Dugaan Kasus Pencabulan Kades Lempong Didesak Segera Dituntaskan
loading...
A
A
A
WAJO - Pelita Hukum Independen (PHI) menggelar aksi Unjuk Rasa (Unras) untuk meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Wajo , segera menuntaskan perkara kasus dugaan pelecehan seksual Kepala Desa (Kades) Lempong, Abdul Karim, Kamis (17/12/2020).
Koordinator Aksi PHI, Sudirman dalam orasinya mengatakan, sejauh ini pihak kejaksaan disinyalir mengulur-ngulur waktu dalam menuntaskan perkara kasus dugaan pelecehan Kades Lempong tersebut.
Berkas perkara yang telah dilimpahkan pihak kepolisian ke pihak kejaksaan dikembalikan atau P19. Dalam berkas P19 yang diajukan kejaksaan, ia meminta agara perkara dari Kades Lempong dilakukan rekontruksi. Namun hingga saat ini rekontruksi yang telah dijadwalkan sudah tiga kali gagal terlaksana.
"Ada apa dengan kejaksaan , kemarin ngotot untuk meminta rekontruksi ke pihak kepolisian, namum sudah tiga kali dijadwalkan sampai detik ini belum juga dilakukan," ujarnya.
Sudirman menjelaskan, permainan waktu yang dilakukan kejaksaan dalam mengulur-ngulur waktu rekontruksi sangat disayangkan. Sebab pada hari Minggu tanggal 20 Desember 2020 mendatang, penahanan Kades Lempong akan berakhir.
"Kami mensinyalir pihak kejaksaan sengaja mengulur-ngulur waktu sampai masa penahanan Kades Lempong tanggal 20 mendatang berkahir," katanya.
Ia pun menantang pihak kejaksaan, untuk segera melakukan SP3 jika menganggap perkara dugaan cabul dari Abdul Karim tidak cukup bukti.
"Kalau memang pihak kejaksaan menilai kasus ini tidak cukup bukti silahkan hentikan penyidikannya, nanti kita bertarung di prapradilan," tandasnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Wajo , Eman Sulaeman menjelaskan, rekontruksi yang diminta kejaksaan dalam P19 bertujuan untuk memperterang fakta yuridis dalam kasus dugaan pelecehan seksual Kades Lempong, Abdul Karim.
Sebab menurut Eman, dalam berkas perkara penyidikan yang diterima kejaksaan, didalam alat bukti hanya terdapat satu orang saksi, sehingga pihak kejaksaan menilai kasus pelecehan seksual yang dilakukan Abdul Karim harus direkontruksi.
"Kami tidak mengada-ngada, sebab dalam alat bukti berkas penyidikan hanya terdapat satu orang saksi. Kami minta rekontruksi dilakukan untuk mempertarang fakta hukum," jelasnya.
Koordinator Aksi PHI, Sudirman dalam orasinya mengatakan, sejauh ini pihak kejaksaan disinyalir mengulur-ngulur waktu dalam menuntaskan perkara kasus dugaan pelecehan Kades Lempong tersebut.
Berkas perkara yang telah dilimpahkan pihak kepolisian ke pihak kejaksaan dikembalikan atau P19. Dalam berkas P19 yang diajukan kejaksaan, ia meminta agara perkara dari Kades Lempong dilakukan rekontruksi. Namun hingga saat ini rekontruksi yang telah dijadwalkan sudah tiga kali gagal terlaksana.
"Ada apa dengan kejaksaan , kemarin ngotot untuk meminta rekontruksi ke pihak kepolisian, namum sudah tiga kali dijadwalkan sampai detik ini belum juga dilakukan," ujarnya.
Sudirman menjelaskan, permainan waktu yang dilakukan kejaksaan dalam mengulur-ngulur waktu rekontruksi sangat disayangkan. Sebab pada hari Minggu tanggal 20 Desember 2020 mendatang, penahanan Kades Lempong akan berakhir.
"Kami mensinyalir pihak kejaksaan sengaja mengulur-ngulur waktu sampai masa penahanan Kades Lempong tanggal 20 mendatang berkahir," katanya.
Ia pun menantang pihak kejaksaan, untuk segera melakukan SP3 jika menganggap perkara dugaan cabul dari Abdul Karim tidak cukup bukti.
"Kalau memang pihak kejaksaan menilai kasus ini tidak cukup bukti silahkan hentikan penyidikannya, nanti kita bertarung di prapradilan," tandasnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Wajo , Eman Sulaeman menjelaskan, rekontruksi yang diminta kejaksaan dalam P19 bertujuan untuk memperterang fakta yuridis dalam kasus dugaan pelecehan seksual Kades Lempong, Abdul Karim.
Sebab menurut Eman, dalam berkas perkara penyidikan yang diterima kejaksaan, didalam alat bukti hanya terdapat satu orang saksi, sehingga pihak kejaksaan menilai kasus pelecehan seksual yang dilakukan Abdul Karim harus direkontruksi.
"Kami tidak mengada-ngada, sebab dalam alat bukti berkas penyidikan hanya terdapat satu orang saksi. Kami minta rekontruksi dilakukan untuk mempertarang fakta hukum," jelasnya.
(agn)