Bencana Banjir Bandang di Sukabumi, Begini Analisa Kejadiannya

Rabu, 23 September 2020 - 15:13 WIB
loading...
Bencana Banjir Bandang di Sukabumi, Begini Analisa Kejadiannya
Dampak bencana banjir bandang yang menerjang kawasan Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat. Foto/BNPB
A A A
JAKARTA - Bencana banjir bandang yang menerjang kawasan Sukabumi, Jabar pada Senin, 21 September 2020 mengakibatkan 2 warga meninggal dunia dan seorang warga lainnya masih hilang. Sedangkan korban luka-luka ada 10 orang.

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati menjelaskan, berdasarka data hingga Rabu siang (23/9/2020) bencana tersebut telah berdampak pada 176 kepala keluarga (KK) atau 525 jiwa, serta 78 jiwa terpaksa harus mengungsi. (Baca juga: Banjir Bandang Terjang Cicurug Sukabumi)
Bencana Banjir Bandang di Sukabumi, Begini Analisa Kejadiannya

"Sedikitnya 127 unit rumah yang tersebar di 11 desa terdampak, dengan rincian 34 unit rumah rusak berat (RB), 23 rusak sedang (RS) dan 70 rusak ringan (RR)," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (23/9/2020). (Baca juga: Sekolah Tatap Muka di Jateng Berjalan 2 Minggu, Ini Hasil Evaluasinya)

Berdasarkan analisa sementara yang dihimpun Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB, wilayahyang diterjangbanjir bandang Sukabumi merupakan dataran rendah yang berada di bawah kaki Gunung Salak, yang dilalui beberapa sungai, yakni Sungai Citarik-Cipeuncit dan Sungai Cibojong.
Bencana Banjir Bandang di Sukabumi, Begini Analisa Kejadiannya

Menurut monitoring bahaya Banjir Bandang InaRisk BNPB, wilayah yang terdampak itu memiliki indeks bahaya SEDANG hingga TINGGI terhadap banjir bandang.

Raditya menambahkan, berdasarkan pantauan GPM-NASA (inaWARE) dalam 24 Jam terakhir sebelum kejadian, wilayah hulu atau di sebelah utara Sukabumi maupun di wilayah yang terdampak mengalami curah hujan Sedang-Tinggi dengan intensitas hingga-120 mm.

Hujan dengan intensitas tinggi tersebut menyebabkan massa air di daerah hulu menjadi semakin besar. Adapun kondisi wilayah sungai yang rusak dan banyak terjadi erosi serta sedimentasi menyebabkan potensi terbentuk bendung alami.

"Ketika bendung alami tersebut menjadi besar dan terganggu keseimbangannya oleh intensitas hujan tinggi, kemudian menyebabkan bendung alami tersebut berpotensi terjadi limpasan air beserta lumpur dengan jumlah yang besar dan cepat, atau yang kemudian disebut banjir bandang," ujarnya.

Sedangkanberdasarkan analisis citra Himawari-8 LAPAN, sebelum terjadinya banjir bandang pada pukul 16.40 WIB, hujan terdeteksi terjadi sejak pukul 15.30 WIB dengan intensitas sedang 40 mm/jam kemudian semakin meningkat menjadi 100 mm/jam pada pukul 16.40.

Intensitas hujan tertinggi berada pada bagian hulu yaitu di sekitar Gunung Salak. "Pantauan tersebut menimbulkan adanya kemungkinan hujan yang terakumulasi dalam 24 jam terakhir menjadi tertampung di daerah hulu kemudian meluap dan menghancurkan bendung alami yang diduga terbentuk di bagian hulu sungai," paparnya.

Selanjutnya berdasarkan hasil monitoring Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan yang terukur di wilayah Pos Perkeb Tugu Menteng, Kecamatan Lengkong dan Pos Ganesha, Kecamatan Cisolok adalah sebesar 88 mm dan 57 mm. Curah hujan tersebut tergolong tinggi.

Analisis meteorologi BMKG berdasarkan citra radar, tampak bahwa pada pukul 14.08 WIB, Senin 21 (21/9) terdapat pertumbuhan awan konvektif di Sukabumi bagian utara dan Selatan. Awan Konvektif tersebut berupa Cumulunimbus (CB) yang terbentuk sangat cepat dan intensif.

"Dari hasil analisa tersebut, kesimpulan yang didapat adalah bahwa meluapnya Sungai Citarik-Cipeucit dan Sungai Cibojong menjadi faktor penyebab terjadinya banjir bandang," katanya.

Dalam 24 jam terakhir sebelum kejadian wilayah hulu, atau di sebelah utara Sukabumi maupun di wilayah terdampak mengalami curah hujan Sedang-Tinggi dengan intensitas hingga-120 mm. Intensitas hujan tertinggi berada pada bagian hulu yaitu di sekitar Gunung Salak.

Kemungkinan hujan yang terakumulasi dalam 24 jam terakhir yang tertampung di daerah hulu kemudian meluap dan menghancurkan bendung alami yang diduga terbentuk dibagian hulu sungai.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2530 seconds (0.1#10.140)