Dulu Dianggap Makanan Ular, Porang Kini Nilai Jualnya Tinggi

Rabu, 14 Oktober 2020 - 14:28 WIB
loading...
Dulu Dianggap Makanan...
Budidaya tanaman porang menjanjikan karena nilai jualnya tinggi dan modalnya murah. Foto/Kementan
A A A
BANDUNG - Budidaya tanaman porang kini jadi salah satu solusi untuk membantu masyarakat keluar dari krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 . Porang kini menjadi komoditas yang menjanjikan karena nilai jualnya tinggi. Selain itu, budidaya porang pun cukup mudah dan modal yang dikeluarkan tidak terlalu besar, sehingga menghasilkan keuntungan yang besar.

"Dulu porang ini dianggap makanan ular, tapi sekarang sudah tidak karena jadi komoditas ekspor dengan nilai jual yang menjanjikan. Bahkan, sudah banyak kisah sukses petani porang," ungkap Sekretaris (Sekda) Jabar, Setiawan Wangsaatmaja di Bandung, Rabu (14/10/2020). (Baca juga: Petani Bulukumba Didorong Budidaya Tanaman Porang)

Porang yang juga dikenal dengan nama iles-iles merupakan tanaman umbi-umbian dari spesies amorphophallus muelleri. Porang dapat digunakan untuk bahan baku tepung, kosmetik, hingga penjernih air. (Baca juga: Miris, Balita Tewas Tercebur ke Dalam Ember saat Mau Mandi)

"Kalau lihat khasiatnya, ini sangat banyak dan mungkin lebih dari ini. Kesempatan emas manfaatkan dengan baik. Harapannya, (budi daya porang) bisa menyerap tenaga kerja," katanya.

Menurut Setiawan, kondisi tersebut menjadi peluang bagi Jabar untuk mengembangkan porang. Apalagi, kata Setiawan, masih banyak lahan subur di Jabar yang dapat dimanfaatkan untuk menanam porang. "Kalau kita lihat, skala budidaya porang sifatnya masih individu, bukan usaha besar-besaran. Maka, kita harus bergerak lebih," ujarnya.

Lebih lanjut Setiawan mengatakan, pertanian menjadi salah satu sektor yang mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19. Ketika semua sektor terpukul pandemi, pertanian justru mengalami pertumbuhan.

Oleh karenanya, pengembangan sektor pertanian, termasuk budidaya porang menjadi peluang bagi Jabar untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19. "Salah satu sektor yang positif (pertumbuhannya) adalah usaha di sektor pertanian. Situasi ini harus cepat kita tangkap," tegasnya.

Dia juga menyatakan, pandemi COVID-19 menjadi momentum bagi Pemprov Jabar untuk embangkitkan sektor pertanian lokal. Melalui Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Jabar, pihaknya intens mendorong semua pihak untuk memajukan sektor pertanian di Jabar. "Melakukan bisnis pertanian saat ini amat sangat tepat," imbuhnya.

Setiawan menambahkan, ada sejumlah faktor yang membuat pertanian mampu bertahan di tengah pandemi, di antaranya aktivitas pertanian masih dapat berjalan baik meski protokol kesehatan diterapkan secara ketat dan kebutuhan akan pangan masih tinggi.

"Meski begitu, ada tantangan yang harus dihadapi pelaku pertanian, yakni suplai dan permintaan. Permintaannya tinggi, maka bagaimana sekarang suplai terjamin. Lalu, logistiknya seperti apa. Itu juga harus kita pikirkan," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Jabar, Dadan Hidayat mengatakan, pihaknya akan mendorong budidaya porang di Jabar, agar kesejahteraan masyarakat khususnya petani meningkat di tengah pandemi COVID-19.

"Kita juga sedang merencanakan, Jabar harus bisa produksi benih porang. Tidak hanya untuk kecukupan Jabar, tapi juga untuk kebutuhan nasional dan internasional," katanya.

Menurut Dadan, porang merupakan tanaman yang cocok ditanam pada musim hujan. Kolaborasi semua pihak, kata Dadan, merupakan kunci sukses budidaya porang. "Kolaborasi lahan dari kehutanan, porang dari dinas pertanian. Kita hadir bersama dari satu keinginan, yakni meningkatkan peluang usaha ekspor porang dari Jawa Barat," tandasnya.

Data yang dirilis Kementerian Pertanian, jika dijadikan sebagai tanaman budidaya pertanian porang memiliki keunggulan, yakni bisa beradaptasi pada semua jenis tanah dan ketinggian antara 0 sampai 700 mdpl.

Tanaman ini juga relatif bisa bertahan di tanah kering. Umbinya juga bisa didapatkan dengan mudah, sementara pemeliharaan tanamannya minim. Kelebihan lainnya, porang bisa ditanam dengan tumpang sari karena bisa toleran dengan dengan naungan hingga 60%.

Harga umbi porang segar mencapai Rp4.000/kg. Lalu harga porang yang sudah diolah dan siap ekspor berkisar Rp14.000/kg. Negara tujuan ekspornya antara lain Jepang, China, Australia, dan Vietnam. Badan Karantina Pertanian mencatat, pada tahun 2018, ekspor tepung porang mencapai 254 ton dengan nilai Rp11,31 miliar.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2067 seconds (0.1#10.140)