Komnas HAM: Tata Kelola Pengaturan Ibadah untuk Semua Agama

Jum'at, 15 Mei 2020 - 19:38 WIB
loading...
Komnas HAM: Tata Kelola Pengaturan Ibadah untuk Semua Agama
Foto/ilustrasi.ist
A A A
JAKARTA -
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) menyatakan survei kepatuhan masyarakat untuk beribadah di rumah yang belakangan dikritik sejumlah pihak, tidak bertujuan untuk mendiskreditkan kelompok tertentu.

“Komnas HAM mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas respon tersebut, termasuk kritik. Hal ini penting bagi HAM dan demokrasi,” ujar Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (15/5/2020).

Survei Komnas HAM dihelat pada 29 April hingga 4 Mei 2020 untuk merespons Surat Edaran Menteri Agama (Menag) Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Panduan Beribadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Wabah COVID-19.

Menurut Anam, survei dengan jumlah responden 669 itu bertujuan memotret kesadaran dan kepatuhan masyarakat atas surat edaran Menag tersebut. Hasilnya, 94,5 persen responden telah menjalankan ibadah di rumah.

(Baca: Begini Tata Cara Salat Idul Fitri di Rumah)

Jika dirinci, 10 persen menyatakan pilihan itu karena mematuhi imbauan pemerintah, 17,3 persen kesadaran sendiri, dan 70,3 persen atas dasar kepatuhan dan kesadaran sendiri. Komnas HAM mengapresiasi sikap masyarakat yang patuh itu.

Anam menerangkan telah memberikan rekomendasi kepada Presiden, Kapolri, kepala daerah, dan berbagai instansi soal penanganan wabah COVID-19, termasuk mengenai tata kelola pengaturan peribadatan.

“Ini berlaku bagi semua agama dan kepercayaan. Termasuk secara intens mengingatkan agar pelaksanaan penegakan hukum dilakukan tidak diskriminatif, mengutamakan pendekatan persuasif, humanis, dialogis, dan tidak berorientasi pada pemindahaan,” tuturnya.

(Baca: Menaker: ASEAN Butuh Peta Jalan Ketenagkerjaan Pasca Pandemi COVID-19)

Dia menyebutkan bahwa tantangan dalam menjalankan ibadah di tempat ibadah selama wabah berlaku bagi semua agama dan kepercayaan. Itu bukan hanya di Indonesia tapi di level internasional juga.

“Disebutkan beberapa contoh kebijakan tata kelola dan kasus yang telah terjadi di tempat ibadah. Jika ada persepsi survei ini bernuansa fobia terhadap masyarakat atau kelompok tertentu sangat tidak berdasar,” tegas Anam.

Secara umum, survei itu bagian untuk melihat kebijakan, tata kelola perubadatan, dan respon masyarakat. Tujuannya, mendorong perbaikan tata kelola kebijakan penanganan wabah COVID-119 oleh pemerintah. “Mendukung kesadaran masyarakat agar semakin baik, sesuai dengan prinsip dan norma HAM,” pungkasnya.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2401 seconds (0.1#10.140)