Mengenal Tantra Kiri, Ritual Raja Singasari yang Tewas Diserang Jayakatwang
loading...
A
A
A
Kertanagara Raja Singasari terakhir konon tewas dalam penyerangan yang dilakukan oleh Jayakatwang. Saat itu Kertanagara tewas saat melakukan ritual tantra dengan meminum minuman keras (miras), hingga konon berpesta dengan perempuan di akhir hayatnya.
Ritual tantra yang dianut oleh Kertanagara konon diidentikkan dengan ritual tantra kiri. Sebab ada dua tantra yang dikenal yakni tantra kanan dan kiri.
Apa yang dilakukan oleh Kertanagara di istana Singasari dan disaksikan para pendeta Siwa-Buddha. Kiranya itu terkait upacara memuja Bhairawa yang dilakukan para penganut Tantrayāna.
Ada dua jalur besar dalam mistisme tantra, yakni Tantra Kiri (pangiwan) dan Tantra Kanan (panengen). Dua jalur ini sama-sama mampu mengantarkan manusia menuju jalan pembebasan atau kemanunggalan, yaitu mencapai tingkatan tertinggi yang disebut nirguņa-tantra, suatu keadaan di mana tidak ada lagi identitas individual dan semuanya lebur dalam Kesadaran Semesta yang sunya atau suwung.
Dikutip dari buku "Pararaton: Biografi Para Raja Singhasari dan Majapahit", Sabtu (28/9/2024), jalur pertama Tantra Kiri, sering dianggap sesat oleh sebagian orang karena praktik-praktik ritualnya yang lebih erotis dan berusaha menaklukkan hal-hal sensual dengan cara radikal.
Cara-cara demikian bertujuan untuk mencapai kemanunggalan dengan lebih dulu menaklukkan rasa takut dalam diri. Oleh karena itu, praktik Tantra Kiri sering pula berhubungan dengan hal-hal yang menyeramkan, misalnya ritual dilaksanakan di kuburan.
Adapun istilah yang digunakan untuk menyebut praktik ritual Tantra Kiri ialah Pancamakalapuja, yaitu lima cara untuk mencapai sensasi rohani menuju puncak penyatuan mistik. Kelimanya meliputi mada, yaitu menenggak minuman keras sepuasnya, dua matsya, makan ikan sepuasnya, tiga mudra, melakukan gerakan tangan (mudra) mistik sepuasnya, empat māmsa, memakan daging sepuasnya, dan terakhir maithuna, melakukan hubungan seksual sepuasnya.
Berbekal lima cara di atas, para pelaku Tantra Kiri berusaha melampaui segala "rasa" dengan cara "menikmati sepuasnya hingga mencapai titik jenuh, sehingga tiada lagi hasrat untuk melakukannya. Namun demikian, Pancamakalapuja harus dilakukan dengan aturan-aturan khusus, tidak bisa dilakukan sembarangan.
Ritual tantra yang dianut oleh Kertanagara konon diidentikkan dengan ritual tantra kiri. Sebab ada dua tantra yang dikenal yakni tantra kanan dan kiri.
Apa yang dilakukan oleh Kertanagara di istana Singasari dan disaksikan para pendeta Siwa-Buddha. Kiranya itu terkait upacara memuja Bhairawa yang dilakukan para penganut Tantrayāna.
Ada dua jalur besar dalam mistisme tantra, yakni Tantra Kiri (pangiwan) dan Tantra Kanan (panengen). Dua jalur ini sama-sama mampu mengantarkan manusia menuju jalan pembebasan atau kemanunggalan, yaitu mencapai tingkatan tertinggi yang disebut nirguņa-tantra, suatu keadaan di mana tidak ada lagi identitas individual dan semuanya lebur dalam Kesadaran Semesta yang sunya atau suwung.
Dikutip dari buku "Pararaton: Biografi Para Raja Singhasari dan Majapahit", Sabtu (28/9/2024), jalur pertama Tantra Kiri, sering dianggap sesat oleh sebagian orang karena praktik-praktik ritualnya yang lebih erotis dan berusaha menaklukkan hal-hal sensual dengan cara radikal.
Cara-cara demikian bertujuan untuk mencapai kemanunggalan dengan lebih dulu menaklukkan rasa takut dalam diri. Oleh karena itu, praktik Tantra Kiri sering pula berhubungan dengan hal-hal yang menyeramkan, misalnya ritual dilaksanakan di kuburan.
Adapun istilah yang digunakan untuk menyebut praktik ritual Tantra Kiri ialah Pancamakalapuja, yaitu lima cara untuk mencapai sensasi rohani menuju puncak penyatuan mistik. Kelimanya meliputi mada, yaitu menenggak minuman keras sepuasnya, dua matsya, makan ikan sepuasnya, tiga mudra, melakukan gerakan tangan (mudra) mistik sepuasnya, empat māmsa, memakan daging sepuasnya, dan terakhir maithuna, melakukan hubungan seksual sepuasnya.
Berbekal lima cara di atas, para pelaku Tantra Kiri berusaha melampaui segala "rasa" dengan cara "menikmati sepuasnya hingga mencapai titik jenuh, sehingga tiada lagi hasrat untuk melakukannya. Namun demikian, Pancamakalapuja harus dilakukan dengan aturan-aturan khusus, tidak bisa dilakukan sembarangan.
(kri)