Dokter Aulia Risma Dipalak Puluhan Juta, Guru Besar FK Undip: Itu Uang Iuran Angkatan
loading...
A
A
A
SEMARANG - Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Zainal Muttaqin ikut angkat bicara merespons pernyataan Kemenkes yang menyebutkan dr. Aulia Risma Lestari (ARL) dipalak seniornya puluhan juta rupiah.
Dia menyebut almarhum semasa di PPDS itu memang ditugasi sebagai pengelola iuran dari teman-teman seangkatannya. Uangnya digunakan untuk makan mahasiswa PPDS Anestesi.
“Si Risma kebetulan pengelola, penanggungjawab angkatan, mengumpulkan uang sebesar Rp30juta per bulan dari teman-temannya (seangkatan) bukan untuk seniornya, tetapi untuk uang makan mereka sendiri,” kata Prof. Zainal di FK Undip, Kota Semarang, Senin (2/9/2024).
Dia menjelaskan, uang puluhan juta rupiah itu merupakan iuran mahasiswa semester pertama. Mereka iuran Rp3juta per bulan selama 1 semester. Dia menyebut penerimaan PPDS FK Undip dilakukan tiap semester, bukan setiap tahun.
“Jadi mereka yang semester 1 iuran, ada 10 sampai 12 orang. Tiap bulan Rp3juta, untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan (yang iuran) bukan per orang,” lanjut dokter yang tahun lalu diberhentikan dari RSUP dr Kariadi.
Teknis pengumpulan seperti itu untuk membeli kebutuhan makan, sebutnya, dokter residen memiliki jadwal yang sangat padat. Tidak semuanya bisa istirahat di waktu yang bersamaan.
“Uang mereka kelola sendiri kok, bukan dikelola senior. Itu kesepakatan tiap bagian akan berbeda, karena siklus tiap departemen tidak sama. Nanti kalau mereka sudah tahun kedua, tidak lagi, giliran tahun pertama. Mereka dapat uang yang mereka tabung,” lanjutnya.
Prof. Zainal menyayangkan pernyataan Kemenkes soal dr. ARL ini dipalak puluhan juta seniornya itu. Namun demikian, dia tak menampik masih ada perilaku bullying alias perundungan di sana.
“Bullying bukan nggak ada, bullying itu ada, itu perilaku yang salah sampai mungkin jadi pidana bagi seorang individu (pelakunya). Tapi bukan perilaku institusi. Kalau individu ya dihukum individu bukan institusi, masa ada polisi korupsi terus seluruh institusinya dihentikan,” ungkap dia.
Dia menyayangkan penutupan PPDS FK Undip di RSUP Kariadi oleh Kemenkes. “Ini tidak menyelesaikan masalah, tetapi menimbulkan masalah baru, pendidikan terhambat padahal kita butuh banyak dokter spesialis,” tandasnya.
Diketahui, rentetan kejadian ini bermula ketika ada seorang dokter yang juga mahasiswa PPDS Anestesi FK Undip dr. Aulia Risma Lestari ditemukan meninggal dunia di kosnya di Kota Semarang, 12 Agustus 2024 malam.
Polisi menemukan sejumlah bukti, di antaranya dugaan perundungan yang dialaminya. Beberapa warganet juga merespons dengan memberikan beberapa informasi di media sosial seputar kejadian itu hingga apa yang terjadi di RSUP dr Kariadi – PPDS Anestesi FK Undip.
Dia menyebut almarhum semasa di PPDS itu memang ditugasi sebagai pengelola iuran dari teman-teman seangkatannya. Uangnya digunakan untuk makan mahasiswa PPDS Anestesi.
“Si Risma kebetulan pengelola, penanggungjawab angkatan, mengumpulkan uang sebesar Rp30juta per bulan dari teman-temannya (seangkatan) bukan untuk seniornya, tetapi untuk uang makan mereka sendiri,” kata Prof. Zainal di FK Undip, Kota Semarang, Senin (2/9/2024).
Baca Juga
Dia menjelaskan, uang puluhan juta rupiah itu merupakan iuran mahasiswa semester pertama. Mereka iuran Rp3juta per bulan selama 1 semester. Dia menyebut penerimaan PPDS FK Undip dilakukan tiap semester, bukan setiap tahun.
“Jadi mereka yang semester 1 iuran, ada 10 sampai 12 orang. Tiap bulan Rp3juta, untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan (yang iuran) bukan per orang,” lanjut dokter yang tahun lalu diberhentikan dari RSUP dr Kariadi.
Teknis pengumpulan seperti itu untuk membeli kebutuhan makan, sebutnya, dokter residen memiliki jadwal yang sangat padat. Tidak semuanya bisa istirahat di waktu yang bersamaan.
“Uang mereka kelola sendiri kok, bukan dikelola senior. Itu kesepakatan tiap bagian akan berbeda, karena siklus tiap departemen tidak sama. Nanti kalau mereka sudah tahun kedua, tidak lagi, giliran tahun pertama. Mereka dapat uang yang mereka tabung,” lanjutnya.
Prof. Zainal menyayangkan pernyataan Kemenkes soal dr. ARL ini dipalak puluhan juta seniornya itu. Namun demikian, dia tak menampik masih ada perilaku bullying alias perundungan di sana.
“Bullying bukan nggak ada, bullying itu ada, itu perilaku yang salah sampai mungkin jadi pidana bagi seorang individu (pelakunya). Tapi bukan perilaku institusi. Kalau individu ya dihukum individu bukan institusi, masa ada polisi korupsi terus seluruh institusinya dihentikan,” ungkap dia.
Dia menyayangkan penutupan PPDS FK Undip di RSUP Kariadi oleh Kemenkes. “Ini tidak menyelesaikan masalah, tetapi menimbulkan masalah baru, pendidikan terhambat padahal kita butuh banyak dokter spesialis,” tandasnya.
Diketahui, rentetan kejadian ini bermula ketika ada seorang dokter yang juga mahasiswa PPDS Anestesi FK Undip dr. Aulia Risma Lestari ditemukan meninggal dunia di kosnya di Kota Semarang, 12 Agustus 2024 malam.
Polisi menemukan sejumlah bukti, di antaranya dugaan perundungan yang dialaminya. Beberapa warganet juga merespons dengan memberikan beberapa informasi di media sosial seputar kejadian itu hingga apa yang terjadi di RSUP dr Kariadi – PPDS Anestesi FK Undip.
(ams)