Status Lahan Tak Jelas, Ratusan Hektare Kebun Sawit di Kampar Riau Terbengkalai
loading...
A
A
A
PEKANBARU - Ketua Koperasi Tani Sawit Makmur (Kopsa-M) Antony Hamzah (52) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, dibuat pusing terkait masalah cicilan yang dialaminya dan rekan-rekanya. Hal ini karena besarnya hutang yang harus dibayar ke bank.
(Baca juga: Polres Inhil Amankan Sabu 50 Kg Senilai Rp57 Miliar di Perkebunan Kelapa Sawit)
Pasalnya, saat ini kondisi buah sawit dari perkebunan mereka tidak mencukupi untuk menutupi cicilan. Persoalannya, kebun koperasi tidak terawat sehingga panen yang dihasilkan minim.
(Baca juga: Ketua KPU Balikpapan Positif COVID-19, Debat Publik Pilkada Balikpapan Langsung Dihentikan)
"Kita memang memiliki lahan sawit seluas 1.415 hektare. Namun, hanya 754 hektare saja yang menghasilkan, sisanya jadi semak belukar," keluh Antony.
Dia mengatakan, pihak koperasi harus membayar hutang Rp83 miliar kepada pihak bank. Untuk melunasinya, dilakukan secara menyicil. Hutang kepada pihak bank bukan nama pribadi, melainkan atas nama Koperasi Tani Sawit Makmur (Kopsa-M).
Dia menjelaskan, dari hasil panen tandan buah segar (TBS) di lahan 754 hektare tersebut, paling banyak sekitar 700 ton per bulan. Nilainya jika diuangkan adalah Rp875 juta, belum termasuk biaya yang dikeluarkan untuk upah panen, ongkos angkut, dan operasional lainnya.
"Biaya yang harus dikeluarkan pertiga bulan adalah Rp3,7 miliar. Namun sekarang kita membayar Rp5 juta dan paling banyak Rp 25 juta," imbuhnya.
Lalu siapa yang melangi hutang ke Bank? Antony mengatakan, yang membantu membayar adalah pihak PTPN V selaku bapak angkat dengan sistem KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota). "Sisanya dibayar melalui auto debet rekening PT Perkebunan Nusantara (PTPN)," tukasnya.
Dia mengatakan, melihat kondisi kebun sawit sekarang, sudah selayaknya kebun sawit milik koperasi sudah diremajakan (replanting). Ini mengingat usia pohon yang sudah tua. Namun Antony mengaku tak bisa berbuat, banyak karena perusahaan belum menyerahkan sepenuhnya lahan tersebut ke pihak koperasi. Dengan demikian, tegas Antony, pihak perusahaan masih bertanggung jawab atas operasional kebun.
(Baca juga: Polres Inhil Amankan Sabu 50 Kg Senilai Rp57 Miliar di Perkebunan Kelapa Sawit)
Pasalnya, saat ini kondisi buah sawit dari perkebunan mereka tidak mencukupi untuk menutupi cicilan. Persoalannya, kebun koperasi tidak terawat sehingga panen yang dihasilkan minim.
(Baca juga: Ketua KPU Balikpapan Positif COVID-19, Debat Publik Pilkada Balikpapan Langsung Dihentikan)
"Kita memang memiliki lahan sawit seluas 1.415 hektare. Namun, hanya 754 hektare saja yang menghasilkan, sisanya jadi semak belukar," keluh Antony.
Dia mengatakan, pihak koperasi harus membayar hutang Rp83 miliar kepada pihak bank. Untuk melunasinya, dilakukan secara menyicil. Hutang kepada pihak bank bukan nama pribadi, melainkan atas nama Koperasi Tani Sawit Makmur (Kopsa-M).
Dia menjelaskan, dari hasil panen tandan buah segar (TBS) di lahan 754 hektare tersebut, paling banyak sekitar 700 ton per bulan. Nilainya jika diuangkan adalah Rp875 juta, belum termasuk biaya yang dikeluarkan untuk upah panen, ongkos angkut, dan operasional lainnya.
"Biaya yang harus dikeluarkan pertiga bulan adalah Rp3,7 miliar. Namun sekarang kita membayar Rp5 juta dan paling banyak Rp 25 juta," imbuhnya.
Lalu siapa yang melangi hutang ke Bank? Antony mengatakan, yang membantu membayar adalah pihak PTPN V selaku bapak angkat dengan sistem KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota). "Sisanya dibayar melalui auto debet rekening PT Perkebunan Nusantara (PTPN)," tukasnya.
Dia mengatakan, melihat kondisi kebun sawit sekarang, sudah selayaknya kebun sawit milik koperasi sudah diremajakan (replanting). Ini mengingat usia pohon yang sudah tua. Namun Antony mengaku tak bisa berbuat, banyak karena perusahaan belum menyerahkan sepenuhnya lahan tersebut ke pihak koperasi. Dengan demikian, tegas Antony, pihak perusahaan masih bertanggung jawab atas operasional kebun.