PT BNP Sebut Pengambilalihan Aset Kapal di Pelabuhan Makassar Ilegal

Rabu, 24 Februari 2021 - 20:13 WIB
loading...
PT BNP Sebut Pengambilalihan Aset Kapal di Pelabuhan Makassar Ilegal
Aktifitas persiapan transfer kabel ke kapal Malaysia DNex dari Kapal CS NEX milik PT Bina Nusantara Perkasa. Foto/Ist.
A A A
MAKASSAR - Kasus PT Bina Nusantara Perkasa (BNP) yang diajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh para suplier akibat kolaps semakin tidak jelas. Penyelesaian status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) perusahaan itu semakin melebar, menyusul adanya pengalihan proyek kabel optik.

Terbaru, aset kapal CS NEX diambil-alih oleh pihak pengurus yang dianggap ilegal. Selanjutnya, kendali pengelolaan kapal yang sandar di Pelabuhan Makassar , Sulsel, itu dialihkan ke perusahaan lain yakni PT Era Nusantara Jayamahe. Perusahaan itu pula yang mengambilalih proyek Telkominfra berupa pemasangan kabel proyek Luwuk-Morowali dan Labuhan Bajo-Rabat.

Kuasa hukum PT BNP, Ade Arif Hamdan, berpendapat pengambilalihan kapal tersebut beserta asetnya jelas ilegal karena dilakukan oleh pengurus yang dianggapnya tidak sah di mata hukum. Hal itu merujuk adanya penambahan pengurus secara diam-diam yang mekanismenya menyalahi aturan.

Ia menilai dalam penyelesaian kasus PT BNP, ada oknum pengurus yang tidak lagi independen. Bisa dilihat dari pengambilalihan kapal CS NEX di Pelabuhan Makassar yang dinilainya ilegal. Bahkan, ia menyebut pengambilalihan kapal itu bisa disamakan dengan perampasan kapal.



"Dalam perkara ini jelas seorang pengurus tidak independen. Hakim pengawas telah gagal mengawasi kerja pengurus bahkan dengan diam diam telah menambah pengurus. Oknum pengurus ini telah melakukan perbuatan melawan hukum denganbekerja sama dengan pihak ketiga. Ini jelas perampasan kapal," kata Ade, dalam keterangan persnya, Rabu (23/2) malam.

Diketahui pengambilalihan kapal terjadi pasca-penambahan pengurus baru. Ironisnya, pengurus lama tidak mengetahui adanya penambahan pengurus yang ditetapkan pihak pengadilan. Kebijakan itu jelas melanggar Pasal 236 UU Nomor 37 Tahun 2004 yang mengatur bahwa penambahan pengurus harus didahului dengan mengundang pengurus yang ada.

Keberadaan pengurus baru, Ade menyebut baru diketahui pihaknya setelah kapten kapal melaporkan adanya surat dari tim pengurus PT BNP per tanggal 19 Februari. Surat ditujukan untuk Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Makassar dan Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Makassar .

Dalam surat itu, tim pengurus menginformasikan adanya tambahan pengurus dan meminta agar Kapal CS NEX diperintahkan untuk sandar pada jetty Telkominfra.

mengatakan ada tambahan pengurus dan meminta agardiperintahkan kapal CS NEX sandar pada jetty Telkominfra. Surat itu diiringi informasi melalui WhatsApp pada 20 Februari terkait BIN dan kepolisian akan naik ke kapal tersebut.

Betul saja, kapten kapal pada malam harinya melaporkan adanya aparat yang naik ke kapal dan meminta agar segera sandar di Pelabuhan Makassar . Selanjutnya, terbit lagi surat dari pengurus baru.

Berselang sehari, kapten kapal menerima tiga surat, dimana salah satu melalui surat elektronik alias email. Masing-masing dari tim pengurus dan perusahaan pihak ketiga. Surat pertama ditujukan ke PT Perusahan Pelayanan Nusantara PANURJWAN perihal kewenangan pengurus mengalihkan pengelolaan CS NEX dan menunjuk keagenan.

Surat kedua, ia menyebut ditujukan kepada kapten kapal dan kru kapal CS NEX. Diinformasikan tentangpenanganan gaji tertunggak. Mereka menegaskan bahwa gaji akan dibayar dan pengelolaan kapal dialihkan ke PT Era Nusantara Jayamahe.

Surat ketiga berupa email datang dari Direktur Utama PT Era Nusantara Jayamahe. Disampaikan bahwa bahwa kapal CS NEX sekarang di bawah kendali pengelolaan mereka. Dengan demikian, seluruh instruksi akan diberikan oleh PT Era Nusantara Jayamahe.



Menurut Ade, pengambilalihan kapal itu jelas menambah rumit penyelesaian persoalan PT BNP. Toh, hakim pengawas perkara tersebut telah menerima keberatan PT BNP. Disebutnya hakim pengawas meminta agar pengalihan proyek ke pihak ketiga dan penurunan kabel PT Telkominfra dari kapal PT BNP mesti dikaji karena mengandung risiko hukum.

Adapun PT BNP diketahui mengajukan lima poin keberatan terkait kasus yang membelitnya. Di antaranya yakni perusahaan menyampaikan kesanggupan mengerjakan proyek dan seluruh peralatan kabel sudah di atas kapal. Selanjutnya, dari kontrak pekerjaan sebesar Rp85 miliar, PT BNP sudah melakukan sebagian pekerjaan sebesar Rp8,5 miliar dan belum dibayarkan PT Telkominfra.

Keberatan lain, Ade menyebut jika pekerjaan tersebut dialihkan ke orang lain, maka potensi keuntungan yangseharusnya didapat PT BNP tentunya hilang. Kondisi itu tentunya akan sangat merugikan para kreditor konkiren yang mengharapkan terbayarnya tagihan mereka.
(tri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1708 seconds (0.1#10.140)