Pakar FKM Unair: Hadapi Pandemi COVID-19, Pemerintah Harus Jadi Role Model
loading...
A
A
A
SURABAYA - Para pakar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair memberikan berbagai rekomendasi bagi masyarakat dalam adaptasi kebiasaan baru di Indonesia .
Perubahan pola hidup itu diharapkan bisa menjadi pedoman masyarakat dalam menjalani kebiasaan baru di tengah pandemi. Rekomendasi para pakar itu terungkap dalam diskusi yang digelar Departemen Promosi Kesehatan dan Perubahan Perilaku (PKIP) Unair. (BACA JUGA: Pandemi COVID-19, Perajin Peti Jenazah Kebanjiran Pesanan )
Dosen di FKM Unair yang juga Ketua Kota Sehat Surabaya dr Oedojo Soedirham MPH MA PhD menuturkan, sebagian besar penduduk Indonesia masih bersifat paternalistik.
Sehingga dalam sosialiasi adaptasi kebiasaan baru sebagai upaya menghadapi pandemi COVID-19 dibutuhkan peran pemerintah sebagai role model untuk masyarakat. (BACA JUGA: Ada Lonjakan Kasus COVID-19, 1 Kecamatan di Madura Lockdwon )
“Pemerintah dan petugas penanggulangan COVID-19 harus konsisten untuk mematuhi protokol kesehatan agar dapat dicontoh oleh masyarakat,” kata Oedojo, Senin (21/9/2020). (BISA DIKLIK: Selama Sepekan, Denda Pelanggar Tak Pakai Masker Capai Rp319,40 Juta )
Dia mengemukakan, jika pemerintah dan petugas melakukan pelanggaran protokol kesehatan di hadapan media dan masyarakat, dapat menyebabkan masyarakat ikut memandang remeh COVID-19.
Masyarakat juga akan enggan mematuhi protokol kesehatan. “Jika pemerintah dan petugas sendiri yang melanggar maka masyarakat akan bertanya-tanya, pandemi COVID-19 ini serius atau tidak?” ujar dia.
Oedojo menuturkan, perputaran ekonomi pada dasarnya berdasarkan pergerakan manusia. Ketika manusia bergerak, maka ekonomi pun berjalan. Namun saat ini, pandemi COVID-19 membuat pergerakan manusia terbatas sehingga mengakibatkan perekonomian juga bermasalah.
Masalah pandemi ini perlu segera diatasi lebih dulu dan pemerintah harus serius dalam menanganinya. Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) perlu diperketat dan dilengkapi dengan sanksi yang tegas namun mendidik. “Pembukaan PSBB di suatu kota juga seharusnya dilakukan perlahan, jangan langsung semua lokasi dibuka,” tutur Oedojo.
Dosen FKM Unair lainnya Dr dr Rachmat Hargono MS MPH mengatakan, stigma pandemi COVID-19 saat ini menjadi musuh terbesar untuk penanggulangan COVID-19. Karena stigma bahwa pasien yang didiagnosis COVID-19 akan melalui prosedur yang rumit maka akan membuat masyarakat menjadi cenderung untuk menyembunyikan diri atau anggota keluarga jika ada yang mengalami gejala penyakit tersebut.
Ketika ada pasien COVID-19 yang menyembunyikan diri, atau keluarga menyembunyikan pasien maka rantai penularan akan sulit bahkan tidak mungkin dapat diputus. Untuk itu, stigma harus dilawan dan diperangi dengan sebaik-baiknya berdasarkan data dan fakta agar tidak ada keraguan dari masyarakat.
“Dengan begitu, mereka tidak menjadi takut tapi tetap waspada untuk terus menjaga lingkungan agar tidak terkena COVID-19,” kata Rachmat.
Pakar FKM Unair lain, Dr Drs M Bagus Qomaruddin MSc mengatakan, solidaritas sosial dan kesadaran kolektif masyarakat sangat diperlukan untuk menanggulangi COVID-19 dan menyukseskan adaptasi kebiasaan baru di masyarakat. Hal tersebut dapat dimulai dari keluarga.
Ketika keluarga memahami COVID-19 baik, dan berperilaku sehat serta menerapkan protokol kesehatan maka ketika emreka keluar rumah mereka dapat memberikan contoh pada masyarakat yang lain agar ikut mematuhi protokol kesehatan.
Jika dari keluarga sudah tertanam nilai yang kuat, maka ketika keluar terkena godaan apapun mereka tetap bisa konsisten untuk melakukan protokol kesehatan.
“Ketika keluarga berhasil mensosialisasikan adaptasi kebiasaan baru pada anggotanya, maka ketika keluar semua anggota keluarga tersebut dapat menjadi agen perubahan untuk masyarakat dan lingkungan sekitar,” pungkas M Bagus.
Perubahan pola hidup itu diharapkan bisa menjadi pedoman masyarakat dalam menjalani kebiasaan baru di tengah pandemi. Rekomendasi para pakar itu terungkap dalam diskusi yang digelar Departemen Promosi Kesehatan dan Perubahan Perilaku (PKIP) Unair. (BACA JUGA: Pandemi COVID-19, Perajin Peti Jenazah Kebanjiran Pesanan )
Dosen di FKM Unair yang juga Ketua Kota Sehat Surabaya dr Oedojo Soedirham MPH MA PhD menuturkan, sebagian besar penduduk Indonesia masih bersifat paternalistik.
Sehingga dalam sosialiasi adaptasi kebiasaan baru sebagai upaya menghadapi pandemi COVID-19 dibutuhkan peran pemerintah sebagai role model untuk masyarakat. (BACA JUGA: Ada Lonjakan Kasus COVID-19, 1 Kecamatan di Madura Lockdwon )
“Pemerintah dan petugas penanggulangan COVID-19 harus konsisten untuk mematuhi protokol kesehatan agar dapat dicontoh oleh masyarakat,” kata Oedojo, Senin (21/9/2020). (BISA DIKLIK: Selama Sepekan, Denda Pelanggar Tak Pakai Masker Capai Rp319,40 Juta )
Dia mengemukakan, jika pemerintah dan petugas melakukan pelanggaran protokol kesehatan di hadapan media dan masyarakat, dapat menyebabkan masyarakat ikut memandang remeh COVID-19.
Masyarakat juga akan enggan mematuhi protokol kesehatan. “Jika pemerintah dan petugas sendiri yang melanggar maka masyarakat akan bertanya-tanya, pandemi COVID-19 ini serius atau tidak?” ujar dia.
Oedojo menuturkan, perputaran ekonomi pada dasarnya berdasarkan pergerakan manusia. Ketika manusia bergerak, maka ekonomi pun berjalan. Namun saat ini, pandemi COVID-19 membuat pergerakan manusia terbatas sehingga mengakibatkan perekonomian juga bermasalah.
Masalah pandemi ini perlu segera diatasi lebih dulu dan pemerintah harus serius dalam menanganinya. Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) perlu diperketat dan dilengkapi dengan sanksi yang tegas namun mendidik. “Pembukaan PSBB di suatu kota juga seharusnya dilakukan perlahan, jangan langsung semua lokasi dibuka,” tutur Oedojo.
Dosen FKM Unair lainnya Dr dr Rachmat Hargono MS MPH mengatakan, stigma pandemi COVID-19 saat ini menjadi musuh terbesar untuk penanggulangan COVID-19. Karena stigma bahwa pasien yang didiagnosis COVID-19 akan melalui prosedur yang rumit maka akan membuat masyarakat menjadi cenderung untuk menyembunyikan diri atau anggota keluarga jika ada yang mengalami gejala penyakit tersebut.
Ketika ada pasien COVID-19 yang menyembunyikan diri, atau keluarga menyembunyikan pasien maka rantai penularan akan sulit bahkan tidak mungkin dapat diputus. Untuk itu, stigma harus dilawan dan diperangi dengan sebaik-baiknya berdasarkan data dan fakta agar tidak ada keraguan dari masyarakat.
“Dengan begitu, mereka tidak menjadi takut tapi tetap waspada untuk terus menjaga lingkungan agar tidak terkena COVID-19,” kata Rachmat.
Pakar FKM Unair lain, Dr Drs M Bagus Qomaruddin MSc mengatakan, solidaritas sosial dan kesadaran kolektif masyarakat sangat diperlukan untuk menanggulangi COVID-19 dan menyukseskan adaptasi kebiasaan baru di masyarakat. Hal tersebut dapat dimulai dari keluarga.
Ketika keluarga memahami COVID-19 baik, dan berperilaku sehat serta menerapkan protokol kesehatan maka ketika emreka keluar rumah mereka dapat memberikan contoh pada masyarakat yang lain agar ikut mematuhi protokol kesehatan.
Jika dari keluarga sudah tertanam nilai yang kuat, maka ketika keluar terkena godaan apapun mereka tetap bisa konsisten untuk melakukan protokol kesehatan.
“Ketika keluarga berhasil mensosialisasikan adaptasi kebiasaan baru pada anggotanya, maka ketika keluar semua anggota keluarga tersebut dapat menjadi agen perubahan untuk masyarakat dan lingkungan sekitar,” pungkas M Bagus.
(awd)