Diduga Langgar Permenkes, Penanggung Jawab Klinik DPRD Banten Seorang ASN Bukan Dokter

Jum'at, 28 Juni 2024 - 21:20 WIB
loading...
Diduga Langgar Permenkes, Penanggung Jawab Klinik DPRD Banten Seorang ASN Bukan Dokter
Polemik operasional Klinik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten menunjukkan fakta terbaru. Foto/Istimewa
A A A
SERANG - Polemik operasional Klinik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten menunjukkan fakta terbaru. Usai sebelumya diberitakan tak memiliki izin. Kini sekretariat mengaku jika fasilitas medis itu dipimpin seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai penanggung jawab, dengan personel dokter berstatus lepas (bukan pegawai).

Hal ini dikatakan Sekertaris DPRD Provinsi Banten, Deden Apriandi. Dia menjelaskan selama ini yang tercantum sebagai penanggung jawab adalah Kepala Bagian (Kabag) Umum dan Kepegawaian pada Sekretariat yang dia pimpin, yang sekarang dijabat Ismail.

"Dokternya memang dokter lepas, mereka (kerja, red) shift-shiftan. Penanggung jawabnya itu Kabag Umum, klinik itu Kabag Umum, Pak Ismail," ujar Deden dihubungi melalui telepon genggamnya, Kamis (27/6/2024).



Deden menepis informasi mengenai klinik tersebut yang tidak memiliki izin. Dia menuturkan sejak 2021 fasilitas medis itu telah memiliki berkas perizinan berbarengan dengan Gedung DPRD Banten itu sendiri karena merupakan persyaratan dalam pendirian gedung vital daerah.

Ketika ditanya mengenai tidak adanya apoteker dan obat apa saja yang disediakan dengan pagu anggaran belanja lebih dari Rp6,8 juta tiap bulanya, Deden mengaku tidak hapal. "Kalau teknis saya tidak hapal. Silakan tanya kepada Pak Ismail," katanya.

Pernyataan Deden bertetangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2014 yang mengatur tentang penanggung jawab klinik pratama wajib seorang tenaga medis berupa dokter.

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Serang, Farach Richi menyebut Klinik DPRD Banten belum memiliki dokumen lingkungan yang menjadi persyaratan teknis untuk membuat perizinan. Selain itu, juga tidak ada surat pengajuan permohonan untuk membuat berkas tersebut.

"Secara prinsip memang harus ada dokumen teknis berupa minimal di tingkat SPPL. Saya nggak menerima surat apa pun juga dari DPRD Banten. Dan jujur saya baru tahu ada fasilitas tersebut di sana," tuturnya.

Sebelumnya, Klinik DPRD Banten diduga melanggar Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dengan tidak menjalankan ketentuan sebagai mana mestinya. Di antaranya tidak memiliki tenaga apoteker serta jadwal praktik dokter yang tidak jelas hari dan jam kerjanya, sehingga pelayanan dilakukan oleh tenaga medis bidan.

Menurut Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Kesehatan pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Serang, Nurhayati, pihaknya hingga kini belum mendapatkan laporan terkait tenaga medis yang melaksanakan operasional di klinik DPRD Banten. Di antaranya juga termasuk pendirian fasilitas tersebut yang awalnya hanya berupa ruangan di dalam gedung dewan.

Dia menjelaskan bahwa setiap klinik dengan tingkat pratama wajib mendapatkan rekomendasi dari Dinkes.

Dalam hal ini mengingat fasilitas medis DPRD Banten berlokasi di Jalan Syekh Moh Nawawi Albantani, Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Curug, Kota Serang, tepatnya berada di area Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (Kp3b) maka berkas itu harus terdaftar pada kantor tempat Nurhayati bertugas dan memiliki dokter sebagai penanggung jawab.

Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian Sekretariat DPRD Banten, Ismail, mengungkapkan klinik yang berada di bawah naungannya itu tidak memiliki apoteker.

"Ya ini kan bulan seperti klinik. Klinik apa ya saya sebut? Klinik. Izin saja belum ada. Bukan tidak ada ya, namun belum. Untuk apoteker tidak ada. Karena stok obat yang ada ya obat-obat pada umumnya. Dokter di sini ada dua. Tapi jarang ke sini," kata Ismail

Pernyataan dari Ismail menimbulkan tanda tanya di masyarakat. Aktivis Satya Peduli Banten, Sojo Dibacca mempertanyakan jaminan mutu kehidupan pasien dengan metode pemberian obat tanpa melalui tangan apoteker.

Menurutnya, salah satu tugas penting apoteker ialah menentukan obat resep serta merekomendasikan obat pengganti.

"Terus kalau tidak ada apotekernya, apalagi misalnya dokternya juga gak tentu kapan praktiknya, kemudian yang melayani pemeriksaan bidan, ini jadinya seperti apa penanganannya?" tutur Sojo.

Menurut apa yang tertuang di dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2014 pada Pasal 9, prasarana ambulans khusus untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap. Sementara disebutkan pada Pasal 22, klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan apoteker.

Instalasi tersebut sebagaimana dismaksud melayani resep dari dokter klinik yang bersangkutan serta dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun klinik lain.

Untuk diketahui Klinik DPRD Banten yang berdiri di gedungnya yang baru sejak 2020 itu sendiri memiliki unit ambulans berupa mobil Mitsubishi Pajero yang dimodifikasi untuk pelayanan pasien.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3578 seconds (0.1#10.140)
pixels