Perang Saudara di Beoga Berakhir, Hukum Positif Ditegakkan
loading...
A
A
A
BEOGA - Perang saudara yaitu prosesi adat belah kayu dan patah panah, antara kubu Aten Kum dan Oaniti Manga berakhir. Pemerintah Kabupaten Puncak yang dipimpin oleh Bupati Puncak Willem Wandik dan Pimpinan dan anggota DPRD Puncak berhasil memediasi proses perdamaian perang saudara tersebut.
Sebelumnya kedua belah pihak saling menyerang dengan anak panah. Akibatnya satu orang meninggal dunia dan puluhan luka panah. Perang terjadi di Kampong Julukoma, Distrik Beoga. Perang ini terjadi sejak Selasa, (23/3/2021).
Dalam penyelesaiannya, hukum positif sudah diberlakukan. Pelaku perzinaan Aten Kum dan pelaku perang telah ditahan aparat Polres Puncak. Mereka dibawa ke Ilaga dan ditahan untuk menjalani proses hukum selanjutnya.
Untuk diketahui peristiwa perang saudara ini, berawal dari kasus perzinaan antara Aten Kum dan istri dari Oanti Manga. Dalam hal ini terjadi tarik menarik denda adat. Selanjutnya, kedua belah pihak angkat panah, menyebabkan satu gembala menjadi korban terkena anak panah dan meninggal dunia saat perawatan di RS di Timika. Hal ini memantik perang menjadi besar.
Bupati Puncak Willem Wandik turun tangan untuk mengakhiri perang. Pada Kamis, (1/42021) ia bersama pimpinan dan anggota DPRD Puncak, Kapolres Puncak Kompol I Nyoman Punia, serta TNI, turun ke Distrik Beoga untuk mendamaikan perang saudara tersebut.
Ia menyatakan pihaknya akan berkomitmen menegakkan hukum positif. Ke depan, jika terjadi lagi perang, pihaknya akan memproses secara hukum.
“Kita mulai menegakkan hukum, apalagi kita sudah punya aparat penegak hukum, ada polres, ada Kodim dan Kormail, siapa berbuat, dialah yang menanggung akibat hukuman, kasus ini akan menjadi efek jera, tidak boleh lagi main hakim sendiri, adat, atau angkat panah lagi,” katanya.
Di lokasi perang pun juga telah ada pihak militer TPM-OPM lengkap dengan senjata. Namun saat bupati beserta rombongan turun ke lapangan, tidak disertai TNI-POLRI. Ini untuk mencegah terjadi kontak senjata dengan pasukan TPM-OPM.
“Misi utama kita adalah, untuk mendamaikan perang saudara. Ternyata sudah ada pasukan TPM-OPM di sana. Setelah berkoordinasi, disepakati, saya bersama DPRD saja yang ke lokasi perang, sementara TNI-Polri tetap saja di Ibu Kota Distrik,” ujar Bupati Puncak Willem Wandik.
Menurut Bupati, di lokasi perang, tim Bupati dikawal ketat oleh militer TPM-OPM. Kehadiran pasukan TPM-OPM, ikut menjaga keamanan. Mereka turut mendesak agar terjadi proses perdamaian adat kedua kubu yang berperang.
Diceritakan Bupati, mereka turut menangkap pelaku perang, dan menyerahkan ke Bupati. Proses perdamaian ini, ungkap Bupati tercepat dalam sejarah perang saudara di Kabupaten Puncak bahkan di wilayah pegunungan tengah. Karena berdamai hanya dalam waktu 3 hari.
“Biasanya kalau perang adat begini, makan waktu yang cukup lama, karena saling balas, namun proses perdamaian kali ini merupakan sejarah, karena tercepat, perang hanya tiga hari,” ujarnya.
Lanjut Bupati, kehadiran pasukan TPM-OPM di lokasi perang memiliki tujuan yang sama yaitu agar tidak ada pertumpahan darah antarsaudara.
Kata Bupati, prosesi adat perdamaian ini juga terjadi tepat di Hari Paskah, Jumat Agung. "Artinya misi Yesus hadir di dunia adalah keselamatan, kedamaian, menyelamatkan manusia melalui kayu salib, untuk menuju kehidupan dan makna itu secara tidak langsung sudah dilakukan oleh kedua belah kubu," tuturnya.
Ia menyatakan Wujud konkrit dari kematian dan kebangkitan Tuhan Jesus, terjadi saat proses perdamaian ini. "Segala perbuatan perang, warga mati, semua sudah didamaikan dengan adanya kebangkitan Tuhan Yesus setelah mati dikayu salib,” kata Bupati.
Sementara itu, Kapolres Puncak Kompol I Nyoman Punia mengatakan misi utama Bupati adalah mengamankan warganya yang sedang perang. Sehingga ketika diketahui anggota TPM-OPM ada di lokasi perang, pihaknya lebih memilih untuk menahan diri. Semua demi satu tujuan adalah perang saudara harus segera diselesaikan.
“Kita menahan diri, yang utama adalah perdamaian antara kedua belah pihak bisa aman, ternyata sudah aman, dan satu pelaku, sudah kita amankan, dan kita akan antara ke Ilaga, untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di negera ini,” ucapnya.
Kapolres juga mengimbau agar tidak terjadi lagi perang saudara. Karena perang saudara hanya membawa kerugian besar bagi warga. Warga akan kehilangan nyawa, harta dan benda bahkan keluarga.
"Jika ada persoalan, maka serahkan saja kepada aparat keamanan,sehingga hukum yang akan ditegakkan, bukan pakai angkat panah lagi," katanya.
Usai prosesi adat, dilakukan penandatangan surat pernyataan oleh para tokoh dari kedua belah pihak. "Jika ada yang berani mengulang, maka harus berani menerima konsekuensi hukum," ujarnya.
Sebelumnya kedua belah pihak saling menyerang dengan anak panah. Akibatnya satu orang meninggal dunia dan puluhan luka panah. Perang terjadi di Kampong Julukoma, Distrik Beoga. Perang ini terjadi sejak Selasa, (23/3/2021).
Dalam penyelesaiannya, hukum positif sudah diberlakukan. Pelaku perzinaan Aten Kum dan pelaku perang telah ditahan aparat Polres Puncak. Mereka dibawa ke Ilaga dan ditahan untuk menjalani proses hukum selanjutnya.
Untuk diketahui peristiwa perang saudara ini, berawal dari kasus perzinaan antara Aten Kum dan istri dari Oanti Manga. Dalam hal ini terjadi tarik menarik denda adat. Selanjutnya, kedua belah pihak angkat panah, menyebabkan satu gembala menjadi korban terkena anak panah dan meninggal dunia saat perawatan di RS di Timika. Hal ini memantik perang menjadi besar.
Bupati Puncak Willem Wandik turun tangan untuk mengakhiri perang. Pada Kamis, (1/42021) ia bersama pimpinan dan anggota DPRD Puncak, Kapolres Puncak Kompol I Nyoman Punia, serta TNI, turun ke Distrik Beoga untuk mendamaikan perang saudara tersebut.
Ia menyatakan pihaknya akan berkomitmen menegakkan hukum positif. Ke depan, jika terjadi lagi perang, pihaknya akan memproses secara hukum.
“Kita mulai menegakkan hukum, apalagi kita sudah punya aparat penegak hukum, ada polres, ada Kodim dan Kormail, siapa berbuat, dialah yang menanggung akibat hukuman, kasus ini akan menjadi efek jera, tidak boleh lagi main hakim sendiri, adat, atau angkat panah lagi,” katanya.
Di lokasi perang pun juga telah ada pihak militer TPM-OPM lengkap dengan senjata. Namun saat bupati beserta rombongan turun ke lapangan, tidak disertai TNI-POLRI. Ini untuk mencegah terjadi kontak senjata dengan pasukan TPM-OPM.
“Misi utama kita adalah, untuk mendamaikan perang saudara. Ternyata sudah ada pasukan TPM-OPM di sana. Setelah berkoordinasi, disepakati, saya bersama DPRD saja yang ke lokasi perang, sementara TNI-Polri tetap saja di Ibu Kota Distrik,” ujar Bupati Puncak Willem Wandik.
Menurut Bupati, di lokasi perang, tim Bupati dikawal ketat oleh militer TPM-OPM. Kehadiran pasukan TPM-OPM, ikut menjaga keamanan. Mereka turut mendesak agar terjadi proses perdamaian adat kedua kubu yang berperang.
Diceritakan Bupati, mereka turut menangkap pelaku perang, dan menyerahkan ke Bupati. Proses perdamaian ini, ungkap Bupati tercepat dalam sejarah perang saudara di Kabupaten Puncak bahkan di wilayah pegunungan tengah. Karena berdamai hanya dalam waktu 3 hari.
“Biasanya kalau perang adat begini, makan waktu yang cukup lama, karena saling balas, namun proses perdamaian kali ini merupakan sejarah, karena tercepat, perang hanya tiga hari,” ujarnya.
Lanjut Bupati, kehadiran pasukan TPM-OPM di lokasi perang memiliki tujuan yang sama yaitu agar tidak ada pertumpahan darah antarsaudara.
Kata Bupati, prosesi adat perdamaian ini juga terjadi tepat di Hari Paskah, Jumat Agung. "Artinya misi Yesus hadir di dunia adalah keselamatan, kedamaian, menyelamatkan manusia melalui kayu salib, untuk menuju kehidupan dan makna itu secara tidak langsung sudah dilakukan oleh kedua belah kubu," tuturnya.
Ia menyatakan Wujud konkrit dari kematian dan kebangkitan Tuhan Jesus, terjadi saat proses perdamaian ini. "Segala perbuatan perang, warga mati, semua sudah didamaikan dengan adanya kebangkitan Tuhan Yesus setelah mati dikayu salib,” kata Bupati.
Sementara itu, Kapolres Puncak Kompol I Nyoman Punia mengatakan misi utama Bupati adalah mengamankan warganya yang sedang perang. Sehingga ketika diketahui anggota TPM-OPM ada di lokasi perang, pihaknya lebih memilih untuk menahan diri. Semua demi satu tujuan adalah perang saudara harus segera diselesaikan.
“Kita menahan diri, yang utama adalah perdamaian antara kedua belah pihak bisa aman, ternyata sudah aman, dan satu pelaku, sudah kita amankan, dan kita akan antara ke Ilaga, untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di negera ini,” ucapnya.
Kapolres juga mengimbau agar tidak terjadi lagi perang saudara. Karena perang saudara hanya membawa kerugian besar bagi warga. Warga akan kehilangan nyawa, harta dan benda bahkan keluarga.
"Jika ada persoalan, maka serahkan saja kepada aparat keamanan,sehingga hukum yang akan ditegakkan, bukan pakai angkat panah lagi," katanya.
Usai prosesi adat, dilakukan penandatangan surat pernyataan oleh para tokoh dari kedua belah pihak. "Jika ada yang berani mengulang, maka harus berani menerima konsekuensi hukum," ujarnya.
(atk)