Belanda Takut dengan Menantu Tokoh Laskar Pangeran Diponegoro yang Berangkat Haji
loading...
A
A
A
Pria berusia 89 tahun ini bercerita, jika memang saat kepergian untuk berangkat haji, kakeknya saat itu sempat menarik banyak perhatian pemerintah Belanda.
Sampai-sampai, Belanda menyediakan kendaraan khusus untuk mengantar rombongan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
"Kiai Thohir ditandu dan diusung untuk melewati kerumunan orang. Sedangkan rombongan lain dilewatkan di jalur yang berbeda untuk bisa sampai di kapal yang akan memberangkatkan mereka," ujar dia.
Namun mengenai apakah kedua orang itu menjadi orang pertama yang berangkat haji dari Malang raya seperti cerita-cerita yang beredar, KH Moensif tak mengetahui secara pasti.
"Tapi saya tidak tahu pasti apakah itu adalah keberangkatan beliau (Kiai Thohir) ke tanah suci untuk yang pertama atau sudah kesekian," bebernya.
Perjalanan berhaji menggunakan kapal laut saat itu membutuhkan waktu yang panjang. Dibutuhkan waktu setidaknya tiga bulan sampai setengah tahun hanya untuk menuju Makkah atau sebaliknya.
Perjalanan yang cukup menguras pikiran, tenaga, waktu, dan biaya itu membuat istri Kiai Thohir, yaitu Nyai Murthosiah, wafat dalam perjalanan pulang dan disebut telah dimakamkan di lautan.
Tak berselang lama usai pulang dari tanah suci, sekitar tahun 1933 Masehi KH Thohir wafat. Jenazahnya dimakamkan di kompleks pemakaman Bungkuk, yang ada di belakang Masjid At Thohiriyah, Bungkuk, Kelurahan Pagentan, Singosari.
Makam KH Thohir bersanding dengan mertuanya sekaligus pendiri Masjid Bungkuk yang jadi masjid tertua di Malang Raya.
"Makam beliau ada di belakang masjid yang di kasih stainless steel yang selatan Kiai Hamimuddin, utara Kiai Thohir, yang lainnya putra-putranya Kiai Thohir. Kiai Thohir punya lima orang anak putra pertamanya, setelah generasinya Kiai Thohir kepemimpinan diserahkan kepada Kiai Nahrawi," tuturnya.
Sampai-sampai, Belanda menyediakan kendaraan khusus untuk mengantar rombongan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
"Kiai Thohir ditandu dan diusung untuk melewati kerumunan orang. Sedangkan rombongan lain dilewatkan di jalur yang berbeda untuk bisa sampai di kapal yang akan memberangkatkan mereka," ujar dia.
Namun mengenai apakah kedua orang itu menjadi orang pertama yang berangkat haji dari Malang raya seperti cerita-cerita yang beredar, KH Moensif tak mengetahui secara pasti.
"Tapi saya tidak tahu pasti apakah itu adalah keberangkatan beliau (Kiai Thohir) ke tanah suci untuk yang pertama atau sudah kesekian," bebernya.
Perjalanan berhaji menggunakan kapal laut saat itu membutuhkan waktu yang panjang. Dibutuhkan waktu setidaknya tiga bulan sampai setengah tahun hanya untuk menuju Makkah atau sebaliknya.
Perjalanan yang cukup menguras pikiran, tenaga, waktu, dan biaya itu membuat istri Kiai Thohir, yaitu Nyai Murthosiah, wafat dalam perjalanan pulang dan disebut telah dimakamkan di lautan.
Tak berselang lama usai pulang dari tanah suci, sekitar tahun 1933 Masehi KH Thohir wafat. Jenazahnya dimakamkan di kompleks pemakaman Bungkuk, yang ada di belakang Masjid At Thohiriyah, Bungkuk, Kelurahan Pagentan, Singosari.
Makam KH Thohir bersanding dengan mertuanya sekaligus pendiri Masjid Bungkuk yang jadi masjid tertua di Malang Raya.
"Makam beliau ada di belakang masjid yang di kasih stainless steel yang selatan Kiai Hamimuddin, utara Kiai Thohir, yang lainnya putra-putranya Kiai Thohir. Kiai Thohir punya lima orang anak putra pertamanya, setelah generasinya Kiai Thohir kepemimpinan diserahkan kepada Kiai Nahrawi," tuturnya.