Cegah Degradasi Etika Penyelenggara Negara, Pancasila Harus Jadi Basis Pendidikan
loading...
A
A
A
MALANG - Institusi pendidikan ditengarai menyumbang terjadinya degradasi etika penyelenggara negara. Lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi agen perubahan moral, justru sering gagal dalam menjalankan perannya.
Hal itu ditegaskan pakar sosiologi politik Masdar Hilmy saat FGD bertajuk Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika Sosial dan Pendidikan yang digelar di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur.
“Lembaga pendidikan kita sedemikian rupa berada di bawah struktur politik yang menggerogoti kualitas,” katanya, dikutip Selasa (3/9/2024).
Persoalan etika itu semakin diperparah dengan pengajaran akhlak di lembaga pendidikan yang cenderung verbal dan normatif melalui metode menghapal, namun tidak terlihat dalam praktiknya.
“Dibutuhkan etika sosial yang aplikatif tetapi rasional dan praktis,” ujarnya.
Masdar menyerukan perlunya reformasi mendalam terhadap struktur pendidikan dan regulasi etika sosial untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Masdar juga menekankan etika harus menjadi bagian integral dari praktik pendidikan sehari-hari.
Pakar Pendidikan Taman Siswa, Ki Darmaningtyas menyebutkan, Pendidikan saat ini bukan lagi sebagai proses pencerdasan bangsa, tetapi sekadar pemenuhan kewajiban konstitusional. Persoalan pendidikan pun semakin diperparah dengan biaya pendidikan makin mahal, tetapi tidak berkualitas.
“Komersialisasi pendidikan makin vulgar, terutama di pendidikan tinggi. Proses kapitalisasi, privatisasi, liberalisasi yang makin massif dan parahnya hal ini didukung regulasi,” tukasnya.
Pemerhati pendidikan Doni Koesoema melihat masih ada persoalan etika di dunia pendidikan Indonesia. Baik dilakukan oleh kalangan guru, dosen, maupun siswa dan mahasiswa.
Hal itu membuat Indeks Integritas dunia pendidikan hanya mendapatkan indeks 73,70. Indeks yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menunjukkan penguatan integritas di kalangan pendidikan masih lemah.
“KPK mengungkap 33% anggaran sekolah dikorupsi,” ujarnya.
Akar permasalahan dari buruknya indikator pendidikan itu adalah integritas moral pejabat publik yang lemah. Di sisi lain infrastruktur untuk mencapai tujuan Pendidikan di Indonesia pun belum memadai.
“Ini memprihatinkan, orang sebaik apa pun, kalau masuk struktur pendidikan kita, akan tergoda untuk melakukan korupsi hingga bisa sekali tertangkap KPK. Dampaknya pendidikan tidak akan maju,” katanya.
Untuk mengubah kelemahan tersebut, diperlukan individu berintegritas tinggi yang mampu mengubah struktur yang ada. Penguatan individu juga akan memberikan hasil dengan transformasi pendidikan dan tata kelola yang lebih baik.
Rektor Universitas Negeri Malang, Hariyono menekankan pentingnya menjadikan Pancasila sebagai basis dan orientasi dalam pendidikan.
“Perlu diperhatikan bahwa setiap pendidikan selalu ada tujuannya. Di di Indonesia, tujuannya adalah untuk menjadikan manusia Indonesia yang utuh dan menyeluruh agar mereka sadar sebagai warga negara, warga dunia, dan penyelenggara negara,” tuturnya.
Hariyono mengkritik sistem pendidikan yang tidak lagi menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dan malah fokus pada pencapaian formalitas tanpa memperhatikan kualitas dan nilai moral.
Tidak hanya itu, Hariyono juga menyoroti tantangan dalam integrasi Pancasila sebagai paradigma etika dalam pendidikan dan pentingnya institusi keluarga sebagai landasan pendidikan utama.
"Saya berharap pendidikan di Indonesia lebih selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan lebih fokus pada pengembangan sikap kritis dan kepekaan sosial," ujarnya.
Hal itu ditegaskan pakar sosiologi politik Masdar Hilmy saat FGD bertajuk Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika Sosial dan Pendidikan yang digelar di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur.
Baca Juga
“Lembaga pendidikan kita sedemikian rupa berada di bawah struktur politik yang menggerogoti kualitas,” katanya, dikutip Selasa (3/9/2024).
Persoalan etika itu semakin diperparah dengan pengajaran akhlak di lembaga pendidikan yang cenderung verbal dan normatif melalui metode menghapal, namun tidak terlihat dalam praktiknya.
“Dibutuhkan etika sosial yang aplikatif tetapi rasional dan praktis,” ujarnya.
Masdar menyerukan perlunya reformasi mendalam terhadap struktur pendidikan dan regulasi etika sosial untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Masdar juga menekankan etika harus menjadi bagian integral dari praktik pendidikan sehari-hari.
Baca Juga
Pakar Pendidikan Taman Siswa, Ki Darmaningtyas menyebutkan, Pendidikan saat ini bukan lagi sebagai proses pencerdasan bangsa, tetapi sekadar pemenuhan kewajiban konstitusional. Persoalan pendidikan pun semakin diperparah dengan biaya pendidikan makin mahal, tetapi tidak berkualitas.
“Komersialisasi pendidikan makin vulgar, terutama di pendidikan tinggi. Proses kapitalisasi, privatisasi, liberalisasi yang makin massif dan parahnya hal ini didukung regulasi,” tukasnya.
Pemerhati pendidikan Doni Koesoema melihat masih ada persoalan etika di dunia pendidikan Indonesia. Baik dilakukan oleh kalangan guru, dosen, maupun siswa dan mahasiswa.
Hal itu membuat Indeks Integritas dunia pendidikan hanya mendapatkan indeks 73,70. Indeks yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menunjukkan penguatan integritas di kalangan pendidikan masih lemah.
“KPK mengungkap 33% anggaran sekolah dikorupsi,” ujarnya.
Akar permasalahan dari buruknya indikator pendidikan itu adalah integritas moral pejabat publik yang lemah. Di sisi lain infrastruktur untuk mencapai tujuan Pendidikan di Indonesia pun belum memadai.
“Ini memprihatinkan, orang sebaik apa pun, kalau masuk struktur pendidikan kita, akan tergoda untuk melakukan korupsi hingga bisa sekali tertangkap KPK. Dampaknya pendidikan tidak akan maju,” katanya.
Untuk mengubah kelemahan tersebut, diperlukan individu berintegritas tinggi yang mampu mengubah struktur yang ada. Penguatan individu juga akan memberikan hasil dengan transformasi pendidikan dan tata kelola yang lebih baik.
Rektor Universitas Negeri Malang, Hariyono menekankan pentingnya menjadikan Pancasila sebagai basis dan orientasi dalam pendidikan.
“Perlu diperhatikan bahwa setiap pendidikan selalu ada tujuannya. Di di Indonesia, tujuannya adalah untuk menjadikan manusia Indonesia yang utuh dan menyeluruh agar mereka sadar sebagai warga negara, warga dunia, dan penyelenggara negara,” tuturnya.
Hariyono mengkritik sistem pendidikan yang tidak lagi menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dan malah fokus pada pencapaian formalitas tanpa memperhatikan kualitas dan nilai moral.
Tidak hanya itu, Hariyono juga menyoroti tantangan dalam integrasi Pancasila sebagai paradigma etika dalam pendidikan dan pentingnya institusi keluarga sebagai landasan pendidikan utama.
"Saya berharap pendidikan di Indonesia lebih selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan lebih fokus pada pengembangan sikap kritis dan kepekaan sosial," ujarnya.
(shf)