Aktivitas Tambang Liar di Area Pegunungan Luwu Disoroti
loading...
A
A
A
LUWU - Sejumlah aktivitas tambang liar di gunung yang terletak di Kabupaten Luwu, menuai sorotan dari berbagai pihak.
Termasuk dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulsel, Husmaruddin. Ia menyorot dan mulai angkat bicara adanya aktivitas tambang di Luwu yang tidak mengantongi izin.
Salah satunya, dugaan aktivitas tambang di pegunungan (Buntu) Lebani. Menurutnya, dirinya telah melakukan pengawasan di wilayah ini dan ditemuinya sejumlah fakta.
"Hari Ahad saya naik motor mengelilingi Buntu (gunung.red) Lebani. Wilayah ini kita ketahui sebagai pusat segi tiga emas Kota Belopa, Luwu. Dan ini sudah dicanangkan sejak 20 tahun lalu," ujarnya.
"Saya menyaksikan gunung ini dirusak di beberapa titik, ditambang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Celakanya alatnya PUPR Pemkab Luwu yang digunakan untuk merusak," lanjutnya.
Melihat hal itu, Husmaruddin, melakukan komunikasi dengan masyarakat dan mencari tahu apa yang terjadi di lokasi ini. "Informasinya, lokasi yang digali adalah milik pribadi dan kata warga dan Kepala Desa Lebani, pemiliknya orang dekat bupati," ujar polisiti senior di Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Menurut mantan Kepala Desa di Luwu selama dua periode ini, pegunungan Lebani luasnya mencapai 134 hektar. Kawasan ini terdiri dari hutan kota di mana dalam lokasi ini terdapat cagar budaya , situs sejarah yang menjadi kekayaan dunia dan Tana Luwu.
Olehnya itu, sebagai anggota DPRD Provinsi, dirinya berharap Pemkab Luwu memperhatikan hal tersebut. "Saya tidak ada niat melarang warga tinggal di sana, dirikan rumah, tanam pohon, jika memang ada lahan milik pribadi mereka, tapi jangan merusak, lingkungan harus dijaga, jangan dikeruk seperti itu karena bisa mengancam cagar budaya di sana," katanya.
"Kita berharap, Pemkab Luwu , mengaturnya, bahwa masyarakat yang punya lahan di sana tidak melakukan aktifitas yang ilegal seperti penambangan atau pengerukan yang bisa berdampak kerusakan lingkungan dan tidak melakukan aktifitas yang juga bisa mengancam keberadaan situs sejarah di sana," tambah Husmaruddin.
Kepada Pemkab Luwu, dirinya mengusulkan penganggaran Detail Engineering Design (DED) dan nilainya antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Dengan dasar itu kata dia, akan membuka jalan pemerintah provinsi atau pusat untuk membantu.
"Buatkan DED, ini bisa memperoleh dana besar dari Balai Cagar Budaya untuk membangun sarana prasarana untuk wisata dunia, seperti Gunung di Toraja," ungkapnya.
"Saya yakin kalau Bupati Luwu, mengatahui pasti marah, karena waktu beliau Bupati pertama 2004 - 2009 dan saya Wakil Ketua DPRD saat itu, beberapa kali bersama masyarakat menanam pohon di Buntu Lebani," lanjutnya lagi.
Kekawatirannya akan pengrusakan gunung dan terancamnya kepunuhan cagar Budaya di Buntu Lebani menurutnya bukan tanpa alasan. Karena sejumlah peninggalan sejarah di sana yang mestinya dijaga bersama telah rusak.
Diketahui, sejumlah cagar budaya di lokasi ini oleh warga setempat disebutkan, diantaranya 27 jenis batu bersejarah, Liang-Liang, Gua, Batu yang menyerupai alat kelamin perempuan dan laki-laki, issong atau batu atau batu ulekan, dan banyak lagi bentuk yang merupakan peninggalan yang memiliki nilai sejarah.
Termasuk dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulsel, Husmaruddin. Ia menyorot dan mulai angkat bicara adanya aktivitas tambang di Luwu yang tidak mengantongi izin.
Salah satunya, dugaan aktivitas tambang di pegunungan (Buntu) Lebani. Menurutnya, dirinya telah melakukan pengawasan di wilayah ini dan ditemuinya sejumlah fakta.
"Hari Ahad saya naik motor mengelilingi Buntu (gunung.red) Lebani. Wilayah ini kita ketahui sebagai pusat segi tiga emas Kota Belopa, Luwu. Dan ini sudah dicanangkan sejak 20 tahun lalu," ujarnya.
"Saya menyaksikan gunung ini dirusak di beberapa titik, ditambang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Celakanya alatnya PUPR Pemkab Luwu yang digunakan untuk merusak," lanjutnya.
Melihat hal itu, Husmaruddin, melakukan komunikasi dengan masyarakat dan mencari tahu apa yang terjadi di lokasi ini. "Informasinya, lokasi yang digali adalah milik pribadi dan kata warga dan Kepala Desa Lebani, pemiliknya orang dekat bupati," ujar polisiti senior di Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Menurut mantan Kepala Desa di Luwu selama dua periode ini, pegunungan Lebani luasnya mencapai 134 hektar. Kawasan ini terdiri dari hutan kota di mana dalam lokasi ini terdapat cagar budaya , situs sejarah yang menjadi kekayaan dunia dan Tana Luwu.
Olehnya itu, sebagai anggota DPRD Provinsi, dirinya berharap Pemkab Luwu memperhatikan hal tersebut. "Saya tidak ada niat melarang warga tinggal di sana, dirikan rumah, tanam pohon, jika memang ada lahan milik pribadi mereka, tapi jangan merusak, lingkungan harus dijaga, jangan dikeruk seperti itu karena bisa mengancam cagar budaya di sana," katanya.
"Kita berharap, Pemkab Luwu , mengaturnya, bahwa masyarakat yang punya lahan di sana tidak melakukan aktifitas yang ilegal seperti penambangan atau pengerukan yang bisa berdampak kerusakan lingkungan dan tidak melakukan aktifitas yang juga bisa mengancam keberadaan situs sejarah di sana," tambah Husmaruddin.
Kepada Pemkab Luwu, dirinya mengusulkan penganggaran Detail Engineering Design (DED) dan nilainya antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Dengan dasar itu kata dia, akan membuka jalan pemerintah provinsi atau pusat untuk membantu.
"Buatkan DED, ini bisa memperoleh dana besar dari Balai Cagar Budaya untuk membangun sarana prasarana untuk wisata dunia, seperti Gunung di Toraja," ungkapnya.
"Saya yakin kalau Bupati Luwu, mengatahui pasti marah, karena waktu beliau Bupati pertama 2004 - 2009 dan saya Wakil Ketua DPRD saat itu, beberapa kali bersama masyarakat menanam pohon di Buntu Lebani," lanjutnya lagi.
Kekawatirannya akan pengrusakan gunung dan terancamnya kepunuhan cagar Budaya di Buntu Lebani menurutnya bukan tanpa alasan. Karena sejumlah peninggalan sejarah di sana yang mestinya dijaga bersama telah rusak.
Diketahui, sejumlah cagar budaya di lokasi ini oleh warga setempat disebutkan, diantaranya 27 jenis batu bersejarah, Liang-Liang, Gua, Batu yang menyerupai alat kelamin perempuan dan laki-laki, issong atau batu atau batu ulekan, dan banyak lagi bentuk yang merupakan peninggalan yang memiliki nilai sejarah.
(agn)