Wartawan Demo di DPRD NTT Tolak RUU Penyiaran: Berpotensi Mengekang Kebebasan Pers
loading...
A
A
A
KUPANG - Wartawan dan organisasi pers di Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan aksi unjuk rasa terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran di gedung DPRD, Jumat (7/6/2024). Mereka secara tegas menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran yang sedang digodok di DPR.
Organisasi pers yang menggelar demonstrasi, yaitu AJI Kota Kupang, SMSI NTT, JOIN NTT, JMSI NTT, dan IJTI NTT. Mereka diterima sejumlah anggota DPRD NTT, yakni Yohanes Rumat, Ana Waha Kolin, dan sejumlah anggota DPRD NTT lainnya.
Kepada DPR, mereka menyuarakan sejumlah poin-poin penolakan RUU Penyiaran di antaranya; Pertama, Ancaman Terhadap Kebebasan Pers: Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50 B huruf c dan pasal 42 ayat 2.
Kedua, Kebebasan Berekspresi Terancam: Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.
Ketiga, kriminalisasi jurnalis, adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.
Keempat, Independensi Media Terancam: Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.
Kelima, revisi UU penyiaran berpotensi mengancam keberlangsungan lapangan kerja bagi pekerja kreatif: munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, forum jurnalis Nusa Tenggara Timur untuk reformasi (KONSEP) mendesak DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah.
Organisasi pers yang menggelar demonstrasi, yaitu AJI Kota Kupang, SMSI NTT, JOIN NTT, JMSI NTT, dan IJTI NTT. Mereka diterima sejumlah anggota DPRD NTT, yakni Yohanes Rumat, Ana Waha Kolin, dan sejumlah anggota DPRD NTT lainnya.
Kepada DPR, mereka menyuarakan sejumlah poin-poin penolakan RUU Penyiaran di antaranya; Pertama, Ancaman Terhadap Kebebasan Pers: Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50 B huruf c dan pasal 42 ayat 2.
Baca Juga
Kedua, Kebebasan Berekspresi Terancam: Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.
Ketiga, kriminalisasi jurnalis, adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.
Keempat, Independensi Media Terancam: Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.
Kelima, revisi UU penyiaran berpotensi mengancam keberlangsungan lapangan kerja bagi pekerja kreatif: munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, forum jurnalis Nusa Tenggara Timur untuk reformasi (KONSEP) mendesak DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah.
(wib)