Bawaslu Sulsel Sebut Pilkada Desember 2020 Rentan Malpraktek Regulasi
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel turut angkat bicara mengenaigelaranpemilihan kepala daerah (Pilkada) yang resmi diundur hingga Desember 2020. Hal ini menyusul setelah Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada.
Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad mengatakan bahwa jika sedianya Pilkada digelar Desember mendatang, maka seharusnya tahapan sudah dimulai pada Mei bulan ini. Artinya kata Dia, tahapan berjalan selama masa pandemi hingga pemungutan suara dilakukan di Desember 2020.
"Pertanyaannya, apakah di masa pandemi ini, memungkinkan petugas untuk melakukan itu? Sampai saat ini juga, KPU belum membentuk PPS dan PPDP," tukas Saiful.
Dia melanjutkan, jika tahapan dipaksakan digelar Mei ini maka akan ada proses yang dilakukan secara tidak maksimal. Bahkan terkesan tergesa-gesa hingga malpraktek tahapan.
"Misalnya pada tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan. Serta pencocokan dan penelitian (coklit) atas daftar pemilih baru yang diserahkan dukcapil, daftar pemilih potensial dan daftar pemilih hasil pemilu 2019," tuturnya.
Saiful menjelaskan, pasca hadirnya Perpu Pilkada, KPU baru akan menyusun regulasi atau PKPU kemudian dikonsultasikan ke Komisi II untuk disetujui. Selanjutnya difinalisasi dan diundangkan, lalu bisa berlaku.
"Setelah PKPU ada, baru bisa disusun Perbawaslu untuk pedoman bagi pengawas melakukan tugas pengawasan pada tahapan yang diatur dalam PKPU. Perbawaslu juga dikonsultasikan ke Komisi II lalu bisa disahkan. Rangkaian ini menjelaskan bahwa jika dipaksa tahapan berjalan di Mei 2020 ini, akan ada "malpraktik" regulasi," jelasnya.
Selain itu, Saiful juga menyebutkan beberapa kerugian lainnya jika Pilkada digelar Desember mendatang. Kata dia, kondisi pandemi akan menjadi ruang bagi petahana membuat kegiatan menggunakan dana dan anggaran negara, atas nama penananganan Covid-19. Menurutnya, hak ini tentu menguntungkan petahana.
"Jauh-jauh hari, Bawaslu telah membuat surat himbauan bahwa jika itu dilakukan, dan Pilkada dilaksanakan Desember 2020, akan banyak petahana "terancam" pasal 71 UU Pilukada. Yang tidak hanya berkonsekuensi pidana, tetapi juga administrasi atau dibatalkan pencalonannya oleh KPU," kata Saiful.
Dia melanjutkan, situasi ini kian mendukung lantaran masyarakat yang terdampak pandemi karena PHK, atau karena pendapatan mereka tidak ada, akan rawan dimanfaatkan calon yang bermodal untuk mendapatkan materi dengan janji untuk dipilih nanti saat Pilkada.
Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad mengatakan bahwa jika sedianya Pilkada digelar Desember mendatang, maka seharusnya tahapan sudah dimulai pada Mei bulan ini. Artinya kata Dia, tahapan berjalan selama masa pandemi hingga pemungutan suara dilakukan di Desember 2020.
"Pertanyaannya, apakah di masa pandemi ini, memungkinkan petugas untuk melakukan itu? Sampai saat ini juga, KPU belum membentuk PPS dan PPDP," tukas Saiful.
Dia melanjutkan, jika tahapan dipaksakan digelar Mei ini maka akan ada proses yang dilakukan secara tidak maksimal. Bahkan terkesan tergesa-gesa hingga malpraktek tahapan.
"Misalnya pada tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan. Serta pencocokan dan penelitian (coklit) atas daftar pemilih baru yang diserahkan dukcapil, daftar pemilih potensial dan daftar pemilih hasil pemilu 2019," tuturnya.
Saiful menjelaskan, pasca hadirnya Perpu Pilkada, KPU baru akan menyusun regulasi atau PKPU kemudian dikonsultasikan ke Komisi II untuk disetujui. Selanjutnya difinalisasi dan diundangkan, lalu bisa berlaku.
"Setelah PKPU ada, baru bisa disusun Perbawaslu untuk pedoman bagi pengawas melakukan tugas pengawasan pada tahapan yang diatur dalam PKPU. Perbawaslu juga dikonsultasikan ke Komisi II lalu bisa disahkan. Rangkaian ini menjelaskan bahwa jika dipaksa tahapan berjalan di Mei 2020 ini, akan ada "malpraktik" regulasi," jelasnya.
Selain itu, Saiful juga menyebutkan beberapa kerugian lainnya jika Pilkada digelar Desember mendatang. Kata dia, kondisi pandemi akan menjadi ruang bagi petahana membuat kegiatan menggunakan dana dan anggaran negara, atas nama penananganan Covid-19. Menurutnya, hak ini tentu menguntungkan petahana.
"Jauh-jauh hari, Bawaslu telah membuat surat himbauan bahwa jika itu dilakukan, dan Pilkada dilaksanakan Desember 2020, akan banyak petahana "terancam" pasal 71 UU Pilukada. Yang tidak hanya berkonsekuensi pidana, tetapi juga administrasi atau dibatalkan pencalonannya oleh KPU," kata Saiful.
Dia melanjutkan, situasi ini kian mendukung lantaran masyarakat yang terdampak pandemi karena PHK, atau karena pendapatan mereka tidak ada, akan rawan dimanfaatkan calon yang bermodal untuk mendapatkan materi dengan janji untuk dipilih nanti saat Pilkada.