Puluhan Tugu Itu Bercerita tentang Perang
loading...
A
A
A
HAMPARAN area sekira luas lapangan sepak bola itu tampak lengang. Puluhan tugu kokoh berdiri, dari 50 hingga 200 sentimeter tingginya. Rerata tugu-tugu itu warna putih pudar, isyarat fisik dimakan sang waktu. Kawasan itu sepi mencekam, lengang, tak ada suara, tak ada hiruk pikuk. Tapi sabar dulu. Ini bukan kawasan biasa.
Bagi pengunjung yang memiliki telinga dan mata pengetahuan, akan melihat kecamuk perang di sini. Ya, kawasan dengan puluhan tugu itu adalah kecamuk perang. Kawasan ini adalah makam para serdadu Belanda yang tewas dalam peperangan pada rentang waktu abad ke-17 hingga abad ke-20. Perang itu melawan musuh sesama Eropa yang berebut pengaruh di tanah ini. Perang itu melawan musuh, raja-raja pribumi yang dihasut, dan perang melawan kaum pribumi yang bangkit karena ditindas.
Berada di Jalan Pahlawan, Kelurahan Nunhila, Kecamatan Alak, Kota Kupang, makam tua peninggalan Belanda menjadi pengingat watak manusia sebagai homo homini lupus, makhluk yang saling memangsa satu sama lain. Puluhan tugu ada di makam ini, tanda ada homo (manusia) yang menjadikan kawasan ini sebagai tempat perisitirahatan akhir, area Requiescat in pace (RIP).
Tertera dalam tugu pudar itu nama W.L Rozet. Saking tak terawatnya makam ini, nama tahun kelahiran dan kematian tuan Rozet tak terbaca. Nama lain adalah O.J.M Hoocomer, tertulis lahir 1871-1918. Artinya Hoocomer meninggal di usia muda 47 tahun. Lebih muda lagi adalah Paul Antoine, tertulis di dinding tugu tahun kelahiran 1858 dan meninggal 1891. Artinya, Paul meninggal di usia 33 tahun. Mereka adalah patriot untuk negaranya Nederlands atau Belanda, karena tewas di medan perang.
Cerita Perang
Menurut catatan sejarah, Nederland menginjakkan kaki di daratan Pulau Timor pada abad ke-17. Namun sebelumnya, Portugis sudah datang terlebih dahulu di Pulau Timor, yaitu pada awal abad ke-16. Pada saat itu, Portugis langsung merangkul sejumlah kerajaan kecil. Yang paling berpengaruh adalah Kerajaan Wehali di Timor bagian tengah. Tahun 1556, Portugis mendirikan markas pertamanya di Timor. Untuk menguasai Timor serta menjadikannya sebagai koloni, Portugis membutuhkan waktu 30 tahun.
Kedatangan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di Timor pada 1640 menghantui koloni Portugis. VOC mendirikan benteng di Kupang dan membangun koloni di bawah pimpinan seorang Opperhoofd dengan pengaruh yang terbatas pada 5 kerajaan kecil di sekitar Kupang seperti Sonbai Kecil, Kupang-Helong, Amabi , Amfoang dan Taebenu. Sementara Portugal menaklukkan Wehali yang cukup kuat sehingga de facto Timor Barat dan Tengah dikendalikan Portugis.
Namun, pada pertempuran Penfui tahun 1749 Portugis dikalahkan oleh VOC. Dalam dua belas tahun berikutnya, politik lokal di Timor mengubah kesetiaan mereka dari Portugis ke Belanda. Pada tahun 1769, otoritas Portugis di pulau itu kemudian memindahkan markas mereka dari Lifau di barat ke Dili di timur.
Pada tahun 1819, Timor Barat menjadi jajahan otonom Belanda, yang diperintah oleh seorang residen dan dibagi atas 5 wilayah administratif: Timor, Roti, Sawu, Larantuka (Kabupaten Flores Timur), dan Sumba.
Perbatasan antara Timor Portugues dan Belanda ditentukan melalui Perjanjian Lisbon (1859), yang disusul oleh perjanjian lain pada tahun 1893. Meskipun demikian, persetujuan terakhir tercapai pada tahun 1916. Baca juga: Tentara Belanda Dilaporkan Bunuh Warga Sipil Afghanistan
Selama Perang Pasifik, Timor Belanda dan Portugis jatuh ke tangan Jepang, yang mengalahkan 600 prajurit garnisun Belanda dan sebuah kesatuan komando yang beranggotakan 1.400 prajurit Australia. Pada tanggal 14 Agustus 1945, pulau tersebut berhasil dibebaskan, dan 3 hari kemudian, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.
Belanda yang mencoba menjajah kembali harus berhadapan dengan perlawanan sengit dari pejuang kemerdekaan. Pada tahun 1950, Timor Belanda menjadi Timor Indonesia. Nama Timor Barat digunakan pada tahun 1975, ketika Indonesia menduduki Timor Portugis.
Lihat Juga: Kisah Jenderal Sudirman dan KH Masjkur Hanyutkan Diri ke Sungai Hindari Sergapan Belanda
Bagi pengunjung yang memiliki telinga dan mata pengetahuan, akan melihat kecamuk perang di sini. Ya, kawasan dengan puluhan tugu itu adalah kecamuk perang. Kawasan ini adalah makam para serdadu Belanda yang tewas dalam peperangan pada rentang waktu abad ke-17 hingga abad ke-20. Perang itu melawan musuh sesama Eropa yang berebut pengaruh di tanah ini. Perang itu melawan musuh, raja-raja pribumi yang dihasut, dan perang melawan kaum pribumi yang bangkit karena ditindas.
Berada di Jalan Pahlawan, Kelurahan Nunhila, Kecamatan Alak, Kota Kupang, makam tua peninggalan Belanda menjadi pengingat watak manusia sebagai homo homini lupus, makhluk yang saling memangsa satu sama lain. Puluhan tugu ada di makam ini, tanda ada homo (manusia) yang menjadikan kawasan ini sebagai tempat perisitirahatan akhir, area Requiescat in pace (RIP).
Tertera dalam tugu pudar itu nama W.L Rozet. Saking tak terawatnya makam ini, nama tahun kelahiran dan kematian tuan Rozet tak terbaca. Nama lain adalah O.J.M Hoocomer, tertulis lahir 1871-1918. Artinya Hoocomer meninggal di usia muda 47 tahun. Lebih muda lagi adalah Paul Antoine, tertulis di dinding tugu tahun kelahiran 1858 dan meninggal 1891. Artinya, Paul meninggal di usia 33 tahun. Mereka adalah patriot untuk negaranya Nederlands atau Belanda, karena tewas di medan perang.
Cerita Perang
Menurut catatan sejarah, Nederland menginjakkan kaki di daratan Pulau Timor pada abad ke-17. Namun sebelumnya, Portugis sudah datang terlebih dahulu di Pulau Timor, yaitu pada awal abad ke-16. Pada saat itu, Portugis langsung merangkul sejumlah kerajaan kecil. Yang paling berpengaruh adalah Kerajaan Wehali di Timor bagian tengah. Tahun 1556, Portugis mendirikan markas pertamanya di Timor. Untuk menguasai Timor serta menjadikannya sebagai koloni, Portugis membutuhkan waktu 30 tahun.
Kedatangan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di Timor pada 1640 menghantui koloni Portugis. VOC mendirikan benteng di Kupang dan membangun koloni di bawah pimpinan seorang Opperhoofd dengan pengaruh yang terbatas pada 5 kerajaan kecil di sekitar Kupang seperti Sonbai Kecil, Kupang-Helong, Amabi , Amfoang dan Taebenu. Sementara Portugal menaklukkan Wehali yang cukup kuat sehingga de facto Timor Barat dan Tengah dikendalikan Portugis.
Namun, pada pertempuran Penfui tahun 1749 Portugis dikalahkan oleh VOC. Dalam dua belas tahun berikutnya, politik lokal di Timor mengubah kesetiaan mereka dari Portugis ke Belanda. Pada tahun 1769, otoritas Portugis di pulau itu kemudian memindahkan markas mereka dari Lifau di barat ke Dili di timur.
Pada tahun 1819, Timor Barat menjadi jajahan otonom Belanda, yang diperintah oleh seorang residen dan dibagi atas 5 wilayah administratif: Timor, Roti, Sawu, Larantuka (Kabupaten Flores Timur), dan Sumba.
Perbatasan antara Timor Portugues dan Belanda ditentukan melalui Perjanjian Lisbon (1859), yang disusul oleh perjanjian lain pada tahun 1893. Meskipun demikian, persetujuan terakhir tercapai pada tahun 1916. Baca juga: Tentara Belanda Dilaporkan Bunuh Warga Sipil Afghanistan
Selama Perang Pasifik, Timor Belanda dan Portugis jatuh ke tangan Jepang, yang mengalahkan 600 prajurit garnisun Belanda dan sebuah kesatuan komando yang beranggotakan 1.400 prajurit Australia. Pada tanggal 14 Agustus 1945, pulau tersebut berhasil dibebaskan, dan 3 hari kemudian, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.
Belanda yang mencoba menjajah kembali harus berhadapan dengan perlawanan sengit dari pejuang kemerdekaan. Pada tahun 1950, Timor Belanda menjadi Timor Indonesia. Nama Timor Barat digunakan pada tahun 1975, ketika Indonesia menduduki Timor Portugis.
Lihat Juga: Kisah Jenderal Sudirman dan KH Masjkur Hanyutkan Diri ke Sungai Hindari Sergapan Belanda
(don)