2020, Kredit Perbankan Sulut Tumbuh Positif di Tengah Pandemi COVID-19
loading...
A
A
A
MANADO - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Utara, Tengah dan Gorontalo (Sulutgomalut) mencatat pertumbuhan kredit perbankan di Sulawesi Utara (Sulut) hingga Oktober 2020 positif di tengah pandemi COVID-19.
Secara Year on Year (YoY), kredit perbankan Sulut tumbuh 0,68 persen, sementara secara Year to Date (ytd), tumbuh 0,54 persen.
Kepala OJK Sulutgomalut, Darwisman mengatakan, pada bulan Oktober 2019, kredit yang disalurkan bank umum di Sulut sebesar Rp40,63 triliun dan pada bulan Desember 2019 sebesar Rp40,7 triliun. Sementara pada bulan Oktober 2020, kredit yang disalurkan naik menjadi Rp41 triliun.
“Pada masa pandemi COVID-19 ini, kredit perbankan di Sulawesi Utara masih mengalami pertumbuhan positif, walaupun sangat kecil. Namun pertumbuhan ini masih bagus jika dibandingkan dengan daerah lain yang mengalami pertumbuhan negatif,” kata Darwisman, Sabtu (2/1/2021).
Pertumbuhan kredit yang positif walaupun kecil ini menurut Darwisman menandakan pengusaha di Sulut tetap beraktivitas.
Walaupun memang ia mengatakan porsi kredit terbesar di Sulut masih didominasi oleh sektor Konsumsi. Sementara investasi dan modal kerja belum terlalu besar.
“Jika ditotal, kredit untuk sektor investasi dan modal kerja baru sekitar 40 persen. Hal ini perlu didorong lagi agar pertumbuhan kredit di sektor ini dapat lebih tinggi lagi,” kata Darwisman yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengawasan Bank 1 OJK ini.
Selain mendorong kredit di sektor investasi dan modal kerja, ia juga mengatakan perlunya meningkatkan kredit untuk UMKM. Sebab di Sulut memiliki banyak UMKM sehingga jika dikembangkan akan meningkatkan perekonomian Sulut.
Mantan Kepala OJK Jambi dan Sumatera Barat ini juga melihat LDR (Loan to Deposit Ratio) di Sulut yang tinggi perlu menjadi perhatian.
Sebab LDR yang tinggi menandakan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau dana yang dihimpun perbankan di Sulut tidak cukup untuk membiayai kredit. Akibatnya, bank harus meminjam dana dari kantor pusat untuk memenuhi permintaan kredit di Sulut.
“Idealnya, antara DPK dan LDR itu seimbang. Bahkan DPK harus lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan LDR. Tetapi yang terjadi di Sulut, DPK 31 triliun rupiah, sementara kredit yang disalurkan 42 triliun rupiah. Itu berarti Sulut defisit 1 triliun rupiah untuk menyalurkan kredit,” jelasnya.
(Baca juga: GP Ansor Minsel Dukung Sikap Tegas Pemerintah Terkait Larangan Kegiatan FPI)
Untuk Non Performing Loan (NPL) di Sulut tercatat stabil dan masih berada pada posisi yang aman. Pada Oktober 2020, NPL Sulut tercatat 3,44 persen, sedikit mengalami kenaikan dibanding Oktober 2020 yang sebesar 3,34 persen.
(Baca juga: Aiptu Suban Terima Kunci Rumah, Hadiah Tahun Baru dari Kapolresta Manado)
Sementara Aset perbankan di Sulut menurut Darwisman mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yakni mencapai 12,07 persen (ytd) atau dari Januari Hingga Oktober 2020, dan tumbuh 10,60 persen secara YoY.
Pada Oktober 2019, Aset perbankan Sulut sebesar Rp63,42 triliun dan pada Desember 2019 Rp62,6 triliun. Sedangkan pada Oktober 2020, naik menjadi Rp70,14 triliun.
Secara Year on Year (YoY), kredit perbankan Sulut tumbuh 0,68 persen, sementara secara Year to Date (ytd), tumbuh 0,54 persen.
Kepala OJK Sulutgomalut, Darwisman mengatakan, pada bulan Oktober 2019, kredit yang disalurkan bank umum di Sulut sebesar Rp40,63 triliun dan pada bulan Desember 2019 sebesar Rp40,7 triliun. Sementara pada bulan Oktober 2020, kredit yang disalurkan naik menjadi Rp41 triliun.
“Pada masa pandemi COVID-19 ini, kredit perbankan di Sulawesi Utara masih mengalami pertumbuhan positif, walaupun sangat kecil. Namun pertumbuhan ini masih bagus jika dibandingkan dengan daerah lain yang mengalami pertumbuhan negatif,” kata Darwisman, Sabtu (2/1/2021).
Pertumbuhan kredit yang positif walaupun kecil ini menurut Darwisman menandakan pengusaha di Sulut tetap beraktivitas.
Walaupun memang ia mengatakan porsi kredit terbesar di Sulut masih didominasi oleh sektor Konsumsi. Sementara investasi dan modal kerja belum terlalu besar.
“Jika ditotal, kredit untuk sektor investasi dan modal kerja baru sekitar 40 persen. Hal ini perlu didorong lagi agar pertumbuhan kredit di sektor ini dapat lebih tinggi lagi,” kata Darwisman yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengawasan Bank 1 OJK ini.
Selain mendorong kredit di sektor investasi dan modal kerja, ia juga mengatakan perlunya meningkatkan kredit untuk UMKM. Sebab di Sulut memiliki banyak UMKM sehingga jika dikembangkan akan meningkatkan perekonomian Sulut.
Mantan Kepala OJK Jambi dan Sumatera Barat ini juga melihat LDR (Loan to Deposit Ratio) di Sulut yang tinggi perlu menjadi perhatian.
Sebab LDR yang tinggi menandakan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau dana yang dihimpun perbankan di Sulut tidak cukup untuk membiayai kredit. Akibatnya, bank harus meminjam dana dari kantor pusat untuk memenuhi permintaan kredit di Sulut.
“Idealnya, antara DPK dan LDR itu seimbang. Bahkan DPK harus lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan LDR. Tetapi yang terjadi di Sulut, DPK 31 triliun rupiah, sementara kredit yang disalurkan 42 triliun rupiah. Itu berarti Sulut defisit 1 triliun rupiah untuk menyalurkan kredit,” jelasnya.
(Baca juga: GP Ansor Minsel Dukung Sikap Tegas Pemerintah Terkait Larangan Kegiatan FPI)
Untuk Non Performing Loan (NPL) di Sulut tercatat stabil dan masih berada pada posisi yang aman. Pada Oktober 2020, NPL Sulut tercatat 3,44 persen, sedikit mengalami kenaikan dibanding Oktober 2020 yang sebesar 3,34 persen.
(Baca juga: Aiptu Suban Terima Kunci Rumah, Hadiah Tahun Baru dari Kapolresta Manado)
Sementara Aset perbankan di Sulut menurut Darwisman mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yakni mencapai 12,07 persen (ytd) atau dari Januari Hingga Oktober 2020, dan tumbuh 10,60 persen secara YoY.
Pada Oktober 2019, Aset perbankan Sulut sebesar Rp63,42 triliun dan pada Desember 2019 Rp62,6 triliun. Sedangkan pada Oktober 2020, naik menjadi Rp70,14 triliun.
(boy)