Siaran Televisi Analog Berakhir 2022, ATVSI: yang Kita Pikir Bagaimana Masyarakat
loading...
A
A
A
SOLO - Penghentian siaran analog atau Analog Switch Off (ASO) siap diberlakukan satu tahun lagi. Nantinya, mulai 2 November 2022 masyarakat luas tidak bisa lagi mengakses siaran berbasis analog. Sebagai gantinya, seluruh siaran televisi di Indonesia beralih ke basis televisi digital .
Menanggapi penghentian siaran televisi berbasis analog, diakhir tahun 2022, Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafri Nasution menyatakan kesiapannya.
Menurut Syafri, sebagian dari anggota ATVSI secara bertahap mulai memindahkan sistem siarannya dari analog ke sistem Digital. Sehingga pada akhirnya, pada waktu yang sudah ditentukan, 2 November 2022 seluruh siaran televisi berbasis analog sudah diakhiri seluruhnya.
“Sebenarnya dari kami secara bertahap mulai mengalihkan sistem siaran dari analog ke sistem Digital. Harapannya, 2 November 2022 nanti seluruh analog itu berhenti dan masuk ke digital,” kata Syafri , dalam webinar Migrasi sistem penyiaran analog ke digital di Hotel Novotel, Solo, Selasa (30/3/2021).
Direktur Corporate Secretary MNC Group menyebutkan, tantangan terberat peralihan dari siaran analog pada sistem digital itu bukan terletak sisi lembaga penyiarannya, namun tantangan terberat itu sebenarnya terletak pada masyarakatnya.
Pasalnya, saat siaran analog resmi dihentikan beralih pada sistem digital, apakah masyarakatnya sudah memiliki perangkat digitalnya. Sehingga pada saat sistem digital itu diberlakukan, maka masyarakat sudah bisa menonton televisi lagi.
“Yang dipikirkan itu bukan lembaga penyiarannya. Kalau dari sisi lembaga penyiaran, kita siap. Yang harus dipikirkan itu masyarakatnya. Jangan sampai pada saat pelaksana, mereka belum siap untuk menonton karena belum punya televisi digital,"tegasnya.
Dengan penghentian siaran televisi dari sistem analog ke digital akan bermunculan media-media baru. ATVSI berharap pada pemerintah dan DPR, yang namanya media baru itu diatur UU ITE namun kontennya belum diatur. Padahal, yang penting adalah kontennya. Yaitu untuk mencerdaskan bangsa ini dan membuat masyarakat tenang.
"Kalau kontennya tidak diaturmembahayakan sekali. Sebagai contoh tayangan di industri penyiaran,iklan rokok hanya boleh ditayangkan diatas jam 10 malam. Tapi di media baru tanpa batas. Begitu juga informasi-infotrasinya.Kalau di penyiaran ini ada P3SPS yang mengatur tentang kontenya.Tapi di media baru tidak diatur. Jadi inilah yang perlu diatur oleh pemerintah juga DPR dalam UU penyiaran nanti,"terangnya.
Saat disinggung banyaknya konten di YouTube dan Instagram yang banyak mengambil konten dari anggota ATVSI. Diakui oleh Syarif memang seharusnya hal itu tidak diambil begitu saja. Dan memang ada kerjasama antara lembaga penyiaran swasta dengan youtube.
"Memang (dengan YouTube) sudah ada kerjasamanya. Namun memang disini artinya, ketidakadaan keseimbagangan. Kenapa ada kerjasama, ya, itu tadi (YouTube, IG) dan di dunia penyiaran ini, juga perlu ada pemasukan. Dengan (youtube) tidak ada hambatan untuk menayangkan iklan apapapun. Sehingga untuk menambah, ya larinya ke situ (youtube). Bukan berarti mereka mengambil tanpa ijin. Memang semua ada kerja sama,” pungkasnya.
Menanggapi penghentian siaran televisi berbasis analog, diakhir tahun 2022, Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafri Nasution menyatakan kesiapannya.
Menurut Syafri, sebagian dari anggota ATVSI secara bertahap mulai memindahkan sistem siarannya dari analog ke sistem Digital. Sehingga pada akhirnya, pada waktu yang sudah ditentukan, 2 November 2022 seluruh siaran televisi berbasis analog sudah diakhiri seluruhnya.
“Sebenarnya dari kami secara bertahap mulai mengalihkan sistem siaran dari analog ke sistem Digital. Harapannya, 2 November 2022 nanti seluruh analog itu berhenti dan masuk ke digital,” kata Syafri , dalam webinar Migrasi sistem penyiaran analog ke digital di Hotel Novotel, Solo, Selasa (30/3/2021).
Direktur Corporate Secretary MNC Group menyebutkan, tantangan terberat peralihan dari siaran analog pada sistem digital itu bukan terletak sisi lembaga penyiarannya, namun tantangan terberat itu sebenarnya terletak pada masyarakatnya.
Pasalnya, saat siaran analog resmi dihentikan beralih pada sistem digital, apakah masyarakatnya sudah memiliki perangkat digitalnya. Sehingga pada saat sistem digital itu diberlakukan, maka masyarakat sudah bisa menonton televisi lagi.
“Yang dipikirkan itu bukan lembaga penyiarannya. Kalau dari sisi lembaga penyiaran, kita siap. Yang harus dipikirkan itu masyarakatnya. Jangan sampai pada saat pelaksana, mereka belum siap untuk menonton karena belum punya televisi digital,"tegasnya.
Dengan penghentian siaran televisi dari sistem analog ke digital akan bermunculan media-media baru. ATVSI berharap pada pemerintah dan DPR, yang namanya media baru itu diatur UU ITE namun kontennya belum diatur. Padahal, yang penting adalah kontennya. Yaitu untuk mencerdaskan bangsa ini dan membuat masyarakat tenang.
"Kalau kontennya tidak diaturmembahayakan sekali. Sebagai contoh tayangan di industri penyiaran,iklan rokok hanya boleh ditayangkan diatas jam 10 malam. Tapi di media baru tanpa batas. Begitu juga informasi-infotrasinya.Kalau di penyiaran ini ada P3SPS yang mengatur tentang kontenya.Tapi di media baru tidak diatur. Jadi inilah yang perlu diatur oleh pemerintah juga DPR dalam UU penyiaran nanti,"terangnya.
Saat disinggung banyaknya konten di YouTube dan Instagram yang banyak mengambil konten dari anggota ATVSI. Diakui oleh Syarif memang seharusnya hal itu tidak diambil begitu saja. Dan memang ada kerjasama antara lembaga penyiaran swasta dengan youtube.
"Memang (dengan YouTube) sudah ada kerjasamanya. Namun memang disini artinya, ketidakadaan keseimbagangan. Kenapa ada kerjasama, ya, itu tadi (YouTube, IG) dan di dunia penyiaran ini, juga perlu ada pemasukan. Dengan (youtube) tidak ada hambatan untuk menayangkan iklan apapapun. Sehingga untuk menambah, ya larinya ke situ (youtube). Bukan berarti mereka mengambil tanpa ijin. Memang semua ada kerja sama,” pungkasnya.
(nic)