ACC Nilai Polisi Lamban Tangani Kasus Dugaan Korupsi RS Batua
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, menilai pihak kepolisian lamban menangani kasus dugaan korupsi Rumah Sakit (RS) Batua Kota Makassar.
Peneliti Badan Pekerja ACC Anggareksa mengatakan, penegakan kasus ini dinilai sangat lamban, padahal RS tersebut sangat mendesak dibangun di tengah situasi pandemi COVID-19.
"Penegak hukum harus menyelesaikan cepat kasus itu, agar para pelaku bisa dihukum penjara dan mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan, sehingga dapat dipakai untuk bangun kembali bangunannya, karena kalau begini kondisinya ribet," paparnya.
Dia menambahkan, jika Pemkot Makassar memang kebelet melanjutkan proyek pembangunan dengan anggaran yang ada. Menurut Angga, Pemkot bisa berkonsentrasi pada puskesmas lain yang bisa ditingkatkan jadi Rumah Sakit. Sembari menunggu proses hukum RS Batua selesai.
"Selesai proses hukum ada pengembalian kerugian negara, bisa dianggarkan untuk penyelesaiannya (RS Batua). Nantinya Pemkot akan memiliki tambahan dua rumah sakit, bukan hanya satu. Biar tidak buang-buang anggaran, dan efektif, daripada fokus ke satu RS yang bermasalah proses hukumnya," pungkasnya.
Diketahui, proyek yang dulunya merupakan puskesmas ini menelan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2018 sebanyak Rp25,5 Miliar kini terbengkalai.
DPRD Kota Makassar sendiri diketahui mendesak pemerintah kota untuk menyelesaikan proses pembangunan. Karena dinilai sisa proyeknya bangunan sudah tak terawat, lama terbengkalai. Alasan utama karena kebutuhan rumah sakit ditengah peningkatan kasus COVID-19, semakin mengkhawatirkan.
Di sisi lain, RS Tipe C yang berlokasi di Jalan Abd Dg Sirua, Kecamatan Manggala ini diketahui tengah berproses hukum, diduga ada dugaan korupsi dari proyek yang digulirkan di akhir kepemimpinan Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto.
Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan yang dikerjakan PT Sultana Nugraha kini ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Selatan. Dimana pengelola pagu anggaran puluhan miliar yakni Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Dinas Kesehatan Kota Makassar, berjanji tetap melanjutkan proyek pembangunan RS Batua tahap II yang sempat tertunda lantaran tersangkut proses hukum. Bahkan anggarannya sudah dialokasi pada APBD 2021 sebesar Rp70 miliar.
Namun tak semudah itu, kelanjutan proyek mandek selama dua tahun ini, harus ada rekomendasi dari penyidik tindak pidana korupsi (Tipikor) Ditreskrimsus Polda Sulsel . Sejauh ini polisi sudah menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan.
Hal itu dibenarkan, Direktur Ditreskrimsus Polda Sulsel , Kombes Pol Widoni Fedri. Namun soal rekomendasi pihaknya tak ingin berikan, sebelum proses hukum selesai. Apalagi kata Widoni tidak lama lagi pihaknya bakal menetapkan tersangka.
"Tidak ada rekomendasi. Selama masih berproses tidak ada lanjut (pembangunan) nanti dulu. Kita selesaikan dulu proses penyidikannya, sampai persidangan baru bisa," ucap Widoni kepada Sindo Media, Rabu, (16/12/2020).
Dia menerangkan pada Jumat 11 Desember lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersama pihaknya meninjau lokasi proyek pembangunan RS Batua. Widoni menepis kasus tersebut bakal diambil alih KPK.
"Kasus itu tetap Polda Sulsel yang tangani. Mereka cuman meninjau saja, untuk tambahan pendalaman kasus. Intinya begini kasus ini tetap berproses, nanti pertengahan januari kita tinjau lagi. Sebelum penetapan tersangka," papar perwira polisi tiga bunga ini.
Peneliti Badan Pekerja ACC Anggareksa mengatakan, penegakan kasus ini dinilai sangat lamban, padahal RS tersebut sangat mendesak dibangun di tengah situasi pandemi COVID-19.
"Penegak hukum harus menyelesaikan cepat kasus itu, agar para pelaku bisa dihukum penjara dan mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan, sehingga dapat dipakai untuk bangun kembali bangunannya, karena kalau begini kondisinya ribet," paparnya.
Dia menambahkan, jika Pemkot Makassar memang kebelet melanjutkan proyek pembangunan dengan anggaran yang ada. Menurut Angga, Pemkot bisa berkonsentrasi pada puskesmas lain yang bisa ditingkatkan jadi Rumah Sakit. Sembari menunggu proses hukum RS Batua selesai.
"Selesai proses hukum ada pengembalian kerugian negara, bisa dianggarkan untuk penyelesaiannya (RS Batua). Nantinya Pemkot akan memiliki tambahan dua rumah sakit, bukan hanya satu. Biar tidak buang-buang anggaran, dan efektif, daripada fokus ke satu RS yang bermasalah proses hukumnya," pungkasnya.
Diketahui, proyek yang dulunya merupakan puskesmas ini menelan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2018 sebanyak Rp25,5 Miliar kini terbengkalai.
DPRD Kota Makassar sendiri diketahui mendesak pemerintah kota untuk menyelesaikan proses pembangunan. Karena dinilai sisa proyeknya bangunan sudah tak terawat, lama terbengkalai. Alasan utama karena kebutuhan rumah sakit ditengah peningkatan kasus COVID-19, semakin mengkhawatirkan.
Di sisi lain, RS Tipe C yang berlokasi di Jalan Abd Dg Sirua, Kecamatan Manggala ini diketahui tengah berproses hukum, diduga ada dugaan korupsi dari proyek yang digulirkan di akhir kepemimpinan Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto.
Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan yang dikerjakan PT Sultana Nugraha kini ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Selatan. Dimana pengelola pagu anggaran puluhan miliar yakni Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Dinas Kesehatan Kota Makassar, berjanji tetap melanjutkan proyek pembangunan RS Batua tahap II yang sempat tertunda lantaran tersangkut proses hukum. Bahkan anggarannya sudah dialokasi pada APBD 2021 sebesar Rp70 miliar.
Namun tak semudah itu, kelanjutan proyek mandek selama dua tahun ini, harus ada rekomendasi dari penyidik tindak pidana korupsi (Tipikor) Ditreskrimsus Polda Sulsel . Sejauh ini polisi sudah menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan.
Hal itu dibenarkan, Direktur Ditreskrimsus Polda Sulsel , Kombes Pol Widoni Fedri. Namun soal rekomendasi pihaknya tak ingin berikan, sebelum proses hukum selesai. Apalagi kata Widoni tidak lama lagi pihaknya bakal menetapkan tersangka.
"Tidak ada rekomendasi. Selama masih berproses tidak ada lanjut (pembangunan) nanti dulu. Kita selesaikan dulu proses penyidikannya, sampai persidangan baru bisa," ucap Widoni kepada Sindo Media, Rabu, (16/12/2020).
Dia menerangkan pada Jumat 11 Desember lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersama pihaknya meninjau lokasi proyek pembangunan RS Batua. Widoni menepis kasus tersebut bakal diambil alih KPK.
"Kasus itu tetap Polda Sulsel yang tangani. Mereka cuman meninjau saja, untuk tambahan pendalaman kasus. Intinya begini kasus ini tetap berproses, nanti pertengahan januari kita tinjau lagi. Sebelum penetapan tersangka," papar perwira polisi tiga bunga ini.
(agn)