Kerja 18 Jam Sehari Selama 8 Bulan, Safri Hanya Terima Rp6 Juta
loading...
A
A
A
OKI - Keluarga WNI yang meninggal dan dilarung ke laut dari kapal berbendera China kecewa dan sedih karena mendapatkan informasi yang berbeda dari yang disampaikan PT Karunia Bahari Samudera. Tragisnya lagi, keluarga hanya menerima gaji dari sekitar delapan bulan Sepri bekerja.
Hal ini dituturkan Rika (31), kakak perempuan Sepri, WNI yang meninggal dan dilarung ke laut oleh kapal China. Rika (31) sangat kecewa karena kabar yang disampaikan oleh pihak PT. Karunia Bahari Samudera berbeda dengan apa yang didengarkannya secara langsung dari teman Sepri, setelah viral dan banyak diberitakan.
Setelah mengetahui perbedaan keterangan dari tempat adiknya bekerja, dengan apa yang dilihat di televisi, Rika pun mencari tau langsung kebenarannya, dengan menanyakan hal tersebut kepada rekan kerja satu kapal dengan adiknya melalui sambungan handphone, yang dulu pernah memberikan kabar bahwa Sepri meninggal dan jasadnya dilarung kelaut.
"Teman Sapri membenarkan disana adik saya bekerja selama 18 jam perhari, 6 jam sekali baru diberi makan dan minumnya pun air laut yang disterilkan. Kalau memang seperti itu perlakuannya pantasan saja adik saya meninggal, bukan lantaran sakit seperti halnya yang diinformasikan oleh pihak perusahaan tempatnya bekerja," ujar Rika, Jumat (08/05/2020).
Sebelumnya, pihak keluarga baru mengetahui bahwa Sefri meninggal dunia pada tanggal 21 Desember 2019, itu pun dari teman kerjanya. Lalu pada 16 Januari 2020 dipanggil oleh pihak PT. Karunia Bahari Samudera untuk datang ke sana dan biaya keberangkatan difasilitasi oleh mereka.
"Setelah sampai di sana kami diberi uang sebesar Rp50 juta untuk biaya duka dan sebagainya, lalu diminta untuk menanda tangani surat pernyataan oleh mereka. Sedangkan untuk gaji Sapri selama bekerja beberapa bulan belakangan ini baru ditransfer sebesar Rp6,7 juta, selama 8 bulan bekerja setelah dipotong biaya ini dan itu," jelasnya.
Sementara itu, Kuasa Kukum keluarga dari Kantor Hukum Prasaja Nusantara, Aulia Aziz Al Haqqi, Saddam dan Subrata, mengatakan keterangan dari pihak PT. Karunia Bahari Samudera yang memberikan kabar sebelumnya, sangat diragukan. Katanya Sepri meninggal karena sakit. Logikanya pihak perusaan tidak akan menerima orang itu bekerja jika pekerja itu dalam kondisi sakit atau ada penyakit.
Lalu kemudian dengan pola kerja 18 jam perhari ditambah dengan asupan makanan dan minuman yang diberikan, seperti yang diketahui sedang viral saat ini, mereka diberi minum air laut, hal ini yang diduga menyebabkan meninggalnya adik dari klien kami.
"Dan juga masalah hak-hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan, seperti halnya gaji. Karena kita ketahui dari pihak keluarga, Sepri bekerja selama kurang lebih 10 bulan dan hanya menerima uang sebesar Rp6 juta sekian, tidak mungkin bekerja 10 bulan hanya menerima Rp6 juta," jelasnya.
Dia menduga ada semacam eksploitasi. Untuk itu, pihaknya meminta kepada pihak perusahaan untuk memenuhi kewajiban uang asuransi sesuai nominal dan lainnya. "Kemudian apa bila dalam perjalan nanti ditemukan penyebab kematian Sepri ada unsur pidana, maka kita akan melaporkan hal ini ke Mabes Polri," katanya.
Hal ini dituturkan Rika (31), kakak perempuan Sepri, WNI yang meninggal dan dilarung ke laut oleh kapal China. Rika (31) sangat kecewa karena kabar yang disampaikan oleh pihak PT. Karunia Bahari Samudera berbeda dengan apa yang didengarkannya secara langsung dari teman Sepri, setelah viral dan banyak diberitakan.
Setelah mengetahui perbedaan keterangan dari tempat adiknya bekerja, dengan apa yang dilihat di televisi, Rika pun mencari tau langsung kebenarannya, dengan menanyakan hal tersebut kepada rekan kerja satu kapal dengan adiknya melalui sambungan handphone, yang dulu pernah memberikan kabar bahwa Sepri meninggal dan jasadnya dilarung kelaut.
"Teman Sapri membenarkan disana adik saya bekerja selama 18 jam perhari, 6 jam sekali baru diberi makan dan minumnya pun air laut yang disterilkan. Kalau memang seperti itu perlakuannya pantasan saja adik saya meninggal, bukan lantaran sakit seperti halnya yang diinformasikan oleh pihak perusahaan tempatnya bekerja," ujar Rika, Jumat (08/05/2020).
Sebelumnya, pihak keluarga baru mengetahui bahwa Sefri meninggal dunia pada tanggal 21 Desember 2019, itu pun dari teman kerjanya. Lalu pada 16 Januari 2020 dipanggil oleh pihak PT. Karunia Bahari Samudera untuk datang ke sana dan biaya keberangkatan difasilitasi oleh mereka.
"Setelah sampai di sana kami diberi uang sebesar Rp50 juta untuk biaya duka dan sebagainya, lalu diminta untuk menanda tangani surat pernyataan oleh mereka. Sedangkan untuk gaji Sapri selama bekerja beberapa bulan belakangan ini baru ditransfer sebesar Rp6,7 juta, selama 8 bulan bekerja setelah dipotong biaya ini dan itu," jelasnya.
Sementara itu, Kuasa Kukum keluarga dari Kantor Hukum Prasaja Nusantara, Aulia Aziz Al Haqqi, Saddam dan Subrata, mengatakan keterangan dari pihak PT. Karunia Bahari Samudera yang memberikan kabar sebelumnya, sangat diragukan. Katanya Sepri meninggal karena sakit. Logikanya pihak perusaan tidak akan menerima orang itu bekerja jika pekerja itu dalam kondisi sakit atau ada penyakit.
Lalu kemudian dengan pola kerja 18 jam perhari ditambah dengan asupan makanan dan minuman yang diberikan, seperti yang diketahui sedang viral saat ini, mereka diberi minum air laut, hal ini yang diduga menyebabkan meninggalnya adik dari klien kami.
"Dan juga masalah hak-hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan, seperti halnya gaji. Karena kita ketahui dari pihak keluarga, Sepri bekerja selama kurang lebih 10 bulan dan hanya menerima uang sebesar Rp6 juta sekian, tidak mungkin bekerja 10 bulan hanya menerima Rp6 juta," jelasnya.
Dia menduga ada semacam eksploitasi. Untuk itu, pihaknya meminta kepada pihak perusahaan untuk memenuhi kewajiban uang asuransi sesuai nominal dan lainnya. "Kemudian apa bila dalam perjalan nanti ditemukan penyebab kematian Sepri ada unsur pidana, maka kita akan melaporkan hal ini ke Mabes Polri," katanya.
(don)