Teror Video Call Cabul di UIN Alauddin Diminta Serius Ditangani

Rabu, 23 September 2020 - 22:28 WIB
loading...
Teror Video Call Cabul di UIN Alauddin Diminta Serius Ditangani
Teror panggilan video cabul hantui mahasiswi UIN Alauddin. Foto: Ilustrasi
A A A
MAKASSAR - Pengurus Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan, meminta pimpinan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin lebih serius merespons dugaan pelecehan seksual yang dialami sejumlah mahasiswi melalui panggilan video aplikasi WhatsApp.

Ketus Dewan Pendidikan Sulsel, Adi Suryadi Culla menegaskan, perlunya evaluasi ditingkat pimpinan baik universitas maupun fakultas sejajaran, untuk menindaklanjuti kejadian yang tak mengenakan terhadap sejumlah mahasiswi di salah satu jurusan.



"Makanya hal itu seharusnya dilihat secara serius. Sebelum menimpa lebih banyak korban lagi. Apalagi ini mahasiswi dan berada dalam satu naungan institusi perguruan tinggi malah. Itu penting pimpinan memproteksi anak didiknya yang berperilaku melenceng dari norma sosial," kata Adi kepada Sindonews Rabu (23/9/2020).

Menurut dia, kasus-kasus serupa sudah pernah heboh di lingkungan kampus, namun seiring berjalannya waktu hilang tanpa ada hasil. Kasus dugaan pelecehan seksual , kata Adi, penting ditindaklanjuti secara serius, bukan malah didiamkan.

Apalagi, lanjut Adi, pihaknya sangat prihatin terhadap kasus dugaan pelecehan seksual menimpa mahasiswi yang notebene sedang menuntut ilmu, praktis pihak kampus menjadi tameng pelindung mereka sebagai pengganti orang tua.

"Kita sangat prihatin, korban ini calon pemimpin bangsa, kader pelanjut. Kasus ini harus diusut, dilaporkan. Pihak pimpinan harus membicarakan internal dan melibatkan kepolisian. Tidak didiamkan. Pelakunya harus ditemukan dan diberi efek jera, mendapat hukuman yang pantas," tegasnya.

Sedangkan, Psikolog Universitas Negeri Makassar, Widya Astuti menjelaskan teror panggilan video dari penelpon gelap yang kemudian memamerkan alat kelaminnya merupakan gangguan mental, dengan sebutan ekshibisionisme.

Gangguan psikologis itu kata Widya, bisa saya terjadi karena pelaku pernah mendapatkan pengalaman serupa atau lebih dari itu. Ekshibisionisme, lanjut dia bisa menyasar siapa saja termasuk mahasiswa. Umumnya para pelaku cenderung introver dan kurang percaya diri.



"Jadi seperti ajang pembalasan, karena bisa saja pelakunya pernah dilecehkan dan merasa tidak nyaman. Sehingga berperilaku ekshibisionisme. Dan itu juga merupakan bagian dari akibat perasaan kurang percaya diri, apa yang seharusnya tidak dipamer, mereka pamerkan," jelasnya.

Olehnya itu, peran pimpinan, dosen hingga staf kampus sangat penting, mengingat kasus tersebut bisa menular atau merambah ke orang lain. "Yang awalnya jadi korban, berubah jadi pelaku, itu mengerikan loh. Apalagi kalau orang-orangnya adalah mahasiswa," ungkap Widya.

Seharusnya, jajaran pimpinan hingga pendidik di perguruan tinggi memberikan pelayanan atau pemulihan psikologis. Serta mengawasi lingkungan sosial di sekitar kampus untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang mengancam kejiwaan mahasiswa.

"Harusnya para mahasiswa ini diproteksi. Lingkungan sekitar kampus dibuat aman, diberi lampu di tembok-tembok pembatas kampus. Biar bagaimanapun orang tua mempercayakan anaknya kuliah di sana, dan itu tanggung jawab kampus," jelas Widya.

Terlebih, umumnya para pejabat dan dosen di UIN Alauddin berlatar belakang ustaz, sehingga tidak susah untuk memberikan konseling atau terapi keoada para mahasiswa yang pernah mengalami atau melakukan pelecehan seksual .

"Dibantulah mahasiswa dan mahasiswi ini. Diterapi otaknya supaya lurus, dipulihkan traumanya. Atau mungkin diberi hukuman, saya pikir ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk menangani kondisi ini. Dan tidak lupa mengusut orang-orang yang terlibat," paparnya.

Sementara itu, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan UIN Alauddin, Prof Darussalam menyatakan sejauh ini kasus pelecehan seksual melalui daring itu telah diserahkan penuh ke pihak fakultas dan sementara dalam proses investigasi internal mereka.

"Kami hanya mengimbau untuk senantiasa meningkatkan kewaspadaan, serta meminta kerjasama dan keikutsertaan orang tua atau keluarga mahasiswa dalam membimbing anak-anaknya sangat dibutuhkan. Proses hukumnya sudah diserahkan ke fakultas," tukas Darussalam.
(agn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1292 seconds (0.1#10.140)