Omzet 0 Rupiah, Titik Nadir Pelaku Usaha Pariwisata Semarang di Masa Pandemi

Kamis, 01 Oktober 2020 - 16:17 WIB
loading...
Omzet 0 Rupiah, Titik Nadir Pelaku Usaha Pariwisata Semarang di Masa Pandemi
Gedung Lawang Sewu salah satu daya tarik pariwisata di Kota Semarang. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
SEMARANG - Pandemi Covid-19 menjadi masa paling rendah bagi pelaku usaha bidang pariwisata Kota Semarang, Jawa Tengah . Bukan hanya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), banyak di antaranya yang mengalami penurunan omzet hingga Rp0.

“Penurunan omzet secara drastis, terjadi banyak PHK,” kata pengamat ekonomi Semarang Dr Nila Tristiarini dalam diskusi via daring berjudul “Less Contact Ekonomi untuk meningkatkan Eksistensi UMKM Kota Semarang di Masa Pandemi” yang digelar Gojek. (BACA JUGA: Kajian Gempa Megathrust-Tsunami 20 Meter Heboh, Pariwisata Panik )

Dosen Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) itu menyampaikan, beragam cara yang digunakan untuk mendongkrak pasar masih belum efektif. Terlebih, minat masyarakat terhadap pariwisata masih rendah karena khawatir terpapar COVID-19 sehingga mengurangi aktivitas di luar rumah. “Media sosial sudah digunakan tapi tidak berfungsi maksimal karena minat masyarakat untuk wisata masih sangat rendah,” kata Nila. (BACA JUGA: Tersangka Penyerangan di Pasar Kliwon Solo Kembali Ditangkap, 4 Masih Buron )

Padahal, ujar Nila, sebelum masa pandemi pelaku usaha di bidang pariwisata memiliki omzet sangat besar. Mereka bisa mendapatkan Rp10-100 juta per bulan. Namun, pandemi menjadi pukulan telak yang menggerus habis omzet mereka. (BISA DIKLIK: Kota Semarang Masuk Penilaian Program Gerakan Menuju Smart City )

Dia mengemukakan, terdapat 17.602 UMKM di Kota Semarang yang tercatat sampai Juli 2020. Mereka terbagi dalam 10 klaster di angtraanya olahan pangan, bandeng, jamu, lunpia, batik, logam, kerajinan, tas, pariwisata, mebel.

Dari sekian klaster UMKM itu, pelaku usaha di bidang olahan pangan dinilai yang paling bisa bertahan menghadapi gempuran pandemi. Meski mengalami penurunan, namun masih tetap eksis dibanding klaster lainnya.

“Olahan pangan omzet sebelumnya Rp10 juta per bulan, namun kini kurang dari Rp5 juta. Penurunan penjualan karena daya beli rendah. Belum bisa secara maksimal menggunakan sosial media untuk pemasaran online, dan tidak mengetahui cara bergabung di market place,” ujar dia.

Menurut Nila, penyedia aplikasi seperti Gojek memiliki peran besar bagi pengembangan 10 klaster UMKM di Kota Semarang. Apalagi, ekosistem yang dibangun bisa mempermudah transaksi secara contactless baik menggunakan jasa antar maupun pembayaran dengan uang elektronik.

“Ekosistem Gojek mampu membantu perluasan jenis produk, mempermudah transaksi secara contactless baik menggunakan aplikasi Gojek maupun membayar dengan menggunakan Gopay, serta memperluas pasar dengan GoSend yang saat ini mampu menjangkau antarkota di Pulau Jawa,” tutur Nila.

Sementara itu, VP Regional Strategi Gojek Jabar Jateng dan DIY Becquini Akbar mengatakan, lebih dari 90% mitra usaha merasa sangat terbantu dengan teknologi yang tersedia dalam ekosistem. Mereka bisa bertahan di masa pandemi.

“Kami percaya, kemudahan dan keamanan akses dalam proses aktivasi kian mendukung mitra UMKM untuk memulai usaha, beradaptasi dan mampu melebarkan sayap bisnisnya. Di aplikasi GoBiz terbaru, mitra UMKM bisa memanfaatkan fitur Daftar Mandiri untuk melakukan pendaftaran, mengecek status verifikasi, dan aktivasi akun secara mandiri,” kata Becquini.
(awd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1552 seconds (0.1#10.140)