Tukang Jahit dan Ketua RW yang Berani Nantang Gibran di Pilkada Solo
loading...
A
A
A
SOLO - Kehadiran Calon Wali Kota Solo dari jalur independen (perseorangan) Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) cukup mengejutkan di Pilwalkot Solo . Meski Bagyo hanya berprofesi sebagai tukang jahit, dan Supardjo merupakan ketua RW, mereka bisa melenggang dan siap melawan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka yang diusung PDIP berpasangan dengan Teguh Prakosa. (Baca juga: Gibran Dapat Lawan di Pilwalkot Solo, Ini Penantangnya)
“Saya bukan siapa siapa, tetapi mendapat dukungan yang luar biasa,” kata Bagyo Wahyono saat deklarasi dukungan, Rabu (9/9/2020) malam. Dirinya merasa sangat terharu. Oleh karena itu, Bagyo berjanji jika nanti terpilih akan mengajak tokoh masyarakat dalam penerapan kebijakan yang akan diambil. Karena berasal dari rakyat, Bagyo mengaku kebijakannya nanti juga tidak akan jauh dari rakyat. (Baca juga: Kreatif, Kandang Ayam Disulap Jadi Sekolah Kartun Sidareja Purbalingga)
Karena itu, Bagyo meminta bimbingan warga Solo agar dalam memimpin dalam mewujudkan gemah ripah loh jiwani, toto titi tentrem kerto raharjo. Dirinya dilahirkan dari masyarakat yang bukan tahu tentang politik. Meski demikian, dia mengaku ingin menata Kota Solo yang lebih manusiawi. Dirinya juga akan mendorong adanya Perda Minuman Keras (Miras).
Langkah Bajo yang mampu melenggang hingga pendaftaran dan telah melewati tahap tes kesehatan membuat banyak orang heran.
Meski hanya berlatarbelakang masyarakat biasa, pasangan Bajo mampu mengumpulkan lebih dari 35.870 syarat dukungan yang ditentukan KPU Solo. Pasangan Bajo tidak sendirian karena didukung relawan yang tergabung dalam Tikus Pithi Hanata Baris. Untuk Kota Solo sendiri, anggotanya diklaim mencapai 1.080 orang. Mereka kemudian mengajak kerabat untuk memberikan dukungan.
Satu orang minimal bisa menarik dukungan 10 orang dan bahkan hingga 25 orang. Jalur perseorangan dipilih karena selama ini sudah banyak dari jalur partai. Masyarakat dinilai jenuh dan menginginkan suasana baru dari sosok calon independen. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya dukungan ketika dirinya maju dari jalur perseorangan. Sehingga persyaratan yang dinilai lebih sulit dibanding melalui partai, bisa dipenuhi.
Ketika terus berupaya mengumpulkan syarat dukungan, Bajo juga terus melakukan sosialisasi di masyarakat. Caranya dengan mendatangi tokoh tokoh di Kota Solo untuk meminta doa restu. Dalam keseharian, Bagyo Wahyono mengaku sebagai tukang jahit dan lahir pada 26 Januari 1961 yang beralamat di Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Solo.
Sedangkan Supardjo lahir 10 April 1961 merupakan ketua Rukun Warga (RW) yang juga bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah lembaga (LPK). Supardjo tinggal di Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Solo.
Untuk maju calon independent, pasangan Bajo mengaku telah mempersiapkan sejak sembilan bulan lamanya. Terhitung sebelum menyerahkan syarat dukungan ke KPU Solo, 21 Februari 2020. Mereka door to door untuk mendapatkan dukungan. Mengenai biaya politik, Bagyo mengaku tidak memiliki modal apapun. Dirinya bersama relawan Tikus Pithi Hanata Baris bergotong royong untuk memenuhi kebutuhan biaya politik. (bersambung)
“Saya bukan siapa siapa, tetapi mendapat dukungan yang luar biasa,” kata Bagyo Wahyono saat deklarasi dukungan, Rabu (9/9/2020) malam. Dirinya merasa sangat terharu. Oleh karena itu, Bagyo berjanji jika nanti terpilih akan mengajak tokoh masyarakat dalam penerapan kebijakan yang akan diambil. Karena berasal dari rakyat, Bagyo mengaku kebijakannya nanti juga tidak akan jauh dari rakyat. (Baca juga: Kreatif, Kandang Ayam Disulap Jadi Sekolah Kartun Sidareja Purbalingga)
Karena itu, Bagyo meminta bimbingan warga Solo agar dalam memimpin dalam mewujudkan gemah ripah loh jiwani, toto titi tentrem kerto raharjo. Dirinya dilahirkan dari masyarakat yang bukan tahu tentang politik. Meski demikian, dia mengaku ingin menata Kota Solo yang lebih manusiawi. Dirinya juga akan mendorong adanya Perda Minuman Keras (Miras).
Langkah Bajo yang mampu melenggang hingga pendaftaran dan telah melewati tahap tes kesehatan membuat banyak orang heran.
Meski hanya berlatarbelakang masyarakat biasa, pasangan Bajo mampu mengumpulkan lebih dari 35.870 syarat dukungan yang ditentukan KPU Solo. Pasangan Bajo tidak sendirian karena didukung relawan yang tergabung dalam Tikus Pithi Hanata Baris. Untuk Kota Solo sendiri, anggotanya diklaim mencapai 1.080 orang. Mereka kemudian mengajak kerabat untuk memberikan dukungan.
Satu orang minimal bisa menarik dukungan 10 orang dan bahkan hingga 25 orang. Jalur perseorangan dipilih karena selama ini sudah banyak dari jalur partai. Masyarakat dinilai jenuh dan menginginkan suasana baru dari sosok calon independen. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya dukungan ketika dirinya maju dari jalur perseorangan. Sehingga persyaratan yang dinilai lebih sulit dibanding melalui partai, bisa dipenuhi.
Ketika terus berupaya mengumpulkan syarat dukungan, Bajo juga terus melakukan sosialisasi di masyarakat. Caranya dengan mendatangi tokoh tokoh di Kota Solo untuk meminta doa restu. Dalam keseharian, Bagyo Wahyono mengaku sebagai tukang jahit dan lahir pada 26 Januari 1961 yang beralamat di Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Solo.
Sedangkan Supardjo lahir 10 April 1961 merupakan ketua Rukun Warga (RW) yang juga bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah lembaga (LPK). Supardjo tinggal di Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Solo.
Untuk maju calon independent, pasangan Bajo mengaku telah mempersiapkan sejak sembilan bulan lamanya. Terhitung sebelum menyerahkan syarat dukungan ke KPU Solo, 21 Februari 2020. Mereka door to door untuk mendapatkan dukungan. Mengenai biaya politik, Bagyo mengaku tidak memiliki modal apapun. Dirinya bersama relawan Tikus Pithi Hanata Baris bergotong royong untuk memenuhi kebutuhan biaya politik. (bersambung)
(shf)