Leran sekitar 1389 Masehi. Saat itu Leran masih bernama Desa Sembalo. Desa yang ditengarahi menjadi sandar kapal saudagar itu dikuasai Majapahit.
Sebagai ulama selain pedagang, Maulana Malik Ibrahim langsung mendirikan masjid. Dan, masjid itu didirikan di lokasi Dusun Pesucinan. Bahkan, masjid nya juga diberi nama Masjid Peaucinan.
Sebagai wali tertua diantara para Wali Songo, penyebar Islam di Pulau Jawa, akhirnya memunculkan spekukasi umur masjid tersebut. Masyarakat Leran mebyebut sebagai masjid tertua di Pulau Jawa.
“Belum ada literatur resmi. Tetapi kami menilai sebagai masjid tertua. Sebab, Siti Fatimah Binti Maimun yang ada makamnya di Leran, tidak ditemukan simbul peribadatan, masjid,” ungkap Muhammad Mushollin.
Dijalaskan, bila masuknya Maulana Malik Ibrahim ke Leran merupakan masuknya peradapan Islam pertama di Pulau Jawa atau Pantai Utara. Dan peradapan Islam itu juga ditunjukkan dalam arsitektur Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim.
Simbol Islam yang saat ini masih terawat di Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim, diantaranya; pucuk kubah masjid dan mimbar penceramah. Hanya saja diantaranya ada yang keropos.
“Konstruksi mimbar penceramah yang ada, bagi kami merasa seperti mimpi. Hanya, emang ada bagian tertentu yang ditambal karena keropos,” ujar Abdul Rouf, Takmir Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim yang lain.
Sela itu, pucuk kubah peninggalan wali yang kerap dipanggil Sunan Gresik itu masih terpasang di atas masjid. Beberapa ornamen modern tampak dalam ukiran Arab di gapura masjid.
“Secara keseluruhan bangunan masjid telah mengalami perubahan. Renovasi terakhir kami lakukan 2005. Kini, Masjid Pesucinan tampak seperti masjid baru pada umumnya,” beber Abdul Rouf.
Sebab, lanjut dia, dulu lantai masjid terbuat dari kayu. Kini sudah berubah menjadi keramik dengan penutup karpet. Hanya saja, beberapa peninggalan sudah menjadi koleksi museum. Misalnya kayu-kayu yang dulu digunakan sebagai lantai masjid, kini berada di Museum Gresik.
Tim Arkeologi dan Purbakala dari Trowulan merupakan salah satu barang peninggalan masjid untuk kepentingan penelitian. Salah satunya barang yang dibawa dan dimuseumkan adalah Bedug Masjid.
Tim Arkeologi dan Purbakala dari Trowulan itu juga memberikan sertifikat tanah masjid sebagai peninggalan sejarah. Lokasi masjid diakui sebagai tempat bersejarah, meskipun bangunan masjid sebagian besar sudah dipugar.
Meski begitu, baik Mushollin maupun Abdul Rouf air telaga di dalam masjid yang tetep dan bisa dinikmati kasiatnya sampai kini.
Mushollin menjelaskan, bila Masjid Syech Maulana Malik Ibrahim dulunya bernama Pesucinan. Nama itu dipilih karena pendirian masjid bertujuan untuk menyucikan masyarakat yang hendak masuk Islam.
“Masyarakat setempat awalnya beragama Hindu atau Budha. Berkat pendirian masjid tersebut, daerah itu kemudian diberi nama Dusun Pesucinan,” katanya.
Nama pesucian itu, lanjut Mushollin, salah satu cara untuk menyucikan calon muslim. Yaitu; membasuh wajah dengan air kolam di samping masjid.
Kolam berukuran 3 x 3 meter itu berada di samping masjid, konon dibuat sendiri oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim. Sampai sekarang kolam bersejarah itu masih bisa dijumpai.
Bahkan, penduduk setempat percaya bahwa kolam itu memiliki khasiat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Banyak warga yang menyakini, kalau warga yang sakit tidak sembuh-sebuh, dengan mandi di kolam maka sembuh.
Kolam itu memiliki rasa air yang berbeda dengan beberapa kolam lain di kiri maupun sisi kanan masjid. Bahkan, dengan sumur baru yang dibuat warga desa.
Air di kolam peninggalan dan buatan Maulana Malik Ibrahim itu memiliki rasa tawar. Sementara kolam-kolam lain memiliki rasa air asin.
“Ini yang sampai saat ini kami yakini masih kuat kasitanya untuk menyembuhkan berbagai penyakit,” pungkas Mushollin.
(msd)