AMAK Sebut Penyaluran BPNT di Tingkat Kabupaten Bermasalah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi Makassar (AMAK) menilai penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kementerian Sosial di Provinsi Sulsel bermasalah tentangkewenangan penuh kabupaten.
Hal itu disampaikan Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi Makassar (AMAK) yang melakukan audiensi di Kemensos, baru-baru ini. Mereka diterima langsung oleh Inspektur Jenderal Kemensos Dadang Iskandar.Sejumlah persoalan yang muncul pada penyaluran seperti pelanggaran pedoman umum dan tidak adanya evaluasi terhadap pemasok terkait komitmen 6T (Tepat Sasaran, Tepat Harga, Tepat Jumlah, Tepat Mutu, Tepat Waktu dan Tepat Administrasi).
Di hadapan Inspektur Jenderal Kemensos, Ketua Umum AMAK Makassar Rahmat Hidayat mengungkapkan bahwa BPNT di Sulsel semakin amburadul dengan tidak diaturnya siapa yang menjadi pemasok barang sejak Januari 2021 dan tidak adanya evaluasi terhadap pemasok terkait komitmen 6T (tepat sasaran, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu, Tepat Waktu dan Tepat Administrasi).
Hal ini kata dia, membuat kebijakan tersebut semakin tak jelas karena wewenang penuh ada di kabupaten untuk mengatur pemasok/suplayer, walaupun dalam Pedoman Umum (Pedum) BPNT 2020 tidak diatur terkait pemasok/suplayer.
"Tapi diatur terpisah melalui surat ederan kemensos terkait pemasok guna 6T ini terpenuhi untuk menjamin kepastian ketersedian barang untuk Kelompok Penerima Manfaat (KPM)," katanya.
Selain itu Rahmat Hidayat mengungkapkan bahawa, setelah pihaknya melakukan pengkajian terkait Program Sosial Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), pihaknya menemukan bahwa Program BPNT tidak maksimal karena Kabupaten tidak pernah melakukan evaluasi terhadap pemasok.
Selain itu kata dia, jelas bahwa berdasarkan surat ederan Dinas Sosial Provinsi Sulsel terkait pemasok kebijakannya mulai Januari 2021 wewenang penuh itu diberikan kepada kabupaten untuk mengatur pemasok.
"Dugaan awal kami bahwa tidak adanya regulasi jelas dan Pedum baru kami menduga banyak di kabupaten yang menyalahgunaan wewenang maupun pelanggaran karena Penyaluran BPNT terus bergulir di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan dan menemukan pelanggaran. Pasalnya, penyaluran tidak sesuai pedoman umum (pedum)," katanya.
Alhasil, kata dia, banyak warga yang dirugikan. Padahal melihat program sosial tidak lagi bertujuan untuk pemunuhan gizi masyarakat.
"Tapi kami melihat dengan tidak adanya regulasi yang jelas yang membuat ini murni rantai bisnis pemasok," katanya.
Selain itu, dirinya mengatakan, penting juga diketahui oleh publik bahwa awalnya pihaknya sempat keliru terkait gaduhnya soal SK yang dikeluarkan olehSekprov dalam hal ini dia sebagai tim koordinsi (tikor).
Namun lanjutnya, setelah melakukan komfirmasi ke Kemensos dan mengkaji bahwa terkait SK Supalyer tersebut ternyata hanya surat persetujuan suplayer yang sebelumnya di rekomendasikan dari tikor kabupaten.
"Artinya bahwa surat keputusan itu dilanjutkan oleh Tikor Provinsi berdasarkan rekomendasi dari tikor Kabupaten," lanjutnya.
Untuk itu kata dia, agar program ini tidak gaduh perlu kiranya secepatnya pedum baru dan wewenang Tikor provinsi untuk bisa mengambil kembali wewenang untuk evaluasi supalyer yang tidak bisa melaksanakan 6T.
"Dan jangan lupa program ini adalah untuk pemenuhan Gizi seimbang untuk masyarakat miskin, maka perlu kiranya secepatnya mengambil langkah agar kegaduhan di beberapa kabupaten selesai dan hak masyarakat untuk mendapat gizi seimbang itu terpenuhi melalui program ini," tutupnya.
Hal itu disampaikan Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi Makassar (AMAK) yang melakukan audiensi di Kemensos, baru-baru ini. Mereka diterima langsung oleh Inspektur Jenderal Kemensos Dadang Iskandar.Sejumlah persoalan yang muncul pada penyaluran seperti pelanggaran pedoman umum dan tidak adanya evaluasi terhadap pemasok terkait komitmen 6T (Tepat Sasaran, Tepat Harga, Tepat Jumlah, Tepat Mutu, Tepat Waktu dan Tepat Administrasi).
Di hadapan Inspektur Jenderal Kemensos, Ketua Umum AMAK Makassar Rahmat Hidayat mengungkapkan bahwa BPNT di Sulsel semakin amburadul dengan tidak diaturnya siapa yang menjadi pemasok barang sejak Januari 2021 dan tidak adanya evaluasi terhadap pemasok terkait komitmen 6T (tepat sasaran, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu, Tepat Waktu dan Tepat Administrasi).
Hal ini kata dia, membuat kebijakan tersebut semakin tak jelas karena wewenang penuh ada di kabupaten untuk mengatur pemasok/suplayer, walaupun dalam Pedoman Umum (Pedum) BPNT 2020 tidak diatur terkait pemasok/suplayer.
"Tapi diatur terpisah melalui surat ederan kemensos terkait pemasok guna 6T ini terpenuhi untuk menjamin kepastian ketersedian barang untuk Kelompok Penerima Manfaat (KPM)," katanya.
Selain itu Rahmat Hidayat mengungkapkan bahawa, setelah pihaknya melakukan pengkajian terkait Program Sosial Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), pihaknya menemukan bahwa Program BPNT tidak maksimal karena Kabupaten tidak pernah melakukan evaluasi terhadap pemasok.
Selain itu kata dia, jelas bahwa berdasarkan surat ederan Dinas Sosial Provinsi Sulsel terkait pemasok kebijakannya mulai Januari 2021 wewenang penuh itu diberikan kepada kabupaten untuk mengatur pemasok.
"Dugaan awal kami bahwa tidak adanya regulasi jelas dan Pedum baru kami menduga banyak di kabupaten yang menyalahgunaan wewenang maupun pelanggaran karena Penyaluran BPNT terus bergulir di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan dan menemukan pelanggaran. Pasalnya, penyaluran tidak sesuai pedoman umum (pedum)," katanya.
Alhasil, kata dia, banyak warga yang dirugikan. Padahal melihat program sosial tidak lagi bertujuan untuk pemunuhan gizi masyarakat.
"Tapi kami melihat dengan tidak adanya regulasi yang jelas yang membuat ini murni rantai bisnis pemasok," katanya.
Selain itu, dirinya mengatakan, penting juga diketahui oleh publik bahwa awalnya pihaknya sempat keliru terkait gaduhnya soal SK yang dikeluarkan olehSekprov dalam hal ini dia sebagai tim koordinsi (tikor).
Namun lanjutnya, setelah melakukan komfirmasi ke Kemensos dan mengkaji bahwa terkait SK Supalyer tersebut ternyata hanya surat persetujuan suplayer yang sebelumnya di rekomendasikan dari tikor kabupaten.
"Artinya bahwa surat keputusan itu dilanjutkan oleh Tikor Provinsi berdasarkan rekomendasi dari tikor Kabupaten," lanjutnya.
Untuk itu kata dia, agar program ini tidak gaduh perlu kiranya secepatnya pedum baru dan wewenang Tikor provinsi untuk bisa mengambil kembali wewenang untuk evaluasi supalyer yang tidak bisa melaksanakan 6T.
"Dan jangan lupa program ini adalah untuk pemenuhan Gizi seimbang untuk masyarakat miskin, maka perlu kiranya secepatnya mengambil langkah agar kegaduhan di beberapa kabupaten selesai dan hak masyarakat untuk mendapat gizi seimbang itu terpenuhi melalui program ini," tutupnya.
(agn)