Kemasan Sachet Ancaman Serius Persoalan Sampah di Indonesia
loading...
A
A
A
DENPASAR - Sampah kemasan produk dan kemasan pangan sachet masih menjadi masalah yang hingga kini belum terpecahkan sepenuhnya. Bahkan menjadi masalah yang meresahkan dalam keberlanjutan lingkungan di banyak negara.
Sachet digunakan untuk mempermudah produsen dalam mengemas pangan. Produk-produk dalam kemasan yang seringkali terdiri dari plastik tipis menjadi populer di kalangan konsumen karena kenyamanan dan harga yang terjangkau.
Akan tetapi kemasan sachet berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan masalah sampah, pencemaran lingkungan dan masalah kesehatan masyarakat.
Hal ini tertangkap dari laporan Sungai Watch, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang lingkungan yang melakukan penjaringan sampah dengan memasang jaring di hulu sungai.
Jaring dipasang pada sungai-sungai yang ada di Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur.
Hasilnya diperoleh waste audit di mana 6 persen atau sekitar 91.667 dari limbah yang terjaring merupakan sampah sachet. Kemasan pangan tersebut merupakan golongan sampah tidak bisa di daur ulang, bersamaan dengan sampah kain (5 persen).
Sementara kaca, sandal dan kemasan PET menyumbang empat persen dari total 844.936 ton sampah yang terkumpul. Adapun pengauditan sampah ini dirangkum dalam sebuah laporan berjudul 'Sungai Watch Impact Report 2023'.
"Laporan ini bukan hanya untuk kami tapi untuk menyadarkan masyarakat luas dan pemerintah bahwa ada banyak sampah di sana sekaligus meminta tanggung jawab produsen," kata Co-founder Sungai Watch, Kelly Bencheghib dalam video yang diunggah dalam akun Instagram @sungaiwatch.
Sampah yang terjaring di sungai-sungai Bali dan Banyuwangi ini kemudian disortir di tujuh fasilitas pengolahan sampah di Bali dan Jawa Timur. Sungai Watch berpendapat bahwa audit merek dari sampah plastik ini menjadi hal mendesak yang perlu dilakukan guna mencegah polusi.
Adapun wilayah-wilayah pembersihan sampah yang dilakukan Sungai Watch berada di Banyuwangi, Jawa Timur, yaitu Rogojampi dan Bangorejo serta di Bali, yaitu di Buleleng, Gianyar, Tabanan, Badung dan Denpasar.
Temuan Sungai Watch senada dengan sensus sampah plastik yang dilakukan Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) pada 2023 lalu. Kemasan sachet mendominasi total 25.733 sampah plastik yang berhasil dikumpulkan.
Koordinator Program Sensus Sampah Plastik Indonesia, Muhammad Kholid Basyaiban menjelaskan bahwa penelitian dilakukan mulai Maret 2022 hingga November 2023. BRUIN dan tim satu menyusuri serta melakukan audit sampah di 64 titik lokasi di 30 kabupaten kota di 13 provinsi di Indonesia.
Sensus Sampah Plastik ini adalah audit sampah plastik di perairan yang pertama kali dilakukan di jumlah titik terbanyak di Indonesia, yakni di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku dan Papua Barat.
Data sampah dikumpulkan menggunakan lima metode yakni dengan jaring, drafting, barcode scanning, metode penjebak sampah dan foto sampah.
Menumpuknya sampah sachet juga sempat menjadi perhatian Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton). Mereka menegaskan bahwa sampah sachet bakal menjadi ancaman serius bagi ekologi.
Selain itu, cemaran bungkus produk ini juga bakal menjadi cemaran mikroplastik yang bisa masuk ke dalam tubuh manusia, hingga akhirnya membahayakan kesehatan.
"Produsen sachet harus menghentikan produksi sachet dan mengganti dengan kemasan lain yang bisa diisi ulang atau dipakai kembali," kata peneliti senior Ecoton, Daru Setyorini.
Ecoton juga sempat melakukan brand audit terkait sampah di Jakarta. Mereka menemukan kalau sampah sachet mendominasi pencemaran perairan Jakarta.
Kegiatan tersebut mereka lakukan pada 2022 lalu di Kawasan Pulau Rambut, Muara Angke, Muara Baru, Muara Kali Adem, dan Kali Ciliwung segmen Jembatan TB Simatupang hingga Condet.
Hal ini menunjukan kalau sampah sachet merupakan masalah mendesak yang memerlukan tanggapan segera dari masyarakat, industri dan pemerintah. Peningkatan kesadaran publik, menggalakkan inovasi produk, menerapkan regulasi yang ketat dan kolaborasi semua pihak diperlukan guna mengatasi masalah yang ada.
Sachet digunakan untuk mempermudah produsen dalam mengemas pangan. Produk-produk dalam kemasan yang seringkali terdiri dari plastik tipis menjadi populer di kalangan konsumen karena kenyamanan dan harga yang terjangkau.
Baca Juga
Akan tetapi kemasan sachet berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan masalah sampah, pencemaran lingkungan dan masalah kesehatan masyarakat.
Hal ini tertangkap dari laporan Sungai Watch, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang lingkungan yang melakukan penjaringan sampah dengan memasang jaring di hulu sungai.
Jaring dipasang pada sungai-sungai yang ada di Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur.
Hasilnya diperoleh waste audit di mana 6 persen atau sekitar 91.667 dari limbah yang terjaring merupakan sampah sachet. Kemasan pangan tersebut merupakan golongan sampah tidak bisa di daur ulang, bersamaan dengan sampah kain (5 persen).
Sementara kaca, sandal dan kemasan PET menyumbang empat persen dari total 844.936 ton sampah yang terkumpul. Adapun pengauditan sampah ini dirangkum dalam sebuah laporan berjudul 'Sungai Watch Impact Report 2023'.
"Laporan ini bukan hanya untuk kami tapi untuk menyadarkan masyarakat luas dan pemerintah bahwa ada banyak sampah di sana sekaligus meminta tanggung jawab produsen," kata Co-founder Sungai Watch, Kelly Bencheghib dalam video yang diunggah dalam akun Instagram @sungaiwatch.
Sampah yang terjaring di sungai-sungai Bali dan Banyuwangi ini kemudian disortir di tujuh fasilitas pengolahan sampah di Bali dan Jawa Timur. Sungai Watch berpendapat bahwa audit merek dari sampah plastik ini menjadi hal mendesak yang perlu dilakukan guna mencegah polusi.
Adapun wilayah-wilayah pembersihan sampah yang dilakukan Sungai Watch berada di Banyuwangi, Jawa Timur, yaitu Rogojampi dan Bangorejo serta di Bali, yaitu di Buleleng, Gianyar, Tabanan, Badung dan Denpasar.
Temuan Sungai Watch senada dengan sensus sampah plastik yang dilakukan Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) pada 2023 lalu. Kemasan sachet mendominasi total 25.733 sampah plastik yang berhasil dikumpulkan.
Koordinator Program Sensus Sampah Plastik Indonesia, Muhammad Kholid Basyaiban menjelaskan bahwa penelitian dilakukan mulai Maret 2022 hingga November 2023. BRUIN dan tim satu menyusuri serta melakukan audit sampah di 64 titik lokasi di 30 kabupaten kota di 13 provinsi di Indonesia.
Sensus Sampah Plastik ini adalah audit sampah plastik di perairan yang pertama kali dilakukan di jumlah titik terbanyak di Indonesia, yakni di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku dan Papua Barat.
Data sampah dikumpulkan menggunakan lima metode yakni dengan jaring, drafting, barcode scanning, metode penjebak sampah dan foto sampah.
Menumpuknya sampah sachet juga sempat menjadi perhatian Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton). Mereka menegaskan bahwa sampah sachet bakal menjadi ancaman serius bagi ekologi.
Selain itu, cemaran bungkus produk ini juga bakal menjadi cemaran mikroplastik yang bisa masuk ke dalam tubuh manusia, hingga akhirnya membahayakan kesehatan.
"Produsen sachet harus menghentikan produksi sachet dan mengganti dengan kemasan lain yang bisa diisi ulang atau dipakai kembali," kata peneliti senior Ecoton, Daru Setyorini.
Ecoton juga sempat melakukan brand audit terkait sampah di Jakarta. Mereka menemukan kalau sampah sachet mendominasi pencemaran perairan Jakarta.
Kegiatan tersebut mereka lakukan pada 2022 lalu di Kawasan Pulau Rambut, Muara Angke, Muara Baru, Muara Kali Adem, dan Kali Ciliwung segmen Jembatan TB Simatupang hingga Condet.
Hal ini menunjukan kalau sampah sachet merupakan masalah mendesak yang memerlukan tanggapan segera dari masyarakat, industri dan pemerintah. Peningkatan kesadaran publik, menggalakkan inovasi produk, menerapkan regulasi yang ketat dan kolaborasi semua pihak diperlukan guna mengatasi masalah yang ada.
(shf)