Kasus Penganiayaan Dokter, UGJ Cirebon Diminta Tidak Intervensi

Kamis, 01 Juli 2021 - 19:41 WIB
loading...
Kasus Penganiayaan Dokter, UGJ Cirebon Diminta Tidak Intervensi
Rektorat UGJ Cirebon diminta tidak mengintervensi kasus penganiayaan terhadap dr Herry Nurhendriyana. Diduga Kepala Lab Fakultas Kedokteran UGJ menganiaya Herry, tenaga medis Klinik Cakrabuana dan Dosen FK UGJ. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pihak rektorat Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon diminta tidak mengintervensi kasus penganiayaan dengan korban dr Herry Nurhendriyana. Diduga Kepala Lab Fakultas Kedokteran UGJ menganiaya Herry yang merupakan tenaga medis Klinik Cakrabuana dan Dosen FK UGJ.

Dugaan intervensi pihak kampus ini terlihat saat mengeliminasi kewenangan dan tanggung jawab korban sebagai dosen dan pelaksana harian Klinik Cakrabuana, (klinik tersebut di bawah naungan FK UGJ) saat menempuh jalur hukum. “Biarkan proses hukum berjalan, rektorat tidak boleh ikut campur,” kata Direktur Eksekutif Kajian Politik Adib Miftahul kepada wartawan, Kamis (1/7/2021). Baca juga: dr Herry Dianiaya Kepala Lab FK UGJ Cirebon Gara-gara Curiga Pembelian Rapid Test

Bahkan, belakangan terungkap pihak rektorat menghubungi Bupati Cirebon H Imron agar turut membantu pelaku agar tak ditahan di Rumah Tahanan alias Rutan. “Dari sini saja kita bertanya-tanya, kenapa yang justru dibela pelaku. Ini ada apa?” tanya Adib.

Sementara itu, dr Herry Nurhendriyana menuturkan, ketika membawa kasus penganiayaannya ke jalur hukum mendapat tekanan mulai dari Ketua Yayasan UGJ hingga rektorat. Ia mendapat berbagai ancaman dan diminta mencabut laporan polisi.

“Saya diberitahu oleh beberapa karyawan Fakultas Kedokteran bahwa jadwal mengajar saya telah diganti oleh dosen lain. Jadwal skill lab dan status pembimbing skripsi mahasiswa saya dicabut dan dialihkan kepada dosen lain tanpa alasan yang jelas oleh dekan,” kata Herry.

Kasus ini bermula dari kecurigaan dr Herry setelah dirinya mengungkap adanya kejanggalan pada adminitrasi Klinik dan Apotek Cakrabuana. Tanda tangannya di-scan tanpa izin untuk keperluan administrasi dan kuitansi Klinik dan Apotek Cakrabuana.

Tidak hanya itu, Herry mendapatkan informasi dari karyawan salah satu Apotek Cakrabuana bahwa telah ada pembelian alat rapid test tanpa sepengetahuanya. Pembelian alat tersebut dibeli klinik dari pelaku Donny dengan harga lebih tinggi dari harga pasaran pada umumnya.

"Saudara Donny menjual rapid antigen kepada Klinik dan Apotek Cakrabuana tanpa sepengetahuan saya dengan harga yaitu sebesar Rp2,9 juta per buah. Harga tersebut lebih tinggi dari harga yang ditawarkan oleh agen lain yaitu Rp1,7 juta," beber Herry.

Melihat kejanggalan itu, Herry kemudian memutuskan agar klinik dan apotek tidak lagi membeli peralatan rapid antigen kepada Donny. Akibat penganiayaan ini, Herry membuat laporan kepolisian dan sudah diproses hingga pelaku Donny mendekam di Rutan Lapas Kota Cirebon.

Namun, saat persidangan di Pengadilan Negeri Kota Cirebon, Hakim Ketua Ahmad Rifai memutuskan pelaku menjadi tahanan kota setelah adanya jaminan dari Wali Kota Cirebon H Nashrudin Azis dan Bupati Cirebon H Imron Rosyadi.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7923 seconds (0.1#10.140)