Pemprov Jatim Terima Dana Bagi Hasil Cukai Rp1,75 Triliun

Jum'at, 18 Desember 2020 - 16:10 WIB
loading...
Pemprov Jatim Terima...
ilustrasi
A A A
SURABAYA - Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13/PMK.07/2020 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk tahun anggaran 2020, Pemprov Jatim mendapatkan bagian Rp1,84 triliun.

Namun, akibat pandemi COVID-19, ada penurunan penerimaan negara. Sehingga sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020, anggaran DBHCHT yang diterima Pemprov Jatim berkurang menjadi Rp1,75 triliun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan bila dibandingkan angka yang diterima di 2019. Tahun 2019, Pemprov Jatim mendapatkan DBHCHT sebesar Rp1,60 triliun.

Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim, Tiat S Suwardi menjelaskan, DBHCHT digunakan untuk program kesehatan dan kesejahteraan warga Jatim. Program itu diantaranya, peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal. “Kelima program tersebut muaranya untuk dinikmati seluruh warga Jatim,” kata Tiat, Jumat (18/12/2020).

(Baca juga: Pemprov Jatim Dapat Jatah 317.000 Vaksin COVID-19 dari Kemenkes )

Program lainnya, lanjut Tiat, adalah pembangunan atau rehabilitasi jalan dan irigasi, pembinaan dan pelatihan tenaga kerja serta pengadaan sarana dan prasarana Balai Latihan Kerja (BLK). DBHCHT, kata dia juga digunakan untuk kegiatan padat karya, bantuan sarana produksi dan bibit kepada masyarakat. “Kami sudah melakukan pembangunan/rehabilitasi jalan, pemberdayaan ekonomi masyarakat , bantuan sarana produksi untuk usaha kecil serta program-program lain,” paparnya.

Tiat melanjutkan, saat ini pihaknya menggelar program Gempur Rokok Ilegal. Program ini bekerja sama dengan Ditjen Bea dan Cukai Kanwil Jatim I di Surabaya dan Ditjen Bea dan Cukai Kanwil Jatim II di Malang. Program ini dilakukan sebagai upaya menekan angka pelanggaran pita cukai rokok sekaligus mengamankan pendapatan negara.

“Terkait dengan pemberantasan barang kena cukai ilegal, Pemprov Jatim dan kabupaten/kota rutin melakukan sosialisasi pada masyarakat,” ujarnya.

(Baca juga: Dukung Pemulihan Ekonomi, Forkas Jatim Minta Pemerintah Beri Kemudahan Usaha )

Tiat mengakui, rokok ilegal berpengaruh besar terhadap penerimaan DBHCHT. Diketahui, DBHCHT yang didapatkan oleh provinsi adalah 2% dari penerimaan cukai kepada negara dari provinsi tersebut.

“Jika rokok ilegal masih banyak beredar, maka penerimaan cukai pasti akan tidak optimal. Sehingga akan berpengaruh pada penerimaan DBHCHT-nya. Dimana setiap programnya/penggunaannya lebih banyak kepada masyarakat,” ujarnya.

Pada tahun 2020, jumlah industri rokok di Jatim tercatat tinggal sekitar 254 industri, dengan jumlah tenaga kerja langsung sekitar 90.000 orang atau 56% dari pekerja langsung Industri Hasil Tembakau (IHT) seluruh Indonesia.

Saat ini, Pemprov Jatim bersinergi dengan instansi-instansi terkait seperti DJBC Jatim I dan II serta pemerintah kabupaten/kota untuk pemberantasan rokok ilegal. “Beberapa daerah yang peredaran rokok ilegalnya cukup tinggi antara lain Ngawi, Ponorogo, Blitar, Malang, Probolinggo, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, Sidoarjo, Pamekasan, Pasuruan, dan Sumenep,” ungkap Tiat.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jatim I di Surabaya, Muhamad Purwantoro mengatakan, keberadaan rokok ilegal sudah mengkhawatirkan. Jumlahnya sangat banyak. “Maka kita membuat program Gempur Rokok Ilegal. Targetnya untuk meminimalisir jumlah rokok ilegal yang beredar di Jatim,” katanya.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2161 seconds (0.1#10.140)