Makam Leluhur Digusur Proyek Kereta, Kiai Kasan Mukmin Memberontak Belanda

Jum'at, 05 Februari 2021 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Dalam bercocok tanam, tanah warga kerap dikalahkan oleh kepentingan pabrik gula yang sedang menanam tebu. Warga di Desa Damarsi, Desa Kruwek, Desa Wagir, Desa Keboanpasar, dan Sumantoro, bergolak. Semuanya berada di wilayah Sidoarjo.

Persoalan sewa tanah dan pajak yang mencekik, serta kelakuan pejabat pemerintahan setempat dan orang Eropa di pabrik gula yang menindas, mendorong warga menyambut seruan perlawanan Kiai Kasan Mukmin.

Kiai Kasan Mukmin bertempat tinggal di Desa Sumantoro, Distrik Krian. Kasan Mukmin lahir di Yogyakarta dengan nama kecil Durachman. Ia merupakan putra Haji Muhammad Kasan Mukmin, seorang tokoh spiritual yang pergi meninggalkan Yogyakarta.

Setelah berselisih dengan Raja Yogya, sejak tahun 1870, Haji Muhammad Kasan Mukmin bersama Durachman, putranya bermukim di Sidoarjo (Jawa Timur). Di masa pertumbuhannya, Durachman sempat menimba ilmu di Kairo Mesir.

Ia pulang ke tanah air karena menerima kabar ayahnya (Haji Muhammad Kasan Mukmin) telah meninggal dunia. Dari Mesir Durachman tidak langsung ke Sidoarjo. Melainkan bertempat tinggal di Yogyakarta dan menjadi penganut tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang taat.

Dari Yogya ia hijrah ke Desa Sumantoro, Distrik Krian, Afdeeling Sidoarjo (Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo) dan bersalin nama Kiai Kasan Mukmin. Di Desa Sumantoro Kasan Mukmin menikahi putri Kiai Botokan, yakni pemuka agama setempat. Dari pernikahannya, Kiai Kasan dikaruniai tujuh orang anak. Dua diantaranya laki laki dan selebihnya perempuan.

Kiai Kasan Mukmin dikenal sebagai guru agama sekaligus tokoh spiritual. Tidak sedikit para pedagang dan petani tambak Sidoarjo, datang kepadanya untuk sekedar meminta jimat atau amalan doa agar usahanya lancar. Menjelang perayaan maulud nabi (grebeg maulud), lokasi pemberontakan disiapkan dan memilih Desa Keboanpasar.

Dipilihnya Desa Keboanpasar bukan tanpa sebab. Sudah lama warga Keboanpasar terkenal sebagai pembangkang. Mereka tidak gentar melawan pemerintah kolonial Belanda. Saat itu tanggal 26 Mei 1904. Di rumah Kiai Kasan Mukmin, sejak pagi para perempuan menyiapkan acara kenduri maulid, yakni kenduren muludan dalam rangka menyongsong datangnya hari maulud nabi Muhammad SAW.

Sementara para perempuan bersama anak anak di dapur, para laki laki bersembahyang. Usai sembahyang, mereka beramai ramai mengasah senjata tajam, merendamnya dengan racun dan selanjutnya diberi mantra oleh Kiai Kasan Mukmin. Kiai Kasan memiliki senjata bernama caluk rancang yang diyakini ampuh. Ketika dilempar ke udara, senjata tersebut akan memusnahkan musuh.

Kemudian, sebagai penanda diumumkannya pemberontakan, malam itu bendera berwarna putih, biru, putih dikibarkan di tengah sawah Desa Keboanpasar. Warna putih, biru dan putih dimaknai simbol kemandulan, kefanaan, dan kepiluan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3239 seconds (0.1#10.140)