Risiko KLB PD3I Saat Pandemi, Jatim Harus Kejar Capaian Imunisasi
loading...
A
A
A
SURABAYA - Di tengah pandemi COVID-19 pencapaian imunisasi cenderung turun dan lebih rendah dari bulan yang sama di tahun sebelumnya.
Pencapaian imunisasi harus terus digenjot untuk menghindari risiko terjadinya kejadian luar biasa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (KLB PD3I) di masa pandemi COVID-19. (Baca juga: Pelaksanaan Imunisasi Anak di Masa Pandemi Harus Sesuai Protokol Kesehatan )
Pakar Infeksi dan Pediatrik Tropis Fakultas Kedokteran Unair Surabaya, Prof Dr dr Ismoedijanto Sp A(K), DTM&H mengatakan, terdapat penurunan cakupan imunisasi rutin lengkap (IRL) di tingkat regional maupun nasional selama masa pandemi. (Baca juga: Pelanggaran Protokol Marak, Pilkada Bisa Jadi Klaster Baru Covid-19 )
Cakupan imunisasi tahun lalu saja rendah sekitar 60-70%. Jika cakupan terus rendah di tahun ini maka ada kemungkinan terjadinya KLB wabah lain selama pandemi COVID-19.
“Jika orang tua takut maka cakupan imunisasi semakin rendah dan bahaya penyakit-penyakit PD3I sangat memungkinkan terjadi. WHO memberikan panduan untuk kegiatan imunisasi pada saat pandemi COVID-19 yang dapat dilakukan sesuai dengan kebijakan lokal daerah dan harus diukur dengan data-data. Bayi muda sangat rentan terhadap penyakit infeksi yang berbahaya seperti hepatitis B, polio, difteria, pertussis, dan tetanus. Sehingga jika tidak imunisasi kemungkinan untuk terkena penyakit tersebut tinggi, karena sistem imun tidak cukup kuat menghadapinya,” kata Ismoedijanto, Jumat (18/9/2020).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dr Herlin Ferliana M Kes mengatakan, cakupan Uminisasi dasar Lengkap (IDL) di Jawa Timur saat ini berada di posisi 43% atau lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata cakupan nasional sebesar 33,7%. Namun, cakupan IRL di Dinkes Jatim masih belum mencapai target yang ditetapkan sejak awal, yaitu 46%.
“Ini menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa, karena jumlah penduduk di Jawa Timur itu sekitar 40 juta orang, maka angka 43% dari 46% bukanlah angka yang kecil. Kami akan terus berusaha untuk mencapai target tersebut,” kata Herlin dalam acara webinar series Optimalisasi Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi di Era Pandemi COVID-19 di Jawa Timur, yang digelar Geliat Unair, Program Studi S3 Kesehatan Masyarakat dan UNICEF.
Dia melanjutkan, beberapa kabupaten di Jawa Timur yang masih berada pada zona merah COVID-19, seperti Sidoarjo, Bondowoso, Blitar, dan Mojokerto menjadi kendala capaian imunisasi. Namun dengan 34 kabupaten/kota lain yang berada di zona kuning dan oranye, membuat target 46% capaian imunisasi tersebut masih ada peluang diraih.
Terdapat 14 kota/kabupaten di Jatim yang saat ini target cakupan imunisasinya masih belum mencapai 46%. Meski angkanya berhasil ditekan sejak 2015, namun jumlah kematian bayi di Jawa Timur pada Januari-Juni 2020 masih menyentuh angka 1.869 bayi.
Sejak COVID-19 pertama kali diumumkan oleh pemerintah pada bulan Maret 2020, terjadi penurunan cakupan imunisasi di Jawa Timur. Data Universal Child Imunization (UCI) yang dimiliki Dinkes Jatim menunjukkan, terdapat penurunan cakupan hingga 7,3% pada periode Januari-Juni 2020, dibandingkan cakupan UCI periode sama pada tahun 2019.
Sementara itu, PIC Program Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat Berbasis Keluarga dan Masyarakat (Geliat) Unair Surabaya, Dr drg Nyoman Anita Damayanti MS juga menguatkan dengan hasil survey cepat yang mereka laksanakan di 24 kota/kabupaten di Jawa Timur, dimana 100% responden menyatakan terdapat dampak pandemi COVID-19 untuk program imunisasi secara umum.
“Sebanyak 83% responden menyatakan mengalami penurunan terkait frekuensi kedatangan atau partisipasi masyarakat untuk mengimunisasi anaknya selama pandemi ini. Lalu 100% responden mengakui terdapat hambatan pada pelayanan imunisasi selama pandemi COVID-19 ini,” jelas dia.
Hambatan yang paling banyak dirasakan oleh responden, kata dia, adalah terkait beban tenaga kesehatan lebih banyak untuk mengurusi COVID-19, sehingga kekurangan waktu dan tenaga untuk mengurusi imunisasi.
“Responden yang menyatakan bahwa pelayanan imunisasi dasar adalah yang paling terdampak atau tidak terpenuhi selama pandemi COVID-19 sebanyak 43%. Pelayanan imunisasi yang paling terdampak yaitu booster pentavalent,” ujar Nyoman.
Pencapaian imunisasi harus terus digenjot untuk menghindari risiko terjadinya kejadian luar biasa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (KLB PD3I) di masa pandemi COVID-19. (Baca juga: Pelaksanaan Imunisasi Anak di Masa Pandemi Harus Sesuai Protokol Kesehatan )
Pakar Infeksi dan Pediatrik Tropis Fakultas Kedokteran Unair Surabaya, Prof Dr dr Ismoedijanto Sp A(K), DTM&H mengatakan, terdapat penurunan cakupan imunisasi rutin lengkap (IRL) di tingkat regional maupun nasional selama masa pandemi. (Baca juga: Pelanggaran Protokol Marak, Pilkada Bisa Jadi Klaster Baru Covid-19 )
Cakupan imunisasi tahun lalu saja rendah sekitar 60-70%. Jika cakupan terus rendah di tahun ini maka ada kemungkinan terjadinya KLB wabah lain selama pandemi COVID-19.
“Jika orang tua takut maka cakupan imunisasi semakin rendah dan bahaya penyakit-penyakit PD3I sangat memungkinkan terjadi. WHO memberikan panduan untuk kegiatan imunisasi pada saat pandemi COVID-19 yang dapat dilakukan sesuai dengan kebijakan lokal daerah dan harus diukur dengan data-data. Bayi muda sangat rentan terhadap penyakit infeksi yang berbahaya seperti hepatitis B, polio, difteria, pertussis, dan tetanus. Sehingga jika tidak imunisasi kemungkinan untuk terkena penyakit tersebut tinggi, karena sistem imun tidak cukup kuat menghadapinya,” kata Ismoedijanto, Jumat (18/9/2020).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dr Herlin Ferliana M Kes mengatakan, cakupan Uminisasi dasar Lengkap (IDL) di Jawa Timur saat ini berada di posisi 43% atau lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata cakupan nasional sebesar 33,7%. Namun, cakupan IRL di Dinkes Jatim masih belum mencapai target yang ditetapkan sejak awal, yaitu 46%.
“Ini menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa, karena jumlah penduduk di Jawa Timur itu sekitar 40 juta orang, maka angka 43% dari 46% bukanlah angka yang kecil. Kami akan terus berusaha untuk mencapai target tersebut,” kata Herlin dalam acara webinar series Optimalisasi Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi di Era Pandemi COVID-19 di Jawa Timur, yang digelar Geliat Unair, Program Studi S3 Kesehatan Masyarakat dan UNICEF.
Dia melanjutkan, beberapa kabupaten di Jawa Timur yang masih berada pada zona merah COVID-19, seperti Sidoarjo, Bondowoso, Blitar, dan Mojokerto menjadi kendala capaian imunisasi. Namun dengan 34 kabupaten/kota lain yang berada di zona kuning dan oranye, membuat target 46% capaian imunisasi tersebut masih ada peluang diraih.
Terdapat 14 kota/kabupaten di Jatim yang saat ini target cakupan imunisasinya masih belum mencapai 46%. Meski angkanya berhasil ditekan sejak 2015, namun jumlah kematian bayi di Jawa Timur pada Januari-Juni 2020 masih menyentuh angka 1.869 bayi.
Sejak COVID-19 pertama kali diumumkan oleh pemerintah pada bulan Maret 2020, terjadi penurunan cakupan imunisasi di Jawa Timur. Data Universal Child Imunization (UCI) yang dimiliki Dinkes Jatim menunjukkan, terdapat penurunan cakupan hingga 7,3% pada periode Januari-Juni 2020, dibandingkan cakupan UCI periode sama pada tahun 2019.
Sementara itu, PIC Program Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat Berbasis Keluarga dan Masyarakat (Geliat) Unair Surabaya, Dr drg Nyoman Anita Damayanti MS juga menguatkan dengan hasil survey cepat yang mereka laksanakan di 24 kota/kabupaten di Jawa Timur, dimana 100% responden menyatakan terdapat dampak pandemi COVID-19 untuk program imunisasi secara umum.
“Sebanyak 83% responden menyatakan mengalami penurunan terkait frekuensi kedatangan atau partisipasi masyarakat untuk mengimunisasi anaknya selama pandemi ini. Lalu 100% responden mengakui terdapat hambatan pada pelayanan imunisasi selama pandemi COVID-19 ini,” jelas dia.
Hambatan yang paling banyak dirasakan oleh responden, kata dia, adalah terkait beban tenaga kesehatan lebih banyak untuk mengurusi COVID-19, sehingga kekurangan waktu dan tenaga untuk mengurusi imunisasi.
“Responden yang menyatakan bahwa pelayanan imunisasi dasar adalah yang paling terdampak atau tidak terpenuhi selama pandemi COVID-19 sebanyak 43%. Pelayanan imunisasi yang paling terdampak yaitu booster pentavalent,” ujar Nyoman.
(nth)