Kapal Muatan Papan Terbalik Diterjang Badai, Jadilah Kota Balikpapan

Sabtu, 26 September 2020 - 05:06 WIB
loading...
Kapal Muatan Papan Terbalik...
Tarian Daerah Khas Balikpapan yang disajikan dalam rangka menyambut kedatangan tamu. Foto/SINDOnews/Nuriwan Trihendrawan
A A A
Alkisah pada kisaran tahun 1783, di Tanah Pasir, Kalimantan Timur , terdapat sebuah kerajaan besar dipimpin Sultan Aji Muhammad yang terkenal adil dan bijaksana. Negeri itu senantiasa aman, makmur, dan sentosa.

Kekuasaan raja meliputi daerah yang sangat luas sampai ke bagian selatan. Daerah itu berupa sebuah teluk yang indah dan mengandung hasil bumi dengan hasil laut yang cukup besar. (Baca juga: Banjir Kepung Kota Balikpapan Setelah Diguyur Hujan 6 Jam )

Masyarakat yang bermukim di sepanjang teluk, hidup sebagai petani dan nelayan. Mereka hidup dalam suasana aman damai dan makmur. (Baca juga: Emiten Asal Kaltim yang Baru Melantai, Bikin Indeks Berdansa di Zona Hijau )

Sultan Aji Muhammad mempunyai anak tunggal putri bernama Aji Tatin. Semua rakyat tahu, kelak mereka akan dipimpin Tatin sebagai pewaris tahta tunggal kerajaan. Tatin tumbuh sehat dan pintar.

Semakin besar, Tatin semakin disayang sang ayah Sultan Aji. Puluhan dayang-dayang istana selalu mendampingi Aji Tatin untuk menjaga, merawat, melindungi dan memastikan segala keperluan Aji Tatin terpenuhi.

Saat Tatin dewasa, ayahandanya mencarikan jodoh terbaik untuk putrinya tersayang. Kemudian Tatin menikah dengan seorang bangsawan dari Kerajaan Kutai.

Sebagai putri tunggal, pesta pernikahan Aji Tatin dilangsungkan sangat meriah. Puluhan sapi dan kerbau disembelih untuk dihidangkan kepada para tamu undangan dari berbagai penjuru negeri.

Tidak hanya para pembesar dari kerajaan tetangga, tetapi juga seluruh rakyat negeri turut berpesta. Hari itu menjadi hari indah dan bahagia bagi kedua mempelai.

Saat pesta sedang berlangsung, Sultan Aji Muhammad bangkit dari singgasananya untuk memberikan hadiah kepada putri tercitanya.

“Putriku, Aji Tatin, di hari yang penuh bahagia ini Ayah memberikan wilayah teluk yang indah dan mempesona itu sebagai hadiah pernikahanmu. Kini, teluk itu telah menjadi wilayah kekuasaanmu. Engkau pun boleh memungut upeti dari rakyatmu,” kata Sultan Aji Muhammad di hadapan putri dan disaksikan oleh seluruh undangan yang hadir di pesta megah tersebut.

“Terima kasih, Ayahanda. Semoga Ananda bisa menjaga amanat ini,” ucap Putri Aji Tatin dengan perasaan bahagia.

Sejak itulah, Putri Aji Tatin menjadi raja di teluk tersebut. Untuk memungut upeti dari rakyat, Tatin dibantu oleh suaminya dan seorang abdi setia bernama Panglima Sendong. Pada saat itu upeti yang dipungut dari rakyatnya berupa hasil bumi, terutama kayu yang sudah berbentuk papan. Papan tersebut akan digunakan untuk membangun istana.

Pada suatu hari, orang-orang kepercayaan Putri Aji Tatin yang dipimpin Panglima Sendong menjalankan tugas memungut upeti dari rakyat. Upeti berupa papan tersebut diangkut melalui laut dengan menggunakan perahu.

Namun, saat kapal hampir sampai di teluk, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang. Selang beberapa saat, gelombang laut yang amat dahsyat menerjang perahu yang mereka tumpangi. Seluruh penumpang perahu menjadi sangat panik.

“Ayo, cepat dayung perahunya ke teluk!” teriak Panglima Sendong.

Mendengar seruan itu, para pendayung segera mengayuh perahu mereka dengan cepat agar kapal cepat sampai ke teluk.

Namun, semuanya sudah terlambat. Sebelum perahu itu mencapai teluk, gelombang laut yang semakin besar menabrak bagian lambung perahu. Air laut pun masuk dan memenuhi seluruh bagian perahu. Perahu yang dipenuhi muatan papan kayu itu pun terbalik.

Perahu yang sudah hampir tenggelam itu kemudian terbawa gelombang laut dan akhirnya terhempas ke sebuah karang di sekitar teluk sehingga pecah berantakan.

Tokong (galah) para pendayung pun patah terlihat. Papan kayu yang memenuhi perahu itu sebagian hanyut ke laut dan sebagian yang lain terdampar di tepi teluk. Tak seorangpun penumpang perahu selamat, termasuk Panglima Sendong.

Putri Aji Tatin dan suaminya sangat bersedih atas musibah yang menimpa panglima Sendong dan orang-orang kepercayaannya. Untuk mengenang peristiwa tersebut, maka wilayah teluk tempat perahu itu terbalik dinamakan Balikpapan , yaitu dari kata balik dan papan.

Sedangkan, karang tempat terhempasnya perahu itu semakin lama semakin besar dan luas menjadi sebuah pulau. Hingga kini, pulau itu disebut Pulau Tukung yang berasal dari kata tokong, yaitu tokong para awak perahu yang patah akibat terhempas di karang.

Kini, Balikpapan dikenal sebagai kota perusahaan minyak bumi, sumber devisa bagi Kalimantan Timur. Kota ini dikenal sebagai sebuah kota minyak sejak tahun 1889 yang pada saat itu pemerintahannya dipimpin Sultan Kutai Kartanegara ke-17, Sulan Am Sulaiman.

Kota Balikpapan meskipun hanya sebuah kotamadya, namun Kota Balikpapan Iebih ramai bilai dibandingkan dengan Ibu Kota KalimantanTimur yaitu Kota Samarinda. Saat ini sarana dan prasarana Kota Balikpapan lebih lengkap, seperti bandar udara, pelabuhan, dan hotel-hotel bertaraf internasional.

Sehingga tak heran apabila orang-orang di luar Kalimantan Timur lebih mengenal Kota Balikpapan daripada Kota Samarinda.
(nth)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2694 seconds (0.1#10.140)