Sekolah Damai Ciptakan Lingkungan Pendidikan Bersih dari Intoleransi dan Bullying

Jum'at, 21 Juni 2024 - 17:52 WIB
loading...
Sekolah Damai Ciptakan...
Direktur Pencegahan BNPT Prof Irfan Idris saat Pelatihan Guru Dalam Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan dan Bullying di Bandung. Foto/Ist
A A A
BANDUNG - Sekolah Damai yang digagas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi salah satu upaya untuk menciptakan lingkungan pendidikan bersih dari intoleransi, kekerasan, dan bullying.

Saat ini dunia pendidikan masih menghadapi tantangan besar dalam menghadapi tiga dosa besar dunia pendidikan, intoleransi, kekerasan, dan bullying. Oleh karena itu butuh kerja bersama menghadapi tantangan tersebut agar lingkungan pendidikan menjadi kondusif.



“Kita berkumpul di sini antara BNPT bersama guru pendidik se-Bandung Raya untuk merapatkan barisan dan menyamakan visi misi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yaitu terwujudnya pendidikan maju di Jawa Barat guna membentuk SDM yang berkarakter, cerdas, mandiri, menguasai Iptek dan berbasis budaya Jawa Barat,” kata Direktur Pencegahan BNPT Prof Irfan Idris pada kegiatan Pelatihan Guru Dalam Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan dan Bullying di SMK Negeri 3 Bandung, Rabu (19/6/2024).

Ia mengungkapkan, bahwa tantangan pendidikan sangat tinggi. Bagaimana menumbuhkan ketahanan pada anak adalah suatu hal yang penting dipikirkan.

Dia mengungkapkan bahwa memperkuat ketahanan pada peserta didik merupakan hal yang penting dalam menghadapi beragam tekanan dan kejadian yang mungkin terjadi dalam proses belajar.

Ia menjelaskan bahwa Sekolah Damai merupakan bagian dari tujuh program prioritas yang dicanangkan Kepala BNPT Komjen Pol Mohammed Ryco Amezla Dahniel. Sekolah Damai memiliki empat elemen untuk membentuk ketahanan dalam lingkungan pendidikan.



“Pertama adalah public awareness (kesadaran bersama), kedua adalah community engagement (keterikatan sosial), bagaimana masyarakat mempunyai rasa memiliki dan rasa solidaritas antar sesame, ketiga yaitu community resilience (daya tahan masyarakat) dan keempat adalah national resilience (daya tahan nasional,” jelasnya.

Irfan mengatakan, peserta didik harus paham dengan bentuk intoleransi, kekerasan dan bullying dilingkungan sekolah. Ia juga mengingatkan untuk para guru harus selalu waspada terhadap perekrutan kelompok radikal di dunia maya. Pasalnya kelompok teroris dalam aksi perekrutannya menyasar generasi muda lewat media sosial.

“Kelompok radikal teroris menggunakan dua cara untuk merekrut simpatisannya, yaitu soft approach dan hard approach,” tambahnya.

Saat ini, jelas Irfan, target radikalisasi adalah perempuan, anak, dan remaja. Dengan pendekatan lembut, kelompok radikal teroris merubah perempuan dan anak menjadi militan.

“Di mana posisi biasanya generasi remaja dan anak berada? Ya di sekolah. Karena itu para guru perlu fokus menjadi pendidik di institusi pendidikan,” sambungnya.

Ia mengingatkan agar para guru harus mengetahui bahwa kelompok radikal teroris biasanya masuk melalui kajian-kajian ringan.

“Semakin lama, mereka akan mengatakan bahwa negara ini kafir dan sebagainya. Oleh karena itu guru juga perlu memahami propaganda-propaganda seperti “kafir” dan “negara agama,” jelasnya.

Dirinya menjelaskan bahwa pada tahun 2023 tidak ada serangan teror terbuka di Indonesia. Selain sebagai sebuah capaian, realita ini menjadi alarm bahwa mereka sedang gencar menyebarkan propaganda ke generasi-generasi muda di institusi-institusi pendidikan.

“Karena itu indikator-indikator yang ada pada Sekolah Damai sangat mendorong untuk mewujudkan sikap toleran, anti kekerasan, dan anti bullying,” pungkasnya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2316 seconds (0.1#10.140)