PMII Pamekasan Ungkap Temuan Terkait Rokok Polos di Madura
loading...
A
A
A
PAMEKASAN - Ketua Umum Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Pamekasan Homaidi membeberkan beberapa persoalan yang terjadi di Madura. Pertama, di Madura peredaran rokok polos (tanpa pita cukai) makin masif peredarannya.
Kondisi itu dinilai merugikan para pelaku industri kretek di tingkat industri kecil dan menengah. Temuan di lapangan, kata dia, beberapa industri kretek kecil yang selama ini mematuhi peraturan pemerintah harus berhadapan dengan para pelaku usaha rokok polos di pasar.
Hal itu diyakininya akan berdampak langsung pada daya beli mayoritas konsumen rokok di segmen ekonomi menengah ke bawah. “Dampak terbesarnya justru berisiko mengurangi pendapatan negara dari sektor cukai, karena konsumen tidak memiliki daya beli untuk produk yang lebih mahal atau rokok legal," kata Homaidi, Rabu (5/2/2025).
Kedua, dia mengungkapkan, selama ini industri kretek kelas kecil dan menengah memiliki peran penting dalam ekonomi lokal. Mereka menciptakan lapangan kerja tidak hanya di sektor industri, tetapi juga dalam rantai pasokan seperti pengecer, distributor, petani tembakau, dan pekerja kasar di industri pengolahan tembakau.
"Data dari beberapa daerah menunjukkan bahwa pabrik kelas menengah memiliki tenaga kerja dengan proporsi yang signifikan dalam skala ekonomi lokal," ujarnya.
Ketiga, terkait tingkat pengawasan kantor Bea Cukai harus extra ordinary. Dikatakan Homaidi, temuan di lapangan meningkatnya industri rokok di Madura. Pihaknya, mendorong pengawasan ekstra guna memastikan bahwa industri tersebut tidak memproduksi rokok polos.
"Kepala Kantor Bea Cukai Madura seharusnya menggandeng aparat hukum guna melakukan pengawasan intensif dan memberikan efek jera sebagaimana peraturan yang ada," katanya.
Karena itu, PC PMII Pamekasan memberikan beberapa masukan untuk Kantor Bea Cukai Madura. Pertama, merumuskan kebijakan yang fairness dan berkeadilan.
Sebab, kebijakan yang diskriminatif akan berdampak pada penurunan tenaga kerja dan perputaran ekonomi melambat. "Ketika banyak pekerja kehilangan pekerjaan, daya beli masyarakat setempat juga akan menurun, yang pada gilirannya memengaruhi berbagai bisnis lokal," imbuhnya.
Kedua, pembinaan berkala kepada pabrik. Pabrikan baru perlu didorong untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan regulasi dan diberikan insentif atau subsidi untuk mengurangi beban akibat kenaikan cukai dan aturan lain. "Ini penting agar pabrikan rokok tidak memproduksi rokok polos yang merugikan negara," terang Homaidi.
Ketiga, mendorong DPR khususnya Komisi XI agar melakukan pengawasan intensif ke kantor Bea Cukai baik di pusat dan daerah mengenai implementasi pengawasan yang kurang optimal. Sebagai bagian dari mitra kerja Bea Cukai, Komisi XI DPR diminta turun ke lapangan di Madura dan pihak PC PMII siap mendampingi.
Keempat, pendekatan multisolusi dan kebijakan yang berbasis data. Pemerintah dapat menyeimbangkan antara peningkatan pemasukan negara dan keberlanjutan pabrikan kelas menengah dan kecil, demi menjaga stabilitas ekonomi lokal.
"Hal ini mencakup perencanaan yang cermat dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, baik dari sisi industri maupun masyarakat sehingga tercipta iklim usaha industri kretek yang berkeadilan," pungkasnya.
Kondisi itu dinilai merugikan para pelaku industri kretek di tingkat industri kecil dan menengah. Temuan di lapangan, kata dia, beberapa industri kretek kecil yang selama ini mematuhi peraturan pemerintah harus berhadapan dengan para pelaku usaha rokok polos di pasar.
Hal itu diyakininya akan berdampak langsung pada daya beli mayoritas konsumen rokok di segmen ekonomi menengah ke bawah. “Dampak terbesarnya justru berisiko mengurangi pendapatan negara dari sektor cukai, karena konsumen tidak memiliki daya beli untuk produk yang lebih mahal atau rokok legal," kata Homaidi, Rabu (5/2/2025).
Kedua, dia mengungkapkan, selama ini industri kretek kelas kecil dan menengah memiliki peran penting dalam ekonomi lokal. Mereka menciptakan lapangan kerja tidak hanya di sektor industri, tetapi juga dalam rantai pasokan seperti pengecer, distributor, petani tembakau, dan pekerja kasar di industri pengolahan tembakau.
"Data dari beberapa daerah menunjukkan bahwa pabrik kelas menengah memiliki tenaga kerja dengan proporsi yang signifikan dalam skala ekonomi lokal," ujarnya.
Ketiga, terkait tingkat pengawasan kantor Bea Cukai harus extra ordinary. Dikatakan Homaidi, temuan di lapangan meningkatnya industri rokok di Madura. Pihaknya, mendorong pengawasan ekstra guna memastikan bahwa industri tersebut tidak memproduksi rokok polos.
"Kepala Kantor Bea Cukai Madura seharusnya menggandeng aparat hukum guna melakukan pengawasan intensif dan memberikan efek jera sebagaimana peraturan yang ada," katanya.
Karena itu, PC PMII Pamekasan memberikan beberapa masukan untuk Kantor Bea Cukai Madura. Pertama, merumuskan kebijakan yang fairness dan berkeadilan.
Sebab, kebijakan yang diskriminatif akan berdampak pada penurunan tenaga kerja dan perputaran ekonomi melambat. "Ketika banyak pekerja kehilangan pekerjaan, daya beli masyarakat setempat juga akan menurun, yang pada gilirannya memengaruhi berbagai bisnis lokal," imbuhnya.
Kedua, pembinaan berkala kepada pabrik. Pabrikan baru perlu didorong untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan regulasi dan diberikan insentif atau subsidi untuk mengurangi beban akibat kenaikan cukai dan aturan lain. "Ini penting agar pabrikan rokok tidak memproduksi rokok polos yang merugikan negara," terang Homaidi.
Ketiga, mendorong DPR khususnya Komisi XI agar melakukan pengawasan intensif ke kantor Bea Cukai baik di pusat dan daerah mengenai implementasi pengawasan yang kurang optimal. Sebagai bagian dari mitra kerja Bea Cukai, Komisi XI DPR diminta turun ke lapangan di Madura dan pihak PC PMII siap mendampingi.
Keempat, pendekatan multisolusi dan kebijakan yang berbasis data. Pemerintah dapat menyeimbangkan antara peningkatan pemasukan negara dan keberlanjutan pabrikan kelas menengah dan kecil, demi menjaga stabilitas ekonomi lokal.
"Hal ini mencakup perencanaan yang cermat dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, baik dari sisi industri maupun masyarakat sehingga tercipta iklim usaha industri kretek yang berkeadilan," pungkasnya.
(rca)