Kisah Kampung Mati Tarikolot Majalengka, Sunyi Usai Ditinggal Boyongan
loading...
A
A
A
Apa yang dikatakan Wanci bahwa kampung itu masih ramai aktivitas saat siang hari, cukup bisa diterima. Di sela-sela perbincangan, kerap terdengar suara mesin motor wira wiri. Motor-motor itu dipastikan melaju di dalam kampung tersebut.
Tidak hanya itu. Di sela-sela suara mesin motor, ada seorang ibu yang tiba-tiba datang membawa beberapa kantong kerupuk dan gorengan. Ya, si ibu yang datang itu adalah seorang pedagang.
"Tuh kan ada yang dagang. Ya ibu juga di sini nyediain (dagang) Mie, ada kopi. Karena kalau sore, abis dari sawah ada yang minta Mie," ungkap dia.
Aktivitas dagang Wanci memang tidak seperti halnya berdagangan di daerah lain. Tidak ada meja untuk menjajakan barang dagangnnya. Wanci menyimpan barang-barang dagangannya di dalam rumah. Ketika ada yang minta mie atau kopi, dia tinggal meraciknya di dapur rumahnya.
"Nggak tau kenapa jadi disebut desa mati. Padahal banyak juga yang aktivias di sini, bahkan saat malam ada aja yang tinggal di sini. Tapi kalau hujan, kami memilih pulang ke kulon (Kampung Buahlega). Karena di sana juga kan kami punya rumah," jelas dia.
"Ada juga rumah-rumah yang sudah lapuk, karena yang punyanya udah meninggal. Keluarganya di luar kota. Tapi ya banyak juga rumah yang masih terurus. Coba aja jalan ke arah sana, nanti juga pasti ketemu lagi sama orang," jelas Wanci menyarankan.
Apa yang dikatakan Wanci terbukti. Saat berjalan berkeliling, kembali ditemukan beberapa warga, baik yang sesang beraktivitas maupun bersantai. Sama seperti Wanci, warga yang ditemui itu pun cukup ramah saat disapa.
Gambaran Tarikolot sebagai kampung yang ramai sebelum mereka direlokasi ke Buahlega setelah diterjang bencana tanah bergerak, bisa terlihat dari posisi satu rumah dengan rumah lainnya. Dari mulai masuk perkampungan, terlihat rumah mereka saling berdekatan, bahkan bisa dikatakan mepet.
Untuk bisa berkeliling di kampung Tarikolot saat ini, harus lebih hati-hati lagi. Cuaca hujan yang masih sering terjadi, membuat jalan setapak di daerah itu cukup licin. Apalagi untuk menuju satu rumah ke rumah lainnya, beberapa di antaranya harus turun beberapa undakan. "Ati-ati A. Jalannya licin, terus tangganya juga ada yang dari batu dientep (ditata)," pesan Wanci ramah.
Tidak hanya itu. Di sela-sela suara mesin motor, ada seorang ibu yang tiba-tiba datang membawa beberapa kantong kerupuk dan gorengan. Ya, si ibu yang datang itu adalah seorang pedagang.
"Tuh kan ada yang dagang. Ya ibu juga di sini nyediain (dagang) Mie, ada kopi. Karena kalau sore, abis dari sawah ada yang minta Mie," ungkap dia.
Aktivitas dagang Wanci memang tidak seperti halnya berdagangan di daerah lain. Tidak ada meja untuk menjajakan barang dagangnnya. Wanci menyimpan barang-barang dagangannya di dalam rumah. Ketika ada yang minta mie atau kopi, dia tinggal meraciknya di dapur rumahnya.
"Nggak tau kenapa jadi disebut desa mati. Padahal banyak juga yang aktivias di sini, bahkan saat malam ada aja yang tinggal di sini. Tapi kalau hujan, kami memilih pulang ke kulon (Kampung Buahlega). Karena di sana juga kan kami punya rumah," jelas dia.
"Ada juga rumah-rumah yang sudah lapuk, karena yang punyanya udah meninggal. Keluarganya di luar kota. Tapi ya banyak juga rumah yang masih terurus. Coba aja jalan ke arah sana, nanti juga pasti ketemu lagi sama orang," jelas Wanci menyarankan.
Apa yang dikatakan Wanci terbukti. Saat berjalan berkeliling, kembali ditemukan beberapa warga, baik yang sesang beraktivitas maupun bersantai. Sama seperti Wanci, warga yang ditemui itu pun cukup ramah saat disapa.
Gambaran Tarikolot sebagai kampung yang ramai sebelum mereka direlokasi ke Buahlega setelah diterjang bencana tanah bergerak, bisa terlihat dari posisi satu rumah dengan rumah lainnya. Dari mulai masuk perkampungan, terlihat rumah mereka saling berdekatan, bahkan bisa dikatakan mepet.
Untuk bisa berkeliling di kampung Tarikolot saat ini, harus lebih hati-hati lagi. Cuaca hujan yang masih sering terjadi, membuat jalan setapak di daerah itu cukup licin. Apalagi untuk menuju satu rumah ke rumah lainnya, beberapa di antaranya harus turun beberapa undakan. "Ati-ati A. Jalannya licin, terus tangganya juga ada yang dari batu dientep (ditata)," pesan Wanci ramah.
(shf)