Undip Akui Ada Bullying Dokter Muda, Junior Dipalak Iuran Rp20 Juta-40 Juta
loading...
A
A
A
Mahabara awalnya menjelaskan bahkan memastikan pemberhentian PPDS prodi anestesi FK Undip yang saat ini sementara dilakukan, tidak mengganggu pelayanan pasien. Menurutnya, pelayanan pasien itu dilayani dokter spesialis bukan PPDS.
“Jadi harap dibedakan konteksnya PPDS ini peserta didik, sedangkan pemberi layanan kepada pasien itu dokter spesialis, jadi ketika terjadi dihentikan tadi justru mereka (mahasiswa PPDS FK) kehilangan kesempatan untuk melaksanakan praktik,” kata Mahabara.
Hal itulah yang ditegur Irma Chaniago. Dia menyebut berdasar pengalamannya dokter spesialis sangat bergantung keberadaan mahasiswa PPDS khususnya anestesi.
“Saya mengkritisi Pak Abba (Mahabara). Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri juga di rumah sakit itu banyak melakukan tindakan-tindakan itu, kalau dokternya nggak datang itu ya (yang tangani) PPDS. Mohon maaf nih ya, dokter-dokter itu tergantung banget dengan PPDS. Saya pasien loh pernah mengalami yang merawat saya itu PPDS, dokternya visit 2 menit pulang,” timpal Irma.
Dia mengatakan FK Undip dan RSUP Kariadi saling membutuhkan. Sehingga tidak perlu ada pernyataan satu pihak tidak butuh pihak lainnya. Irma juga ingin pihak RS mengakui jika kekurangan dokter, dengan ini nantinya bisa disampaikan ke Kemenkes untuk mendapatkan perhatian dan solusi.
“Harus dipahami juga Pak, yang banyak bekerja itu PPDS, makanya saya pertanyakan kepada (RS) Kariadi, cukup nggak sih sebenarnya SDM di sana? Kalau nggak cukup kita sampaikan ke pemerintah, ke Menteri Kesehatan, ini ditambah nih,” lanjut Irma.
Dekan FK Undip dr Yan Wisnu Prajoko menambakan jadwal dokter residen atau mahasiswa PPDS itu mengikuti sistem pelayanan RSUP dr Kariadi. Otomatis beban kerjanya juga tergantung kondisi di sana.
“Kalau SDM nya besar, mungkin jadi ringan. Jadi memang harus dihitung mengenai beban kerja, jumlah SDM, peran mereka, justru di situ jalan keluar solusinya. Ini tanggung jawab bersama,” tandasnya.
“Jadi harap dibedakan konteksnya PPDS ini peserta didik, sedangkan pemberi layanan kepada pasien itu dokter spesialis, jadi ketika terjadi dihentikan tadi justru mereka (mahasiswa PPDS FK) kehilangan kesempatan untuk melaksanakan praktik,” kata Mahabara.
Hal itulah yang ditegur Irma Chaniago. Dia menyebut berdasar pengalamannya dokter spesialis sangat bergantung keberadaan mahasiswa PPDS khususnya anestesi.
“Saya mengkritisi Pak Abba (Mahabara). Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri juga di rumah sakit itu banyak melakukan tindakan-tindakan itu, kalau dokternya nggak datang itu ya (yang tangani) PPDS. Mohon maaf nih ya, dokter-dokter itu tergantung banget dengan PPDS. Saya pasien loh pernah mengalami yang merawat saya itu PPDS, dokternya visit 2 menit pulang,” timpal Irma.
Dia mengatakan FK Undip dan RSUP Kariadi saling membutuhkan. Sehingga tidak perlu ada pernyataan satu pihak tidak butuh pihak lainnya. Irma juga ingin pihak RS mengakui jika kekurangan dokter, dengan ini nantinya bisa disampaikan ke Kemenkes untuk mendapatkan perhatian dan solusi.
“Harus dipahami juga Pak, yang banyak bekerja itu PPDS, makanya saya pertanyakan kepada (RS) Kariadi, cukup nggak sih sebenarnya SDM di sana? Kalau nggak cukup kita sampaikan ke pemerintah, ke Menteri Kesehatan, ini ditambah nih,” lanjut Irma.
Baca Juga
Dekan FK Undip dr Yan Wisnu Prajoko menambakan jadwal dokter residen atau mahasiswa PPDS itu mengikuti sistem pelayanan RSUP dr Kariadi. Otomatis beban kerjanya juga tergantung kondisi di sana.
“Kalau SDM nya besar, mungkin jadi ringan. Jadi memang harus dihitung mengenai beban kerja, jumlah SDM, peran mereka, justru di situ jalan keluar solusinya. Ini tanggung jawab bersama,” tandasnya.
(kri)