Candi atau Patirtan, Situs Gedog Blitar Masih Misteri

Rabu, 14 Oktober 2020 - 15:10 WIB
loading...
Candi atau Patirtan, Situs Gedog Blitar Masih Misteri
Hasil ekskavasi Situs Gedog di wilayah Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Ekskavasi tahap kedua pada peninggalan purbakala di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar , Jatim masih belum mengungkap status situs yang digali. BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya), Trowulan Mojokerto belum bisa memastikan, apakah Situs Gedog yang tercatat dalam History of Java tersebut berupa candi pemujaan atau patirtan (pemandian), atau dua duanya. (Baca juga: Candi Gedog, Temuan Raffles yang Terlupakan)

"Intinya dari seluruh data yang kita temukan, masih seperti asumsi semula, masih ada kemungkinan, apakah dua bangunan, patirtan atau candi," ujar Arkeolog BPCB Trowulan Mojokerto, Nugroho Harjo Lukito, Rabu (14/10/2020). Ekskavasi tahap kedua berlangsung kurang lebih 8 hari. Lokasi penggalian tepat di sebelah barat pohon beringin tua raksasa. Di sisi timur beringin yang berbatasan tembok warga, terdapat sumber air yang menjadi kolam pemancingan. (Baca juga: Miris, Balita Tewas Tercebur ke Dalam Ember saat Mau Mandi)
Candi atau Patirtan, Situs Gedog Blitar Masih Misteri

Pada tanah yang tergali sekitar 2,5 meter, tim arkeolog yang dibantu warga setempat menemukan konstruksi batu bata merah kuno. Di dasar galian yang demi keamanan kemudian dipagari bambu, bata merah tersebut dalam posisi tersusun. Bentuknya meninggi dan melebar. Konstruksinya mengarah pada bangunan candi yang tidak sempurna. Bata kuno juga banyak terlihat pada dinding bekas galian. Kondisinya tidak sama. Ada yang masih utuh. Namun banyak yang berupa potongan bata kecil.
Candi atau Patirtan, Situs Gedog Blitar Masih Misteri

"Data (ekskavasi kedua) sudah kita anggap maksimal. Jadi tidak akan ada temuan baru lagi," kata Nugroho. Selain konstruksi bata kuno, dalam ekskavasi lanjutan tersebut, tim juga menemukan fragmen bagian arca yang tidak lagi sempurna. Fragmen tersebut berupa stela atau sandaran arca yang biasanya berada di dekat kepala. Di sana terdapat atribut sirah cakra dengan bagian atas berupa ukiran agni atau api yang berpadu lingkaran atau braja di bawahnya.

"Sirah cakra mencirikan atribut Hari Hara. Perpaduan Syiwa-Wisnu," terang Nugroho. Adanya sirah cakra memberi gambaran lebih jelas tentang siapa dewa sesembahan. Dalam sirah cakra terdapat unsur penokohan yang sekaligus pusat penyembahan.

Menurut Nugroho, sekte pemujaan Dewa Syiwa dan Dewa Wisnu sekaligus banyak dijumpai di era Kerajaan Singasari. Adanya ciri Singasari juga kental terlihat pada ukiran sirah cakra yang halus dan detil.

"Menunjukkan sebuah langgam yang umumnya ditemukan pada masa Singasari," tambah Nugroho. Kecuali yoni, dan beberapa bongkahan batu berelief Kala dan Makara, hasil temuan ekskavasi Tim BPCP Trowulan Mojokerto ditempatkan di dalam kotak kaca yang bersekat dan terkunci.

Selain stela, juga batu bata kuno, fragmen relief batu putih, serta pecahan gerabah. Setiap hari ada 5 orang warga setempat yang menjaganya.

Menurut Nugroho, hasil ekskavasi lanjutan itu belum ada 25%. Sebab sisi terluar kawasan Situs Gedog hingga kini juga belum diketahui. "Prosentasenya masih kecil. Belum ada 25 persen," kata Nugroho. Ekskavasi rencananya berlanjut tahun depan. BPCB Trowulan Mojokerto telah mengajukan sharing anggaran ekskavasi kepada Pemerintah Kota Blitar. Dengan adanya sharing anggaran, kata Nugroho, diharapkan alokasi waktu ekskavasi akan semakin panjang.

Begitu juga dengan capaian temuan, yakni volume akan semakin banyak. "Persentase bangunan yang ditemukan semakin tinggi. Tahun depan diupayakan terbuka semua," pungkas Nugroho.

Seperti diketahui, Situs Gedog, Kota Blitar juga disinggung dalam catatan History of Java Thomas Stamford Raffles. Dalam catatannya, Raffles menyebut struktur Candi Gedog terdiri dari batu bata. Gubernur Jendral Inggris di masa kolonial itu menyatakan takjub. "Disini juga ditemukan benda benda kuno. Di antara kota yang telah ditinggalkan itu, dengan dinding dinding dan alas dari batu, yang menarik untuk dicatat," tulisnya dalam History of Java, halaman 382.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1030 seconds (0.1#10.140)