Ini Penyebab Perbedaan Perlakuan terhadap Pemotor Berboncengan saat PSBB
loading...
A
A
A
BANDUNG - Masyarakat yang tinggal di kawasan Bandung Raya merasakan perbedaan kebijakan petugas yang melakukan pemeriksaan di check point selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan.
Perbedaan kebijakan dan perlakuan itu dirasakan warga yang berboncengan sepeda motor. Di Kota Bandung, petugas di beberapa check point sangat kaku, tetap melarang orang berboncengan motor meskipun beralamat sama, berstatus suami istri atau adik dan kakak.
Namun petugas Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung yang berjaga check point, mengizinkan pengendara motor berboncengan asalkan ber-KTP dengan alamat sama, berstatus suami istri atau anggota keluarga.
Pemicu perbedaan yang memicu keluhan masyarakat itu bersumber dari Peraturan Wali Kota (Perwal) Bandung Nomor 16 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perwal Nomor 14 tentang Pelaksanaan PSBB. Nomor 14 tahun 2020 tentang PSBB diubah sehari sebelum PSBB diterapkan atau Selasa 21 April 2020.
Perwal tersebut mengacu kepada protokol kesehatan World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia. Dalam protokol WHO, pemotor dilarang berboncengan walaupun berstatus suami istri atau keluarga. Sebab, berboncengan melanggar aturan physical distancing 1,5-2 meter.
Sedangkan Perwal Cimahi, Perbup Bandung dan Perbup Bandung Barat, mengacu kepada Pergub dan Permenkes. Dalam aturan di atasnya itu, masih membolehkan orang berboncengan motor.
Masyarakat menilai penerapan aturan PSBB di Kabupaten Bandung dan kota-kota penyangga lainnya, lebih rasional dibanding PSBB di Kota Bandung.
Berdasarkan pantauan di check point Jalan Terusan Buahbatu, Jumat (1/5/2020), banyak pengendara roda dua dari arah Kota Bandung dihentikan oleh petugas di check point di depan Transmart.
Mereka yang berkendara roda dua ditanya tujuan, pemeriksaan identitas baik penumpang dan pengemudi hingga pemeriksaan suhu tubuh. Setelah itu, jika alamat sama, pengendara motor berboncengan bisa melanjutkan perjalanan.
"Mereka yang berboncengan dihentikan dulu, dicek identitas, dan ditanya mau kemana. Lalu mereka dipersilakan melanjutkan perjalanan karena msatu alamat. Tadi suami istri asal Dayehkolot. Prinsipnya bisa berboncengan selama satu alamat. Kalau dipulangkan lagi kan kasihan," kata petugas Satpol PP Kabupaten Bandung Azhar.
Begitu juga di check point Taman Cibaduyut Indah (TCI), Jalan Terusan Cibaduyut. Petugas di sinipun tak melarang orang berboncengan motor asalkan satu alamat.
Sejumlah pengendara motor berboncengan dihentikan di depan check point. Identitas mereka diperiksa dan suhu tubuh pun dicek menggunakan thermal scanner. Setelah itu, pengendaran motor berboncengan dipersilakan melanjutkan perjalanan.
Seorang pengendara motor berboncengan, Supriyadi (40) dan Yuanita (38) baru saja dari Kota Bandung untuk suatu keperluan. Keduanya tinggal di Kecamatan Bojongsoang.
Supriyadi dan istrinya bekerja di Kota Bandung. Setiap pagi, di cek poin gerbang tol Buahbatu, istrinya harus jalan kaki lebih dulu untuk menghindari pemeriksaan petugas.
"Kalau di Kota Bandung mah ribet. Tiap pagi istri harus jalan kaki dulu. Setelah melewati check point, baru boncengan lagi. Yang di kabupaten mah lebih rasional," kata Supriyadi.
Begitu juga yang diungkapkan Ahmad Fauzan (36) dan istrinya Elisa (34) warga Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Suami istri ini bekerja di Kota Bandung. Elisa terpaksa harus jalan kaki atau naik angkot dulu untuk melewati check point Buahbatu. "Petugas check point di kota mah tanpa dicek main halau saja," ujar Fauzan.
Perbedaan kebijakan dan perlakuan itu dirasakan warga yang berboncengan sepeda motor. Di Kota Bandung, petugas di beberapa check point sangat kaku, tetap melarang orang berboncengan motor meskipun beralamat sama, berstatus suami istri atau adik dan kakak.
Namun petugas Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung yang berjaga check point, mengizinkan pengendara motor berboncengan asalkan ber-KTP dengan alamat sama, berstatus suami istri atau anggota keluarga.
Pemicu perbedaan yang memicu keluhan masyarakat itu bersumber dari Peraturan Wali Kota (Perwal) Bandung Nomor 16 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perwal Nomor 14 tentang Pelaksanaan PSBB. Nomor 14 tahun 2020 tentang PSBB diubah sehari sebelum PSBB diterapkan atau Selasa 21 April 2020.
Perwal tersebut mengacu kepada protokol kesehatan World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia. Dalam protokol WHO, pemotor dilarang berboncengan walaupun berstatus suami istri atau keluarga. Sebab, berboncengan melanggar aturan physical distancing 1,5-2 meter.
Sedangkan Perwal Cimahi, Perbup Bandung dan Perbup Bandung Barat, mengacu kepada Pergub dan Permenkes. Dalam aturan di atasnya itu, masih membolehkan orang berboncengan motor.
Masyarakat menilai penerapan aturan PSBB di Kabupaten Bandung dan kota-kota penyangga lainnya, lebih rasional dibanding PSBB di Kota Bandung.
Berdasarkan pantauan di check point Jalan Terusan Buahbatu, Jumat (1/5/2020), banyak pengendara roda dua dari arah Kota Bandung dihentikan oleh petugas di check point di depan Transmart.
Mereka yang berkendara roda dua ditanya tujuan, pemeriksaan identitas baik penumpang dan pengemudi hingga pemeriksaan suhu tubuh. Setelah itu, jika alamat sama, pengendara motor berboncengan bisa melanjutkan perjalanan.
"Mereka yang berboncengan dihentikan dulu, dicek identitas, dan ditanya mau kemana. Lalu mereka dipersilakan melanjutkan perjalanan karena msatu alamat. Tadi suami istri asal Dayehkolot. Prinsipnya bisa berboncengan selama satu alamat. Kalau dipulangkan lagi kan kasihan," kata petugas Satpol PP Kabupaten Bandung Azhar.
Begitu juga di check point Taman Cibaduyut Indah (TCI), Jalan Terusan Cibaduyut. Petugas di sinipun tak melarang orang berboncengan motor asalkan satu alamat.
Sejumlah pengendara motor berboncengan dihentikan di depan check point. Identitas mereka diperiksa dan suhu tubuh pun dicek menggunakan thermal scanner. Setelah itu, pengendaran motor berboncengan dipersilakan melanjutkan perjalanan.
Seorang pengendara motor berboncengan, Supriyadi (40) dan Yuanita (38) baru saja dari Kota Bandung untuk suatu keperluan. Keduanya tinggal di Kecamatan Bojongsoang.
Supriyadi dan istrinya bekerja di Kota Bandung. Setiap pagi, di cek poin gerbang tol Buahbatu, istrinya harus jalan kaki lebih dulu untuk menghindari pemeriksaan petugas.
"Kalau di Kota Bandung mah ribet. Tiap pagi istri harus jalan kaki dulu. Setelah melewati check point, baru boncengan lagi. Yang di kabupaten mah lebih rasional," kata Supriyadi.
Begitu juga yang diungkapkan Ahmad Fauzan (36) dan istrinya Elisa (34) warga Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Suami istri ini bekerja di Kota Bandung. Elisa terpaksa harus jalan kaki atau naik angkot dulu untuk melewati check point Buahbatu. "Petugas check point di kota mah tanpa dicek main halau saja," ujar Fauzan.
(awd)