ADPMET Tuntut Pusat Transparans, Ridwan Kamil: Dana Bagi Hasil Migas Masih Bermasalah

Kamis, 03 Juni 2021 - 17:58 WIB
loading...
ADPMET Tuntut Pusat...
Ketum ADPMET, Ridwan Kamil (dua kiri) memberikan keterangan seusai Rakernas dan Sosialisasi Hasil Munas IV ADPMET di Palembang, Sumsel, Kamis (3/6/2021). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
PALEMBANG - Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) menuntut transparansi pemerintah pusat dalam pengelolaan dana bagi hasil pengelolaan minyak dan gas (migas).

Baca juga: Jabat Ketum ADPMET, Ridwan Kamil Komitmen Hadirkan Keadilan

Tuntutan tersebut menjadi kesepakatan seluruh anggota ADPMET dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Sosialisasi Hasil Musyawarah Nasional (Munas) IV ADPMET yang digelar di Hotel Opi Wyndham, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (3/6/2021).

Baca juga: Sosok Anies dan Ganjar di Mata Ridwan Kamil di Tengah Isu Pilpres 2024

Ketua ADPMET, Ridwan Kamil mengatakan, selama ini daerah penghasil migas mendapatkan dana bagi hasil migas dari pemerintah pusat yang nilainya berbeda-beda. Namun, perhitungan dana bagi hasil tersebut masih bermasalah.

"Jadi gini, kalau ada ladang minyak di daerah-daerah itu kan uangnya ke pusat dulu, dari pusat nanti ada persentase ke daerah, itu namanya dana bagi hasil, beda-beda tiap daerah. Itu pun masih menjadi masalah karena neraca pengeboran itu kadang-kadang tidak transparans. Kata pusat bilangnya (hasil pengeboran) sekian, padahal ternyata lebih banyak, sehingga dapat ke daerahnya sedikit," tegas Ridwan Kamil seusai rakernas.

Oleh karenanya, Ridwan Kamil yang juga Gubernur Jawa Barat itu meminta pemerintah pusat bersikap transparans dalam mengelola dana bagi hasil yang disalurkan kepada daerah-daerah penghasil migas. Pasalnya, dana bagi hasil tersebut sangat dibutuhkan pemerintah daerah untuk mendukung program pembangunan.

Selain tuntutan tersebut, pria yang akrab disapa Kang Emil itu juga menyatakan, ADPMET akan memperjuangkan keberadaan ladang-ladang minyak marginal yang jumlahnya ribuan di seluruh Indonesia, agar dapat dikelola oleh pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Menurut dia, meskipun skalanya kecil, namun keberadaan ladang-ladang minyak marginal atau yang juga dikenal dengan istilah sumur minyak tua tersebut sangat luar biasa bagi daerah. Pasalnya, uang yang dihasilkan dari ladang minyak marginal dapat dipakai untuk membiayai pembangunan.

"Apa yang terjadi jika kita tidak diperjuangkan. Oleh Pertamina tidak dikelola, dikasihkan ke kita tidak, akhirnya diokupasi ilegal oleh masyarakat-masyarakat, organisasi-organisasi. Harusnya kita dapatkan hak, mau kita tertibkan kita tidak memiliki kewenangan, tapi kegiatannya ada," beber Ridwan Kamil.

"Itu kita mungkin kelasnya puluhan miliar (rupiah). Kalau untuk Pertamina terlalu kecil, tapi bagi kami bisa jadi puskesmas, jembatan, alun alun, bansos (bantuan sosial), kan lumayan. Duit itu akhirnya gak jelas, padahal kan minyaknya ada," sambungnya.

Kang Emil menyebut, perjuangan ADPMET untuk mengambil alih pengelolaan ladang-ladang minyak marginal tersebut sebagai bagian dari negosiasi pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, agar setiap daerah penghasil migas mendapatkan keadilan dan haknya.

"Kita akan memperjuangkan agar ladang-ladang minyak marginal yang kecil-kecil yang jumlahnya ribuan yang ternyata tidak terurus, tapi belum diserahkan kepada daerah, kami akan minta untuk diurus BUMD lokal," tegas Kang Emil seraya menargetkan bahwa hal itu dapat mulai terwujud tahun ini.

Tidak hanya itu, melalui ADPMET, Ridwan Kamil juga menyatakan bahwa pihaknya akan memperjuangkan hak daerah penghasil migas untuk mendapatkan dana bagi hasil berupa Participating Interest (PI) 10 persen dari investor migas.

"Jadi, investor yang mengerjakan proyek-proyek itu ada per tahun sharing keuntungan 10 persen, itu langsung masuk ke daerah tapi via BUMD. Nah pintu kedua ini banyak diem-diemnya sehingga daerah- daerah yang seharusnya mendapatkan haknya ternyata tidak mendapatkan haknya. Nah ini yang kita perjuangkan supaya mendapatkan hak yang sama," katanya.

Dengan dana-dana bagi hasil tersebut, kata Kang Emil, seluruh anggota ADPMET berkomitmen untuk mengalokasikan sebagaian dana bagi hasil tersebut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui peningkatan sektor pendidikan.

"Kita ingin melatih SDM-SDM Indonesia di daerah-daerah supaya jangan menjadi penonton. Oleh karena itu, kita akan lakukan edukasi, meminta dana bagi hasil untuk dialokasikan ke pendidikan," ucapnya.

Lebih lanjut Kang Emil mengatakan bahwa 2050 mendatang, Indonesia sebenarnya sudah dapat melepaskan diri 100 persen dari ketergantungan minyak bumi. Terlebih, dengan kekayaan alamnya, Indonesia memiliki beragam sumber energi terbarukan, mulai dari angin, matahari, air, hingga gas bumi yang melimpah.

"Ini harus menjadi mimpi bersama di daerah daerah supaya menjemput masa depan dengan energi terbarukan," imbuhnya.

Oleh karenanya, Kang Emil pun meminta seluruh anggota ADPMET mulai mengeluarkan kebijakan penggunaan fasilitas bertenaga energi terbarukan, seperti mobil listrik. Hal itu, kata Kang Emil, dapat menunjukkan semangat energi terbarukan dicita-citakan.

"Sekarang mungkin terlihat masih mahal investasi awal, itulah perlunya political will. Jangan ngitung-ngitung dengan harga sekarang, ya mahal karena lama-lama kita ketinggalan karena Asean, Swedia itu audah hampir 100 persen (menggunakan mobil listrik), maka kita terlambat," lanjut dia.

Dalam kesempatan itu, Kang Emil juga menyatakan bahwa keberadaan ADPMET menjadi sangat penting bagi daerah penghasil migas. Lewat ADPMET, daerah-daerah penghasil migas tak perlu bersusah payah untuk melobi pemerintah pusat.

"Kami kan punya anggota ratusan, kalau semua harus melobi kan energinya terlalu besar. Kami akan menjadi organisasi pelobi yang akan memfasilitasi daerah-daerah, sehingga tidak usah semua daerah seperti Gubernur Jabar yang harus bolak balik ke Jakarta untuk melobi itu, jadi organisasi ini untuk kepentingan daerah," tandasnya.

Di tempat yang sama, Gubernur Sumsel, Herman Deru menyambut baik penyelenggaraan ADPMET di Palembang. Melalui rakernas, kata Deru, daerah-daerah penghasil migas dapat memperjuangkan haknya atau setidaknya mengetahui hak-hak yang dapat diterimanya dari kekayaan migas di daerahnya masing-masing.

"Jadi kita sepakat mendorong pusat agar semakin transparans dalam menjaga yang rutin tadi sampai bagi hasilnya," katanya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2533 seconds (0.1#10.140)