Pemotongan Pendapatan ASN Relevan dan Sangat Dibutuhkan
loading...
A
A
A
SEMARANG - Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai usulan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terkait pemotongan pendapatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai sangat relevan dan sangat dibutuhkan dalam penanganan COVID-19 secara nasional.Menurutnya, cara seperti itu telah diterapkan di beberapa negara maju, terutama di kawasan Eropa
Dia menjelaskan anggaran penanganan COVID-19 secara nasional sangat besar, terlebih belum ada satupun yang bisa menetapkan kapan berakhirnya pandemi ini. Untuk mendapatkan anggaran besar dalam waktu singkat, kata Enny, cara yang paling efektif bukan melakukan pinjaman, tapi merealokasi anggaran. Salah satu langkah merealokasi anggaran tersebut adalah seperti yang diusulkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dengan melakukan pemotongan pendapatan ASN.
"Yang diusulkan pak Ganjar itu sangat relevan dan sangat dibutuhkan. Itu juga sudah dilakukan banyak negara, negara tetangga kita hampir semuanya dan negara Eropa demikian," tegas Enny, Sabtu (2/5/2020) malam.
Enny mengungkapkan, kalau di negara maju, gaji pejabatnya langsung di cut off atau dipotong otomatis untuk penanganan COVID-19. Menurutnya, di Indonesia sangat memungkinkan melakukan hal serupa, sebagaimana yang jadi usulan Ganjar, terutama dari pejabat eselon dan kepala daerah bukan dari ASN golongan 1 sampai 3.
"Dipotong tunjangannya, karena dampak atau hasil pemotongan tunjangan itu akan sangat signifikan. Kalau yang gaji pokok, sukarela saja. Karena kalau tunjangan itu kan tidak akan menggangu kemampuan finansial mereka," terangnya.
Tanpa adanya suntikan dana dari realokasi anggaran tersebut, selain berdampak buruk pada penanganan pagebluk, juga akan menambah penduduk miskin di negeri ini. Padahal utang luar negeri di saat inipun sangat tidak memungkinkan. Sementara jumlah penduduk berkategori rawan miskin di negeri ini mencapai 40 juta dan jumlah penduduk miskin mencapai 25 juta jiwa.
"Jika pemotongan tunjangan jabatan itu langsung di cut off, 20 persen saja misalnya, dan itu dilakukan secara nasional maka penanganan COVID-19 ini akan mendapatkan tambahan anggaran yang cukup signifikan," sebutnya.
Jika hal tersebut tidak segera direalisasikan, dirinya khawatir akan terjadi persebaran penularan yang sangat luas, terutama di pulau Jawa. Namun demikian, dirinya juga mewanti-wanti jangan sampai menyepelekan penanganan di daerah pedalaman, baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi maupun Papua.
Maka hal tersebut akan lebih baik jika apa yang diusulkan Ganjar tersebut dibahas lebih mendalam oleh pemerintah pusat. "Bila jadi kebijakan, sebaiknya yang tunjangan terutama tunjangan jabatan yang dipotong. Karena setelah Pandemi selesai, pasti memerlukan lagi anggaran pemulihan. Nah singkat kata, anggarannya itu dibutuhkan sangat besar. Maka relokasi dan realokasi anggaran itu memang menjadi satu-satunya pilihan," jelasnya.
Dia menjelaskan anggaran penanganan COVID-19 secara nasional sangat besar, terlebih belum ada satupun yang bisa menetapkan kapan berakhirnya pandemi ini. Untuk mendapatkan anggaran besar dalam waktu singkat, kata Enny, cara yang paling efektif bukan melakukan pinjaman, tapi merealokasi anggaran. Salah satu langkah merealokasi anggaran tersebut adalah seperti yang diusulkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dengan melakukan pemotongan pendapatan ASN.
"Yang diusulkan pak Ganjar itu sangat relevan dan sangat dibutuhkan. Itu juga sudah dilakukan banyak negara, negara tetangga kita hampir semuanya dan negara Eropa demikian," tegas Enny, Sabtu (2/5/2020) malam.
Enny mengungkapkan, kalau di negara maju, gaji pejabatnya langsung di cut off atau dipotong otomatis untuk penanganan COVID-19. Menurutnya, di Indonesia sangat memungkinkan melakukan hal serupa, sebagaimana yang jadi usulan Ganjar, terutama dari pejabat eselon dan kepala daerah bukan dari ASN golongan 1 sampai 3.
"Dipotong tunjangannya, karena dampak atau hasil pemotongan tunjangan itu akan sangat signifikan. Kalau yang gaji pokok, sukarela saja. Karena kalau tunjangan itu kan tidak akan menggangu kemampuan finansial mereka," terangnya.
Tanpa adanya suntikan dana dari realokasi anggaran tersebut, selain berdampak buruk pada penanganan pagebluk, juga akan menambah penduduk miskin di negeri ini. Padahal utang luar negeri di saat inipun sangat tidak memungkinkan. Sementara jumlah penduduk berkategori rawan miskin di negeri ini mencapai 40 juta dan jumlah penduduk miskin mencapai 25 juta jiwa.
"Jika pemotongan tunjangan jabatan itu langsung di cut off, 20 persen saja misalnya, dan itu dilakukan secara nasional maka penanganan COVID-19 ini akan mendapatkan tambahan anggaran yang cukup signifikan," sebutnya.
Jika hal tersebut tidak segera direalisasikan, dirinya khawatir akan terjadi persebaran penularan yang sangat luas, terutama di pulau Jawa. Namun demikian, dirinya juga mewanti-wanti jangan sampai menyepelekan penanganan di daerah pedalaman, baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi maupun Papua.
Maka hal tersebut akan lebih baik jika apa yang diusulkan Ganjar tersebut dibahas lebih mendalam oleh pemerintah pusat. "Bila jadi kebijakan, sebaiknya yang tunjangan terutama tunjangan jabatan yang dipotong. Karena setelah Pandemi selesai, pasti memerlukan lagi anggaran pemulihan. Nah singkat kata, anggarannya itu dibutuhkan sangat besar. Maka relokasi dan realokasi anggaran itu memang menjadi satu-satunya pilihan," jelasnya.
(nun)