Hentikan Pidana Pelanggar PSBB, Pakar: Publik Geram Lihat Penanganan Habib Rizieq
loading...
A
A
A
BANDUNG - Pakar hukum tata negara dan pemerintahan Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf menegaskan, pelanggar kebijakan pembatasan sosial berskala ( PSBB ) tidak bisa dipidana.
(Baca juga: Habib Rizieq Jadi Tersangka Pelanggaran Prokes, PWNU Jatim Minta Polisi Lebih Humanis Menangani )
Pernyataan tersebut ditegaskan Asep, menyikapi penetapan status tersangka kepada Habib Rizieq Shihab oleh Polda Metro Jaya dalam kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat. "Pelanggar PSBB itu tidak bisa dipidana," tegas Asep melalui sambungan telepon selularnya, Sabtu (12/12/2020) malam.
Asep menjelaskan, ancaman pidana terhadap Habib Rizieq atas kasus tersebut tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, penerapan kebijakan PSBB mengacu kepada Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta yang mengatur tentang PSBB .
"Sanksi paling tinggi pelanggar PSBB itu denda untuk perseorangan dan pencabutan izin usaha bagi perusahaan. Jadi, kasus kerumunan massa Habib Rizieq tidak bisa dipidana," tegasnya lagi.
(Baca juga: Nekat Liburan Keluar Kota di Akhir Tahun, Balik ke Surabaya Wajib Lakukan Ini )
Asep mengakui, dalam UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, memang disebutkan bahwa pelanggar dapat dikenai sanksi pidana. Namun, kata Asep, sanksi pidana itu dapat diterapkan jika perbuatan pelanggar terbukti menimbulkan wabah yang meluas hingga tidak terkendali.
"Dalam konteks UU No. 6/2018 memang ada pidananya dengan catatan menimbulkan wabah yang meluas, tidak terkendali. Kata menimbulkan itu pun butuh pembuktian," terangnya.
"Tapi sekali lagi, dalam konteks Habib Rizieq Shihab, aturan yang digunakan bukan UU Kekarantinaan Kesehatan, melainkan pergub," sambung Asep.
(Baca juga: N219 Pesawat Karya Anak Bangsa yang Siap Menghiasi Langit Biru Dunia )
Lebih lanjut Asep mengungkapkan, publik kini sudah sangat geram menyaksikan penanganan Habib Rizieq oleh pemerintah, termasuk pihak kepolisian. Bahkan, kata Asep, kondisi tersebut sudah benar-benar menimbulkan kesan bahwa pemerintah dan polisi tidak adil di mata masyarakat.
"Publik sudah geram melihat pemerintah dan polisi menangani Habib Rizieq , apalagi polisi terus-terusan memakai pasal-pasal pidana kepada Habib Rizieq . Publik pun akhirnya menilai pemerintah dan polisi sedang mempolitisasi hukum, sehingga kesan yang kini terbangun bahwa pemerintah dan polisi tidak adil," ucapnya.
Menurut Asep, kondisi ini tak bisa terus dibiarkan karena bakal terus menimbulkan kegaduhan hingga berpotensi merusak kondusivitas. Bahkan, Asep juga menyebut, kondisi tersebut kontraproduktif dengan upaya penanggulangan pandemi COVID-19, termasuk pemulihan ekonomi yang kini terus digaungkan oleh pemerintah.
"Di satu sisi, pemerintah terus menyuarakan upaya penanganan pandemi, pemulihan ekonomi, hingga upaya menarik investasi. Tapi, dengan situasi yang gaduh seperti saat ini, hal itu menjadi kontraproduktif," katanya.
(Baca juga: 21 Kasus Baru Poritif COVID-19 di Kulonprogo Muncul Dari Klaster Pergiwatu )
Agar kegaduhan segera mereda, Asep menyarankan pemerintah dan polisi segera melakukan tiga hal dalam penanganan kasus Habib Rizieq . Pertama, hukum jangan sampai dipelintir ke ranah politik. Kedua, pemerintah segera membuka dialog dalam upaya rekonsiliasi. Ketiga, penerapan aturan hukum jangan melulu mengarah pada ancaman pidana.
"Apalagi, sejak awal, Habib Rizieq sudah menyatakan sikap membuka dialog dengan pemerintah. Publik sudah tidak nyaman dengan situasi gaduh saat ini, perlu segera diakhiri," tandasnya.
Lihat Juga: Dharma Pongrekun Sebut Pandemi Agenda Terselubung Asing, Ini Alasan Ridwan Kamil Tanya soal Covid-19
(Baca juga: Habib Rizieq Jadi Tersangka Pelanggaran Prokes, PWNU Jatim Minta Polisi Lebih Humanis Menangani )
Pernyataan tersebut ditegaskan Asep, menyikapi penetapan status tersangka kepada Habib Rizieq Shihab oleh Polda Metro Jaya dalam kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat. "Pelanggar PSBB itu tidak bisa dipidana," tegas Asep melalui sambungan telepon selularnya, Sabtu (12/12/2020) malam.
Asep menjelaskan, ancaman pidana terhadap Habib Rizieq atas kasus tersebut tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, penerapan kebijakan PSBB mengacu kepada Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta yang mengatur tentang PSBB .
"Sanksi paling tinggi pelanggar PSBB itu denda untuk perseorangan dan pencabutan izin usaha bagi perusahaan. Jadi, kasus kerumunan massa Habib Rizieq tidak bisa dipidana," tegasnya lagi.
(Baca juga: Nekat Liburan Keluar Kota di Akhir Tahun, Balik ke Surabaya Wajib Lakukan Ini )
Asep mengakui, dalam UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, memang disebutkan bahwa pelanggar dapat dikenai sanksi pidana. Namun, kata Asep, sanksi pidana itu dapat diterapkan jika perbuatan pelanggar terbukti menimbulkan wabah yang meluas hingga tidak terkendali.
"Dalam konteks UU No. 6/2018 memang ada pidananya dengan catatan menimbulkan wabah yang meluas, tidak terkendali. Kata menimbulkan itu pun butuh pembuktian," terangnya.
"Tapi sekali lagi, dalam konteks Habib Rizieq Shihab, aturan yang digunakan bukan UU Kekarantinaan Kesehatan, melainkan pergub," sambung Asep.
(Baca juga: N219 Pesawat Karya Anak Bangsa yang Siap Menghiasi Langit Biru Dunia )
Lebih lanjut Asep mengungkapkan, publik kini sudah sangat geram menyaksikan penanganan Habib Rizieq oleh pemerintah, termasuk pihak kepolisian. Bahkan, kata Asep, kondisi tersebut sudah benar-benar menimbulkan kesan bahwa pemerintah dan polisi tidak adil di mata masyarakat.
"Publik sudah geram melihat pemerintah dan polisi menangani Habib Rizieq , apalagi polisi terus-terusan memakai pasal-pasal pidana kepada Habib Rizieq . Publik pun akhirnya menilai pemerintah dan polisi sedang mempolitisasi hukum, sehingga kesan yang kini terbangun bahwa pemerintah dan polisi tidak adil," ucapnya.
Menurut Asep, kondisi ini tak bisa terus dibiarkan karena bakal terus menimbulkan kegaduhan hingga berpotensi merusak kondusivitas. Bahkan, Asep juga menyebut, kondisi tersebut kontraproduktif dengan upaya penanggulangan pandemi COVID-19, termasuk pemulihan ekonomi yang kini terus digaungkan oleh pemerintah.
"Di satu sisi, pemerintah terus menyuarakan upaya penanganan pandemi, pemulihan ekonomi, hingga upaya menarik investasi. Tapi, dengan situasi yang gaduh seperti saat ini, hal itu menjadi kontraproduktif," katanya.
(Baca juga: 21 Kasus Baru Poritif COVID-19 di Kulonprogo Muncul Dari Klaster Pergiwatu )
Agar kegaduhan segera mereda, Asep menyarankan pemerintah dan polisi segera melakukan tiga hal dalam penanganan kasus Habib Rizieq . Pertama, hukum jangan sampai dipelintir ke ranah politik. Kedua, pemerintah segera membuka dialog dalam upaya rekonsiliasi. Ketiga, penerapan aturan hukum jangan melulu mengarah pada ancaman pidana.
"Apalagi, sejak awal, Habib Rizieq sudah menyatakan sikap membuka dialog dengan pemerintah. Publik sudah tidak nyaman dengan situasi gaduh saat ini, perlu segera diakhiri," tandasnya.
Lihat Juga: Dharma Pongrekun Sebut Pandemi Agenda Terselubung Asing, Ini Alasan Ridwan Kamil Tanya soal Covid-19
(eyt)