Penjual Ayam Goreng Keliling Ini Harus Makan Nasi Aking Demi Bertahan Hidup

Selasa, 26 Mei 2020 - 18:00 WIB
loading...
Penjual Ayam Goreng...
Hariadi saat menjajakan ayam gorengnya di Kotawaringin Barat. FOTO/iNews TV/Sigit Dzakwan
A A A
KOTAWARINGIN BARAT - Demi bertahan hidup dalam kondisi ekonomi sulit di tengah mewabahnya Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), seorang ayah di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng rela memakan nasi sisa atau biasa disebut aking yang dibelinya di pasar.

Sudah hampir tiga bulan terakhir ini, Hariadi bersama istri, lima anak, dan satu cucu hidup dalam kondisi sangat sulit. Pria 52 tahun warga asli Sragen , Jawa Tengah yang kini sudah memiliki kartu keluarga (KK) dan sudah menjadi penduduk Kotawaringin Barat ini setiap harinya berjualan ayam goreng keliling. (Baca juga: Penanganan Covid-19 di Muba Patut Dicontoh)

“Ya memang benar saya makan nasi aking sejak COVID-19 mewabah di Indonesia. Saya tidak ada pilihan lain. Tapi itu untuk saya saja, anak dan istri tetap makan nasi yang bagus,” ungkap Hariadi di depan rumah kontraknnya, Selasa (26/5/2020) siang.

Dia nekad membeli nasi sisa atau biasa disebut aking di pasar dengan harga Rp5.000 per kilogram. Pendapatannya berjualan ayam goreng keliling menurun drastis sejak mewabahnya virus corona.

Sebelumnya, dia mampu menghabiskan 5-6 kilogram ayam dan membawa uang bersih Rp200.000 dalam sehari. Pelanggannya banyak dari wilayah pesisir Kecamatan Kumai. “Hampir tiga bulan ini saya hanya mendapat uang bersih Rp50.000 per hari. Itu hasil penjualan 2 kilogram ayam setelah dipotong modal dan uang bensin,” ungkapnya.

Bahkan, rumah kontrakannya saat ini belum terbayar. Sewa rumah per tahun Rp8 juta. Beruntung yang punya rumah berbaik hati memberikan keringanan bisa membayar sewa rumah saat ekonomi kembali membaik.

“Saya merantau di Kalimantan sudah sekitar 7 tahunan, hidup mengontrak berpindah-pindah. Namun saat ini saya sudah menjadi warga Kobar dan sudah memiliki KK dan KTP,” ujar bapak ini dengan ceria meski perjalanan hidupnya sangat dramatis.

Dia mengaku selama hidup merantau di Kalimantan pernah menjadi tukang rosok (mencari barang bekas) hingga berjualan ayam goreng demi mencukupi kebutuhan keluarganya.

Meski hidup di bawah garis kemiskinan, tak nampak sama sekali kesedihan di raut wajahnya. Hariadi bisa menutupi kesulitannya dengan selalu optimistis dan tidak patah semangat. “Hidup terus berjalan dan saya harus menjalaninya selagi saya masih bisa berusaha sendiri. Total anak saya sebenarnya ada 7. Tiga anak dari istri pertama, dua anak bawaan dari istri sekarang ditambah 2 anak dari istri sekarang,” ujarnya.

“Namun dua anak saya sudah menetap di Pulau Jawa. Jadi sekarang yang di sini 5 anak. Sebelum COVID-19, satu anak perempuan saya yang sudah punya putra, kerja di Jawa. Karena kerjaannya ditutup, dia balik ke sini. Padahal biasanya anak saya ini ikut membantu keuangan rumah tangga kami,” imbuhnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2095 seconds (0.1#10.140)