Kisah Jenderal Kopassus Gagal Raih Brevet Komando, Dapat Kehormatan di Pemakaman Jenderal Ahmad Yani
loading...
A
A
A
TERKADANG kegagalan membawa hikmah yang tak terduga. Itulah yang dialami Letjen (Purn) Soegito seorang perwira Kopassus yang pernah memimpin Luhut Pandjaitan di Grup 1 Para Komando (Parako).
Meski gagal meraih brevet dan baret merah setelah mengikuti pendidikan komando, Soegito justru mendapatkan kehormatan besar dalam momen bersejarah.
Dikutip dari buku“Letjen (Purn) Soegito, Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen”, walau sudah tahu risikonya, tidak ada yang bisa menghalangi Soegito untuk mengikuti pendidikan komando.
Salah satu alasannya cukup sepele, ingin sekali di lengan kanan bajunya ada tulisan Komando. Sehingga apa pun yang akan terjadi selama masa pendidikan, akan dihadapinya tanpa perasaan yang gentar.
Pada awal 1965, Soegito mengikuti pendidikan komando, sebuah tahapan yang harus dilalui oleh setiap prajurit yang ingin bergabung dengan Kopassus. Pelatihan ini dirancang mengembangkan kemampuan prajurit dalam menjalankan operasi komando baik secara individu dan kelompok.
Pendidikan ini ditutup dengan long march sejauh 500 kilometer dari Batujajar ke Nusakambangan, yang merupakan ujian terakhir sebelum upacara pembaretan dalam pasukan khusus dan elit di Indonesia tersebut.
Sayangnya, saat mendekati akhir perjalanan, Soegito merasakan sakit yang tak tertahankan di seluruh sendi kakinya, yang akhirnya memaksanya untuk mundur dan dievakuasi kembali ke Cijantung. Meskipun demikian, semangatnya sebagai prajurit tidak luntur.
Tak lama setelah kegagalan tersebut, Soegito ditugaskan sebagai staf Mayor Inf Gunawan Wibisono. Dalam tugas ini, Soegito terlibat dalam riset militer, termasuk uji coba penggunaan peredam pada senapan dan penelitian penerjunan siang dan malam hari.
Meski gagal meraih brevet dan baret merah setelah mengikuti pendidikan komando, Soegito justru mendapatkan kehormatan besar dalam momen bersejarah.
Dikutip dari buku“Letjen (Purn) Soegito, Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen”, walau sudah tahu risikonya, tidak ada yang bisa menghalangi Soegito untuk mengikuti pendidikan komando.
Baca Juga
Salah satu alasannya cukup sepele, ingin sekali di lengan kanan bajunya ada tulisan Komando. Sehingga apa pun yang akan terjadi selama masa pendidikan, akan dihadapinya tanpa perasaan yang gentar.
Pada awal 1965, Soegito mengikuti pendidikan komando, sebuah tahapan yang harus dilalui oleh setiap prajurit yang ingin bergabung dengan Kopassus. Pelatihan ini dirancang mengembangkan kemampuan prajurit dalam menjalankan operasi komando baik secara individu dan kelompok.
Pendidikan ini ditutup dengan long march sejauh 500 kilometer dari Batujajar ke Nusakambangan, yang merupakan ujian terakhir sebelum upacara pembaretan dalam pasukan khusus dan elit di Indonesia tersebut.
Sayangnya, saat mendekati akhir perjalanan, Soegito merasakan sakit yang tak tertahankan di seluruh sendi kakinya, yang akhirnya memaksanya untuk mundur dan dievakuasi kembali ke Cijantung. Meskipun demikian, semangatnya sebagai prajurit tidak luntur.
Baca Juga
Tak lama setelah kegagalan tersebut, Soegito ditugaskan sebagai staf Mayor Inf Gunawan Wibisono. Dalam tugas ini, Soegito terlibat dalam riset militer, termasuk uji coba penggunaan peredam pada senapan dan penelitian penerjunan siang dan malam hari.