Kisah Makam Tumenggung Endranata di Imogiri yang Bisa Diinjak-injak Pengunjung karena Pengkhianatan
loading...
A
A
A
Kompleks Pemakaman Raja Imogiri, tempat peristirahatan terakhir raja-raja Mataram Islam, menyimpan banyak kisah sejarah. Salah satu kisah yang paling menarik dan mengerikan adalah tentang Tumenggung Endranata. Hukuman yang dijatuhkan padanya karena dianggap sebagai pengkhianat Kesultanan Mataram Islam masih menjadi perbincangan hingga hari ini.
Tumenggung Endranata, yang nama aslinya adalah Ngabehi Mertajaya, merupakan putra dari Tumenggung Wiraguna. Sebelum pengkhianatannya, ia adalah seorang punggawa yang setia dan pernah membantu Sultan Agung dalam berbagai penaklukan, termasuk penaklukan Demak dan sekitarnya.
Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja terbesar Mataram Islam yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645, membangun Pajimatan Imogiri pada tahun 1632 sebagai tempat pemakaman para raja dan keluarganya.
Namun, kesetiaan Tumenggung Endranata berubah menjadi pengkhianatan yang mengakibatkan hukuman memalukan. Dalam buku "The Concept of Power in Javanese Culture" karya G. Moedjanto, disebutkan bahwa pengkhianatan Tumenggung Endranata berawal dari rencana besar Sultan Agung untuk mengalahkan VOC di Batavia.
Setelah kekalahan dalam pertempuran tahun 1628 karena buruknya perbekalan, Sultan Agung menyusun strategi untuk membuat lumbung-lumbung beras di sekitar Karawang dan Cirebon. Sayangnya, VOC mengetahui rencana ini dan menghancurkan lumbung-lumbung tersebut, berkat bocoran rahasia dari Tumenggung Endranata.
Pengkhianatan Tumenggung Endranata tidak hanya berakhir dengan kegagalan rencana Sultan Agung, tetapi juga dengan hukuman yang mengerikan. Menurut cerita lisan dalam Serat Kandha, Sultan Agung memutuskan untuk memutilasi tubuh Tumenggung Endranata menjadi tiga bagian sebagai bentuk penghinaan.
Kepala Tumenggung Endranata dipancangkan di alun-alun Jayakarta sebagai peringatan bagi Belanda, kakinya dibuang ke laut sebagai simbol pengusiran dari tanah Jawa, dan tubuhnya dikubur di anak tangga menuju Pajimatan Imogiri.
Jasad Tumenggung Endranata yang terbagi tiga dimakamkan di beberapa titik anak tangga menuju Pajimatan Imogiri. Makam ini dapat dikenali dengan bentuknya yang tidak rata, berbeda dengan anak tangga lainnya, sehingga memudahkan pengunjung untuk menemukan tempat peristirahatan terakhir sang pengkhianat.
Penguburan ini menjadi simbol penghinaan abadi bagi Tumenggung Endranata yang dianggap tidak layak mendapatkan tempat terhormat di dunia maupun akhirat.
Kisah Tumenggung Endranata di Kompleks Pemakaman Raja Imogiri adalah sebuah peringatan akan akibat dari pengkhianatan. Meski terlihat mengerikan, hukuman yang dijatuhkan kepada Tumenggung Endranata mencerminkan betapa seriusnya konsekuensi dari tindakan pengkhianatan terhadap kerajaan.
Hingga kini, makam Tumenggung Endranata yang berada di anak tangga Imogiri menjadi saksi bisu dari sejarah kelam pengkhianatan dan penghukuman di Kesultanan Mataram Islam.
Tumenggung Endranata, yang nama aslinya adalah Ngabehi Mertajaya, merupakan putra dari Tumenggung Wiraguna. Sebelum pengkhianatannya, ia adalah seorang punggawa yang setia dan pernah membantu Sultan Agung dalam berbagai penaklukan, termasuk penaklukan Demak dan sekitarnya.
Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja terbesar Mataram Islam yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645, membangun Pajimatan Imogiri pada tahun 1632 sebagai tempat pemakaman para raja dan keluarganya.
Namun, kesetiaan Tumenggung Endranata berubah menjadi pengkhianatan yang mengakibatkan hukuman memalukan. Dalam buku "The Concept of Power in Javanese Culture" karya G. Moedjanto, disebutkan bahwa pengkhianatan Tumenggung Endranata berawal dari rencana besar Sultan Agung untuk mengalahkan VOC di Batavia.
Setelah kekalahan dalam pertempuran tahun 1628 karena buruknya perbekalan, Sultan Agung menyusun strategi untuk membuat lumbung-lumbung beras di sekitar Karawang dan Cirebon. Sayangnya, VOC mengetahui rencana ini dan menghancurkan lumbung-lumbung tersebut, berkat bocoran rahasia dari Tumenggung Endranata.
Pengkhianatan Tumenggung Endranata tidak hanya berakhir dengan kegagalan rencana Sultan Agung, tetapi juga dengan hukuman yang mengerikan. Menurut cerita lisan dalam Serat Kandha, Sultan Agung memutuskan untuk memutilasi tubuh Tumenggung Endranata menjadi tiga bagian sebagai bentuk penghinaan.
Kepala Tumenggung Endranata dipancangkan di alun-alun Jayakarta sebagai peringatan bagi Belanda, kakinya dibuang ke laut sebagai simbol pengusiran dari tanah Jawa, dan tubuhnya dikubur di anak tangga menuju Pajimatan Imogiri.
Jasad Tumenggung Endranata yang terbagi tiga dimakamkan di beberapa titik anak tangga menuju Pajimatan Imogiri. Makam ini dapat dikenali dengan bentuknya yang tidak rata, berbeda dengan anak tangga lainnya, sehingga memudahkan pengunjung untuk menemukan tempat peristirahatan terakhir sang pengkhianat.
Penguburan ini menjadi simbol penghinaan abadi bagi Tumenggung Endranata yang dianggap tidak layak mendapatkan tempat terhormat di dunia maupun akhirat.
Kisah Tumenggung Endranata di Kompleks Pemakaman Raja Imogiri adalah sebuah peringatan akan akibat dari pengkhianatan. Meski terlihat mengerikan, hukuman yang dijatuhkan kepada Tumenggung Endranata mencerminkan betapa seriusnya konsekuensi dari tindakan pengkhianatan terhadap kerajaan.
Hingga kini, makam Tumenggung Endranata yang berada di anak tangga Imogiri menjadi saksi bisu dari sejarah kelam pengkhianatan dan penghukuman di Kesultanan Mataram Islam.
(hri)