GubernurJabar: Pelaku Anarkis Aksi Tolak UU Cipta Kerja Bukan Buruh
loading...
A
A
A
BANDUNG - Gubernur Jabar , Ridwan Kamil menegaskan, para pelaku anarkis dalam aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja bukan berasal dari kalangan buruh. Kepastian tersebut mengacu kepada laporan dari Kapolda Jabar, Irjen Rudy Sufahriadi. Bahkan, pihak kepolisian pun mengamankan 209 orang yang terindikasi terlibat dalam kericuhan.
"Saya cek kepada Kapolda bahwa yang ditahan karena melakukan kerusakan itu ternyata 100 persen bukan dari pihak buruh," tegas Ridwan Kamil di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (8/10/2020). (Baca juga: Unjuk Rasa UU Cipta Kerja Ricuh, Polisi Amankan Pendemo di Depan Grahadi)
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu melanjutkan, mengacu kepada protokol COVID-19, mereka yang diamankan itu wajib menjalani tes COVID-19. Berdasarkan hasil rapid test, dari ratusan orang yang diamankan, kata Kang Emil, 13 orang di antaranya dinyatakan reaktif COVID-19. (Baca juga: Aksi Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja di Denpasar Ricuh)
"Beberapa persen dari yang ditahan reaktif dan sedang dilakukan tindakan lanjut untuk di-swab. Kalau ternyata ada yang positif, mengindikasikan betapa rawannya kerumunan yang terjadi selama COVID-19, apalagi dalam kondisi emosi dan jarak yang dekat dan tidak pakai masker," bebernya.
Gubernur berharap, pihak buruh tidak melanjutkan aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law, baik di Jabar maupun Ibu Kota Jakarta. Selain itu, Kang Emil meminta massa non-buruh bisa mengendalikan diri. Pasalnya, kata dia, substansi dari permasalahan ini adalah kelompok buruh yang sudah dipenuhi semua aspirasinya.
"Karena niat dan maksud agar kami menyampaikan aspirasi sudah dilaksanakan. Mudah-mudahan besok tidak ada lagi, kembali kita lakukan produktivitas dengan 3M. Saya akan hitung dalam 14 hari ke depan, saya doakan tidak ada klaster dari demonstrasi omnibus law," katanya.
Meski begitu, bagi pihak yang ingin tetap berunjuk rasa, Kang Emil pun tidak melarang karena hal itu sudah diatur undang-undang. Namun, dia mengingatkan agar aturan unjuk rasa dipenuhi, yakni tidak lebih dari pukul 18.00 WIB dan terpenting, menaati protokol COVID-19.
"Gak ada COVID-19 aja demo itu punya potensi mengganggu ketertiban umum, apalagi ada COVID-19 punya potensi ketertularan. Jadi, imbauan saya, mari salurkan aspirasi sesuai dengan koridor hukum, kan ada gugatan ke MK kan sudah banyak yang ngantri mau menggugat, itu hak yang dilindungi UU," pungkasnya.
"Saya cek kepada Kapolda bahwa yang ditahan karena melakukan kerusakan itu ternyata 100 persen bukan dari pihak buruh," tegas Ridwan Kamil di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (8/10/2020). (Baca juga: Unjuk Rasa UU Cipta Kerja Ricuh, Polisi Amankan Pendemo di Depan Grahadi)
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu melanjutkan, mengacu kepada protokol COVID-19, mereka yang diamankan itu wajib menjalani tes COVID-19. Berdasarkan hasil rapid test, dari ratusan orang yang diamankan, kata Kang Emil, 13 orang di antaranya dinyatakan reaktif COVID-19. (Baca juga: Aksi Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja di Denpasar Ricuh)
"Beberapa persen dari yang ditahan reaktif dan sedang dilakukan tindakan lanjut untuk di-swab. Kalau ternyata ada yang positif, mengindikasikan betapa rawannya kerumunan yang terjadi selama COVID-19, apalagi dalam kondisi emosi dan jarak yang dekat dan tidak pakai masker," bebernya.
Gubernur berharap, pihak buruh tidak melanjutkan aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law, baik di Jabar maupun Ibu Kota Jakarta. Selain itu, Kang Emil meminta massa non-buruh bisa mengendalikan diri. Pasalnya, kata dia, substansi dari permasalahan ini adalah kelompok buruh yang sudah dipenuhi semua aspirasinya.
"Karena niat dan maksud agar kami menyampaikan aspirasi sudah dilaksanakan. Mudah-mudahan besok tidak ada lagi, kembali kita lakukan produktivitas dengan 3M. Saya akan hitung dalam 14 hari ke depan, saya doakan tidak ada klaster dari demonstrasi omnibus law," katanya.
Meski begitu, bagi pihak yang ingin tetap berunjuk rasa, Kang Emil pun tidak melarang karena hal itu sudah diatur undang-undang. Namun, dia mengingatkan agar aturan unjuk rasa dipenuhi, yakni tidak lebih dari pukul 18.00 WIB dan terpenting, menaati protokol COVID-19.
"Gak ada COVID-19 aja demo itu punya potensi mengganggu ketertiban umum, apalagi ada COVID-19 punya potensi ketertularan. Jadi, imbauan saya, mari salurkan aspirasi sesuai dengan koridor hukum, kan ada gugatan ke MK kan sudah banyak yang ngantri mau menggugat, itu hak yang dilindungi UU," pungkasnya.
(shf)