Cerita Pahit Jenderal Dudung Berurai Air Mata Gegara Baki Kue Klepon Ditendang Tamtama
loading...
A
A
A
KEHIDUPAN Jenderal Dudung Abdurachman adalah sebuah kisah tentang keteguhan, ketabahan, dan kerja keras tanpa kenal lelah mengantarkan dirinya pada posisi tertinggi yakni sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dengan pangkat Jenderal bintang empat.
Namun, sebelum mencapai puncak kariernya, perjalanan hidupnya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan yang berat. Dudung, lahir di tengah keluarga sederhana, tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari dirinya menjadi pemimpin besar di dunia militer.
Kehidupan keras telah menempanya sejak dini. Saat usianya baru 12 tahun, dunia Dudung berubah drastis. Ayahnya meninggal dunia, meninggalkan sang ibu seorang diri dengan delapan anak untuk dihidupi.
Pada usia yang begitu muda, Dudung harus memikul tanggung jawab yang besar. Kepergian ayahnya menjadi titik balik dalam hidupnya, membangkitkan tekad untuk membantu keluarganya keluar dari jerat kemiskinan.
Ibunya, yang menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga, bekerja keras untuk menghidupi delapan anaknya. Mereka hidup dalam keterbatasan. Bahkan Jenderal Dudung merupakan keturunan Sunan Gunung Jati.
Jenderal TNI Dudung Abdurachman menerima tiga brevet sekaligus dari Kopassus penyematan di Mako Kopassus Cijantung, Jakarta Timur, Selasa 21 Desember 2021. Foto/IST
SINDOnews mengutip dari podcast YouTube di tniad.mil.id berjudul Mengenal Sosok KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman. Dudung remaja saat itu menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa beratnya perjuangan sang ibu, dan ia merasa terdorong untuk turut membantu.
“Saya berpikir waktu itu bagaimana harus menopang ekonomi, sementara saya itu ya juga harus sekolah,” kata Dudung memberi kuliah umum di Universitas Andalas bertajuk 'Penguatan Wawasan Kebangsaan dalam Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka”.
Namun, sebelum mencapai puncak kariernya, perjalanan hidupnya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan yang berat. Dudung, lahir di tengah keluarga sederhana, tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari dirinya menjadi pemimpin besar di dunia militer.
Kehidupan keras telah menempanya sejak dini. Saat usianya baru 12 tahun, dunia Dudung berubah drastis. Ayahnya meninggal dunia, meninggalkan sang ibu seorang diri dengan delapan anak untuk dihidupi.
Pada usia yang begitu muda, Dudung harus memikul tanggung jawab yang besar. Kepergian ayahnya menjadi titik balik dalam hidupnya, membangkitkan tekad untuk membantu keluarganya keluar dari jerat kemiskinan.
Ibunya, yang menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga, bekerja keras untuk menghidupi delapan anaknya. Mereka hidup dalam keterbatasan. Bahkan Jenderal Dudung merupakan keturunan Sunan Gunung Jati.
Jenderal TNI Dudung Abdurachman menerima tiga brevet sekaligus dari Kopassus penyematan di Mako Kopassus Cijantung, Jakarta Timur, Selasa 21 Desember 2021. Foto/IST
SINDOnews mengutip dari podcast YouTube di tniad.mil.id berjudul Mengenal Sosok KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman. Dudung remaja saat itu menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa beratnya perjuangan sang ibu, dan ia merasa terdorong untuk turut membantu.
“Saya berpikir waktu itu bagaimana harus menopang ekonomi, sementara saya itu ya juga harus sekolah,” kata Dudung memberi kuliah umum di Universitas Andalas bertajuk 'Penguatan Wawasan Kebangsaan dalam Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka”.